STRATEGI PENGEMBANGAN PNS BERBASIS
KOMPETENSI
OLEH : ONDY CH. SIAGIAN, SE., M.Si
(WIDYAISWARA BP4D PROVINSI NTT)
LATAR
BELAKANG
Dalam rangka
mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good gavernance) serta
mewujudkan pelayanan publik yang baik, efisien, efektif dan berkualitas
tentunya perlu didukung adanya Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
profesional, bertanggungjawab, adil, jujur dan kompeten dalam bidangnya. Dengan
kata lain, PNS dalam menjalankan tugas tentunya harus berdasarkan pada
profesionalisme dan kompetensi sesuai kualifikasi bidang ilmu yang dimilikinya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, pernah mengatakan bahwa dari 4,7 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS),
sebanyak 95% PNS tidak kompeten, dan hanya 5% memiliki kompetensi dalam
pekerjaannya. Mungkin ada yang kaget dengan pernyataan tersebut seolah-olah
tidak percaya apakah betul sebagian besar PNS tidak kompeten, ada juga yang
biasa-biasa saja tidak memberikan komentar, dan mungkin ada yang berpendapat,
kalau tidak memiliki kompetensi bagaimana bisa melaksanakan pelayanan kepada
publik atau masyarakat, dan mungkin ada komentar yang radikal, apabila tidak
memiliki kompetensi lebih baik PNS ini mengundurkan diri saja.
Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi bagi kalangan PNS merupakan salah satu bahan intropeksi
diri untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi, karena PNS adalah
berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Dapat dibayangkan kalau seandainya
PNS ini tidak memiliki kompetensi, akan berakibat atau berpengaruh
terhadap pelayanan kepada masyarakat, misanya pelayanan menjadi lambat, bekerja
asal-asalan, tidak maksimal, tidak efisien dan hasilnya tidak sesuai dengan
standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan.
Sebenarnya sudah berbagai program dan kegiatan yang telah
diupayakan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kompetensi PNS, seperti melakukan
reformasi birokrasi, berbagai Diklat dalam jabatan, berbagai Diklat fungsional,
berbagai Diklat teknis, workshop, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya, tapi
mengapa PNS masih diindikasikan tidak memiliki kompetensi?.
APA ITU KOMPETENSI ?
Kita menggunakan
istilah kompetensi dan kompeten. Misalnya kurikulum berbasis kompetensi,
pelatihan berbasis kompetensi, manajemen kompetensi, dan sebaginya. Kalau dalam
bahasa aslinya (Inggris) dikenal istilah competency, competence, dan
competent yang
arti satu sama lainnya relatif sangat tipis. Competency merupakan kata
benda dari competence yakni kecakapan. Competence selain berarti
kecakapan dan kemampuan juga berarti wewenang. Juga dapat diartikan sebagai
keadaan yang sesuai, memadai, atau cocok Dalam penggunaan dua kata itu sering
rancu. Sedang competent sebagai kata
sifat yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.
R. Palan dalam bukunya “Competency
Management - A Practicioner’s
Guide”, mengungkapkan
competency
(kompetensi) merupakan deskripsi mengenai perilaku sementara competence (kecakapan)
sebagai deskripsi tugas atau hasil pekerjaan. Uraian singkat berikut menjelaskan
apa yang dimaksud dengan kompetensi dan jenisnya.
Menurut Palan,
kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang
menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri,
nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja
unggul (superior performer). Dengan demikian kompetensi terdiri dari
beberapa jenis karakteristik yang berbeda yang mendorong perilaku. Fondasi
karakteristik ini terbukti dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja.
Kompetensi adalah mengenai orang
seperti apa dan apa
yang dapat mereka lakukan. Bukan apa
yang mungkin mereka lakukan.
Menurut Kamus
Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi
dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang
superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai,
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan
tingkah laku. Sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Berdasarkan definisi
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
tidak semua aspek-aspek pribadi dari seseorang pekerja itu merupakan
kompetensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya untuk mencapai
kinerja yang superiorlah yang merupakan kompetensi yang dimilikinya. Selain
itu, juga dapat disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja
Pendapat lain
berkaitan dengan kompetensi PNS adalah : kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. (Suprapto,2002)
Sedangkan menurut Prayitno (2002) komponen-komponen kompetensi
profesional, dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : (1) Kemampuan spesialis,
meliputi kemampuan ketrampilan dan pengetahuan, menggunakan perkakas dan
peralatan dengan sempurna, serta mengorganisasikan dan menangani masalah; (2)
Kemampuan Metodik, meliputi kemampuan mengumpulkan dan menganalisis informasi,
mengevalusi, orientasi tujuan kerja , bekerja secara sistematik; (3) Kemampuan Sosial,
meliputi kemampuan untuk berkomunikasi, bekerja kelompok dan bekerjasama; (4)
Kemampuan Individu, meliputi kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi dan
kreatif.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Kata kompetensi, kata dasarnya
kompeten, berarti cakap mampu atau terampil;
2.
Kompetensi adalah tingkat kemampuan
seseorang untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab yang dimiliki dalam
melaksanakan tugasnya secara efektif efisien;
3.
Kompetensi adalah tingkat kemampuan
seseorang untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab yang dimiliki dalam
melaksanakan tugasnya secara efektif efisien;
4.
Konsepsi kompetensi meliputi 3
(tiga) aspek, yaitu :
a.
adalah kemampuan dasar yang dimiliki
setiap orang yang menyangkut karakteristik bakat (traits), motiv dan motivasi;
b.
adalah kemampuan teknis yang
dimiliki seseorang dalam pelaksanaan tugas-tugas teknis;
c.
adalah kemampuan seseorang dalam hal
manajemen, kepemimpinan dan administrasi.
5. 5
(lima) karakteristik dasar kompetensi, meliputi :
- Motif (motive), sesuatu yang secara terus
menerus dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang yang menyebabkan adanya
tindakan. Motif ini menggerakan, mengarahkan dan memiliki perilaku
terhadap tindakan tertentu atau tujuan dan berbeda dari orang lain;
- Sifat (traits), karakteristik fisik dan respon
yang konsisten terhadap situasi dan informasi;
- Konsep pribadi (self concept), perilaku, nilai
dan kesan pribadi seseorang;
- Pengetahuan (knowledge), informasi mengenai
seseorang yang memiliki bidang substansi tertentu;
- Keterampilan (skill), kemampuan untuk
melaksanakan tugas fisik dan mental tertentu.
MENGAPA PNS HARUS MEMILIKI KOMPETENSI ?
Pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari “rule
government” menjadi “good governance” atau “from government to governance”,
dari sentralistik ke desentralistis, maka perlu disikapi dan diimbangi dengan
PNS yang memiliki kompetensi yang memadai dan sesuai dengan tuntutan tugas.
Keberadaan PNS di era reformasi dan penyelengaraan otonomi
daerah sekarang ini memiliki posisi yang sangat strategis, karena lancar
tidaknya, baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik,
sangat tergantung kepada kompetensi yang dimiliki dan dikuasai oleh PNS.
diantaranya karena tuntutan :
1.
tugas, pokok, fungsi, kewenangan dan
tanggungjawab yang harus dilaksanakan, yaitu memberikan pelayanan publik;
2.
pelaksanaan kepemerintahan yang baik
(Good Governance);
3.
dalam upaya mengimbangi perubahan
lingkungan strategis yang cepat berubah, baik itu lingkungan internal
organisasi, maupun lingkungan eksternal organisasi;
4.
perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan era globalisasi yang sedang berlangsung yang tidak bisa di tolak
dan dicegah lagi;
5.
serta pelaksanaan otonomi daerah.
Kompetensi
PNS ini berkaitan dengan kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan,
sikap dan perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi
kewenangan dan tanggungjawab yang diamanatkan kepadanya.
Untuk itu kualifikasi aparatur pemerintah (PNS), terutama
para pemimpin dalam birokrasi publik menurut Widodo (2006), harus :
berakhlak bersih dan tidak cacat moral, memiliki visi ke depan. Selanjutnya
menurut Ulrich dalam Tilaar (1997), bahwa untuk menciptakan
sebuah kepemimpinan publik yang unggul diperlukan empat agenda utama, yaitu :
(1) menjadi rekan yang stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3) menjadi
seorang pekerja ulung dan (4) menjadi seorang agent of change (agen
perubahan).
Dalam upaya memenuhi kompetensi PNS, Bass (1985),
berpendapat dapat diupayakan melalui kompetensi transformasi seorang pemimpin,
yaitu : (1) meningkatkan kesadaran pegawai terhadap nilai dan pentingnya
tugas dan pekerjaan, (2) mengarahkan pegawai untuk fokus pada tujuan kelompok
dan organisasi, bukan pada kepentingan pribadi, dan (3) mengembangkan potensi
pegawai secara optimal.
Menurut Harbani Pasolong (2008), setidaknya terdapat sepuluh
prinsip kepemimpinan transformasional dalam pengelolaan birokrasi pemerintahan,
yakni : (1) kejelasan visi, kepemimpinan yang baik selalu mulai dengan visi
yang merefleksikan tujuan bersama, dan dijelaskan kepada seluruh pegawai dengan
gamlang dan sederhana, (2) kesadaran pegawai, selalu berusaha untuk
meningkatkan terhadap nilai dan pentingnya tugas dan pekerjaan bagi organisasi,
(3) pencapain visi, berorientasi pada pencapaian visi dengan cara menjaga dan
memelihara komitmen yang telah dibangun bersama, (4) pelopr perubahan, (5)
pengembangan diri, (6) pembelajaran pegawai, (7) pengembangan pegawai, (8)
pengembangan kreativitas, (9) budaya kerjasama, dan (10) kondusifitas
organisasi.
Dalam upaya meningkatkan kompetensi PNS khususnya para
pejabat struktural, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (UU 43/199) tentang
Perubahan atas UU 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dalam Pasal 17 ayat 2
mengatur pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat
yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.
Dengan demikian setiap PNS yang akan memangku jabatan
struktural harus memiliki standar kompetensi jabatan sesuai Keputusan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011. Berdasarkan kamus kompetensi
manajerial yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
13 Tahun 2011, ada sekitar 39 (tiga puluh Sembilan) kompetensi manajerial yang
harus dimiliki setiap pejabat struktural eselon, IV, III, II dan I.
Selain pejabat struktural, penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan publik dilaksanakan oleh pejabat fungsional yakni kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri
Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri.
STRATEGI PENGEMBANGAN
KARIR PNS BERBASIS KOMPETENSI
Guna menjamin
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang efektif dan efisien,
serta mengoptimalkan kompetensi PNS,
diperlukan sistem pembinaan yang mampu memberikan kesinambungan terjaminnya
hak dan kewajiban PNS dengan misi tiap organisasi pemerintah. Demikian
juga untuk memotivasi kinerja PNS perlu disusun pola karir dan pengembangan
karir yang memungkinkan potensi PNS dikembangkan secara optimal.
Pengembangan SDM
aparatur (PNS) berbasis kompetensi, sangat diperlukan guna mewujudkan
pemerintahan yang profesional. Kompetensi
jabatan SDM aparatur (PNS),
secara umum berarti
kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku,
yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya (Mustopadidjaja, 2002). Kompentensi
menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil
keputusan sesuai dengan perannnya dalam organisasi yang relevan dengan
keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Disinilah kompetensi menjadi
satu karakteristik yang mendasari individu atau seseorang mencapai kinerja
tinggi dalam pekerjaannya. Karakteristik
itu muncul dalam
bentuk pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan
perilaku (attitude) untuk
menciptakan aparatur yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi dalam
melayani masyarakat yang selalu bertindak hemat, efisien, rasional, transparan,
dan akuntabel.
Berangkat dari
gambaran di atas,
maka strategi peningkatan
kompetensi aparatur seyogyanya tidak dilihat secara parsial
tetapi holistik. Keseluruhan unsur ini perlu dikelola melalui pembuatan
sistem, penerapan sistem
secara konsisten, dan penyempurnaan yang terus-menerus terhadap
sistem yang ada, guna menghasilkan SDM
aparatur yang profesional. Strategi itu meliputi
:
Pertama, Strategi
Pengelolaan SDM Berbasis Kompetensi
Merupakan
salah satu strategi atau pendekatan baru dalam memetakan kinerja SDM yang
mengarah pada profesionalisme dengan mendasarkan pada kompetensi. Tahap pertama
yang mesti dilakukan adalah menyusun direktori kompetensi serta profil
kompetensi per posisi. Dalam proses ini, dirancanglah daftar jenis kompetensi –
baik berupa soft dan hard competency – yang dibutuhkan oleh
organisasi tersebut; lengkap dengan definisi kompetensi yang rinci, serta juga
indikator perilaku dan levelisasi (penjenjangan level) untuk setiap jenis
kompetensi. Dalam tahap ini pula disusun semacam kebutuhan kompetensi per
posisi, atau semacam daftar kompetensi apa yang dipersyaratkan untuk satu
posisi tertentu, berikut dengan level minimumnya.
Tahap
berikutnya merupakan tahap yang paling kritikal, yakni tahap asesmen/ penilaian
kompetensi untuk setiap individu karyawan dalam organisasi itu. Tahap ini wajib
dilakukan, sebab setelah kita memiliki direktori kompetensi beserta dengan
kebutuhan kompetensi per posisi, maka kita perlu mengetahui dimana level
kompetensi para karyawan kita–dan dari sini juga kita bisa memahami gap antara
level kompetensi yang dipersyaratkan dengan level yang dimiliki oleh karyawan
saat ini.
Tahap
selanjutnya adalah memanfaatkan hasil level asesmen kompetensi yang telah
dilakukan untuk diaplikasikan pada setiap fungsi manajemen SDM, mulai dari
fungsi rekrutmen, manajemen karir, pelatihan, hingga sistem remunerasi.
Kedua, Pendidikan dan
Pelatihan Berbasis Kompetensi
Pelatihan merupakan
sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu, serta sikap agar
pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik.
Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja (vacational)
yang dapat digunakan dengan segera.
Program-program pelatihan dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara
kompetensi yang dimiliki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki
pekerja
Pelatihan berbasis
kompetensi sangat diperlukan dalam pengembangan SDM aparatur (PNS), karena
secara tradisi atau konvensional hanya menghasilkan peserta pelatihan memiliki
“pengetahuan mengenai apa”. Sementara
pelatihan yang berbasis kompetensi memungkinkan peserta setelah selesai,
tidak sekedar mengerti, akan tetapi
“dapat melakukan sesuatu” yang harus dikerjakan.
Melalui pelatihan
berbasis kompetensi , pegawai akan
terbantu di dalam mengerjakan pekerjaan
yang ada, dapat meningkatkan tanggung jawab dan mengembangkan karir. Salah satu upaya strategis yang perlu dilakukan adalah menciptakan
sebuah “proses belajar” yang berlanjut
melalui pelatihan dan pengembangan. Dalam Paradigma Pendidikan (Proses
pembelajaran) versi UNESCO (dalam Mangkuprawira, 2007) yang terbaru menekankan
bahwa sasaran pendidikan diarahkan pada : ( 1) learning to know; (2)
learning to do; (3) learning to be;
(4) learning to live together.
Sedangkan tujuan atau maksud utama dari program-program pelatihan yang berbasis
kompetensi meliputi: (1) Memperbaiki
kinerja; (2) Meningkatkan
ketrampilan; (3)
Menghindari
keusangan manjerial; (4) Menyolusikan masalah; (5) Orientasi karyawan baru; (6)
Penyiapan Promosi; (7) memberikan kepuasan untuk kebutuhan pengembangan
personal. (Carell, M,R 1995)
Sedangkan yang
dimaksud dengan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Berbasis Kompetensi merupakan
salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM yang berfokus pada hasil akhir (outcome).
Diklat dimaksud merupakan suatu proses
yang dirancang untuk
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan
secara khusus, untuk mencapai hasil kerja
yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah
ditetapkan.
Penerapkan diklat
berbasis kompetensi. Artinya, penyelenggaraan diklat diarahkan untuk mengisi
kompetensi peserta sesuai yang dipersyaratkan oleh jabatannya, sehingga PNS
bersangkutan wajib mengikuti diklat yang tujuan pembelajarannya membangun
kompetensi tersebut. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS bukan diklat
yang sekedar membentuk
kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus
relevan dengan tugas
dan jabatannya. Dengan
kata lain, kompetensi itu secara
langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas dan jabatan. Kebijakan diklat
berbasis kompetensi diharapkan
dapat menjadi pendorong (trigerting)
dalam memberikan pelayanan yang baik.
Ketiga, Strategi Assesment Center
Fungsi esensial
manajemen sumberdaya manusia adalah memastikan suatu organisasi mencapai
tujuan strategis dengan memiliki SDM
yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi secara profesional,
kompeten, dan menghasilkan kinerja yang efektif hingga superior pada jabatan
dan peranan masing-masing serta berkontribusi secara optimal dalam memajukan organisasi. Peluang untuk mencapai
akan terbuka lebar apabila suatu organisasi
mengadopsi proses “assesment center” sebagai strategi MSDM .
Proses ini dapat menjadi bagian integral dari program perencanaan dan pengembangan
(termasuk promosi pegawai). Tujuan umumnya adalah agar oraganisasi mempunyai
orang-orang yang siap menjalankan pekerjannya hingga level kompetensi
tertinggi, dengan kata lain tujuan dari assesment center adalah
terciptanya kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat ditawarkan
organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan karyawannya.
Saat ini metode assessment center
memang marak digunakan oleh berbagai organisasi. Assessment Center
merupakan evaluasi perilaku dengan menggunakan suatu standar tertentu
berdasarkan beberapa tools dan beberapa masukan. Metode ini menggunakan
berbagai teknik assessment (multiple assessment) seperti tes, wawancara,
kuesioner, maupun simulasi. Teknik assessment tersebut disusun atau dipilih
guna menampilkan perilaku yang telah ditentukan dalam setiap job/role yang akan
diukur.
Metode assessment center
dapat dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan organisasi dalam melakukan proses
evaluasi untuk keperluan rekrutmen, seleksi, pengembangan, promosi, hingga
mempersiapkan jalur suksesi.
Istilah Assesment
Center, digunakan untuk menyebut sebuah proses, prosedur atau metode
pendekatan untuk menilai dan mengukur
kompetensi orang. Secara praktis, assesment
center dapat dipahami sebagai proses penilaian (evaluation)
atau
rating yang canggih dan didesain secara khusus untuk meminimalkan
kemungkinan timbulnya bias, sehingga peserta dalam proses ini mendapatkan
kesempatan yang sama dalam mengungkapkan potensi dan kompetensinya.
(Prihadi, 2004)
Dewasa ini,
assessment center telah diterima secara luas oleh kalangan pengembangan SDM
sebagai salah satu metode untuk mengelola SDM sekaligus mengembangkan dan
meningkatkan kualitasnya. Dalam aplikasinya, metode tersebut dapat dimanfaatkan
dalam berbagai sistem pengelolaan SDM, dari rekrutmen dan seleksi, penempatan,
pelatihan dan pengembangan, promosi dan transfer, fit & proper test, talent
management hingga pengurangan karyawan.
KESIMPULAN
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik
yang berkualitas yang kian hari kian kompleks serta menghadapi pada persaingan
global, maka dibutuhkan SDM aparatur
(PNS) yang profesional. Idealnya,
kebutuhan tersebut dilakukan
secara komprehensif mulai
dari perencanaan, pengadaan,
penempatan, pengembangan pegawai, penilaian kinerja, promosi, pendidikan dan pelatihan,
kompensasi, renumerasi, terminasi
dan penerapan peraturan
disiplin pegawai.
Sejalan dengan
transformasi peran SDM dari professional manjadi strategik menuntut
adanya pengembangan SDM berbasis kompentensi agar kontribusi kinerja SDM
terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur. Mengingat program pengembangan
SDM adalah program yang berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya diperlukan
proses pembelajaran yang berkelanjutan agar
dapat mendukung keberhasilan peningkatan kinerja organisasi. Kompetensi
merupakan salah satu unsur penentu upaya peningkatan kinerja organisasi dan
penyediaan tenaga kerja yang memberikan perspektif yang lebih tajam dan
spesifik terhadap pekerja dan pekerjaannya, karena kompetensi merujuk
kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif,
karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau
keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer).
Sekalipun strategi
pengembangan SDN aparatur (PNS) yang berbasis kompetensi sudah ada, dan
beberapa kebijakan pemerintah untuk
pembinaan dan pengembangan karisr PNS sudah dibuat, sebagai acuan dan
dasar penerapan pengembangan karir PNS berbasis kompetensi, namun pada pada
kenyataannya aplikasi pada pemerintah daerah belum sepenuhnya di diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawi Rewansyah, 2010, Reformasi Birokrasi Dalam Rangka
Good Governance, CV. Yusaintanas Prima, Jakarta.
Dharma, Surya dkk, 2000, Paradigma
Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Amara Books.
Flippo, Edwin, 1994, Manajemen
Personalia Jilid I, Jakarta: Erlangga.
Handoko, T Hani, 2000, Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Liberty
Joko Widodo, 2007, Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja,
Bayumedia, Malang.
Maarif, Syamsul, 2003, Strategi
Peningkatan Kompetensi Aparatur Guna
Mengantisipasi Kebutuhan Sektor Publik (Orasi Ilmiah Wisuda XXII/2003/STIA/LAN/ Bandung.
Mangkuprawira, TB, Syafri dan Aida Vitalaya Hubeis, 2007, Manajemen Mutu SumberDaya Manusia, Bogor: Ghalia
Indonesia.
Prihadi, Syaiful F, 2004, Assessment
Center: Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan Kompetensi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sedarmayanti, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia (Reformasi
Birokrasi dan Manajemen PNS), PT. Refika Aditama, Bandung.
Suprapto, 2002, Standarisasi
Kompetensi PNS Menuju Era Globalisasi, dalam Seri Kerja Vol. II No.05 tahun 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar