Sabtu, 13 Juli 2013


Masihkah ada Negarawan di Zaman ini

Oleh : Nurul Khasanah, SE
Widyaiswara BP4D Provinsi NTT

DEFINISI NEGARAWAN
Sebelum kita menilai siapakah yang pantas disebut seorang Negarawan, mari kita melihat definisi Negarawan terlebih dahulu. Dalam Bahasa Indonesia akhiran –wan pada Negarawan bermakna seseorang yang memiliki sifat Kenegaraan, atau orang yang peduli pada Negara. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Negarawan didefinisikan  sebagai ahli dalam Kenegaraan, ahli dalam menjalankan Negara, pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan Negara dengan suatu pandangan kedepan atau mengelola masalah Negara dengan Kebijaksanaan dan Kewibawaan.


Jika merujuk pada definisi ini, maka Negarawan hanya menggunakan politik sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan Negara. Kita mengenal sosok Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Tokoh Proklamasi Kemerdekaan dengan gaya dan ciri khas kepemimpinan masing-masing. Tidak hanya mereka, orang-orang seperti Muhammad Natsir dengan pemikiran Islamnya. Jenderal Soedirman dengan kemampuan militernya, Tan Malaka yang dikenal sebagai Tokoh Pergerakan Komunis. Mereka semua memberikan Kontribusi bagi perubahan Bangsa Indonesia. Mereka dapat dikatakan sebagai Negarawan karena mereka telah meletakkan kepentingan Negara diatas kepentingan diri sendiri.

NEGARAWAN DIMASA INI.
Jika kita lihat perpolitikan di Indonesia yang hanya membicarakan siapa akan mendapatkan apa, kapan dan bagaimana caranya, bahkan semuanya hanya berkisar pada peta kekuasaan dan pembagian “kue” setelah Pemilu. Lihat saja Pilpres atau Pilkada-Pilkada yang berlangsung didaerah-daerah. Bukankah koalisi partai bisa berlangsung secara sembarangan?. Partai yang memiliki visi ke utara bisa saja berkoalisi dengan partai yang visinya keselatan? Bahkan bukankah partai-partai yang bervisi relatif sama bisa saja berada dipihak yang berseberangan? Rumus dalam politik memang hanya ada satu yaitu “kepentingan”. Dalam politik memang tak ada kawan sejati dan tak ada musuh abadi, yang abadi hanyalah kepentingan. Lantas, kalau siapa kawan dan siapa lawan saja tidak jelas apalagi yang bisa kita pegang dari seorang politikus?

Perpolitikan seperti ini sama sekali tidak berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Politik yang demikian sama sekali tidak spiritual dan hanya menempatkan para pelakunya menjadi political animal. Tidak ada yang namanya ideologi, maupun visi misi dan nilai-nilai (vision, mission, value). Kalaupun saat ini partai-partai politik atau para politikus menyatakan mereka mempunyai ideologi, visi, misi dan nilai, itu hanyalah formalitas belaka, hanya sekedar alat kelengkapan untuk tujuan kemenangan mereka.
Jika kondisi perpolitikan di Indonesia masih seperti itu, apakah pantas mereka disebut Negarawan?
Pantaslah kalau Negara ini cenderung berjalan ditempat dan tidak ada gairah untuk berlari mengejar ketertinggalan. Hanya ada sedikit panutan dan pemompa energi. Negarawan yang mampu menjadi referensi dan rujukan dimasa ini. Ataukah barangkali definisi-definisi inilah yang turut mengasingkan kata Negarawan dan memberinya sekat sehingga banyak masyarakat cenderung memilih dirinya untuk tidak disebut sebagai Negarawan.

Coba kita definisikan kembali makna Negarawan. The American Heritage Dictionary of the English Leanguage mendefinisikan apa itu negarawan. A stateman is a man who is a respected leader in a given field. Selain itu ada beberapa definisi lainnya. Georges Pompidou, mantan Presiden Perancis menyatakan bahwa Negarawan adalah politisi yang menempatkan dirinya dalam pelayanan kepada bangsa. Kukuh suharwiyono, seorang perwira TNI AD, Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan Pertahanan dan Keamanan TANDEF, mendefinisikan negarawan sebagai seseorang yang berjiwa dan berjuang demi kepentingan yang lebih besar sehingga dia selalu berfikir dan bertindak hanya untuk bangsa negaranya (14 Agustus 2008). Sedangkan menurut Dr. Andi Irawan dalam Koran Tempo 27 November 2007, kata negarawan merujuk pada sosok manusia visioner, berorientasi jangka panjang, mengutamakan kesejahteraan bersama dibanding kesejahteraan pribadi dan golongan, mampu berlaku egaliter, adil dan mengayomi semua komponen bangsa serta mampu membuktikan komitmen tersebut dalam perilaku sosial ekonomi, budaya dan politiknya. Dengan demikian secara implisit Dr. Andi Irawan menyatakan bahwa rakyatpun dapat menjadi negarawan. Pendapat ini juga sesuai dengan pandangan Indra J. Piliang. Peneliti Politik dan Perubahan Sosial CSIS Jakarta yang menginginkan rakyat diberi kesempatan menjadi negarawan (Kompas, 20 Agustus 2002). Definisi-definifi ini mengartikan negarawan dalam makna luas, hingga rakyatpun dapat menjadi negarawan. Saya cenderung memilih definisi negarawan dalam pengertian yang luas seperti ini, mencakup pemimpin dan yang dipimpin. Bagi saya seorang Presiden, Politisi, Menteri, Polisi, Teknokrat, Pekerja Sosial, Wartawan, Birokrat (termasuk PNS) bahkan rakyat sekalipun dapat menjadi negarawan. Dengan definisi yang lebih luas ini, saya bisa menempatkan Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang dicintai oleh masyarakatnya dan Mama Aleta Baun, seorang penyelamat lingkungan yang menggerakkan massa sejak 1996 hingga 2007 untuk menghentikan operasional tambang dari pengrusakan tanah hutan di gunung Mutis, Pulau Timor sebagai seorang Negarawan.

PEMURNIAN NIAT
Seorang Negarawan tidak begitu saja terlahir dengan bakat dan rasa kepedulian terhadap Negara, tapi seorang negarawan itu dibentuk melalui proses panjang hidup. Oleh karena itu, 2 pertanyaan yang tidak boleh lepas disepanjang perjalanan hidupnya yaitu why dan where (2w). Why adalah pertanyaan yang berfokus kedalam diri. Inilah pertanyaan yang terpenting yang harus ditanyakan secara terus menerus. Mengapa? Mengapa saya ingin memimpin? Mengapa saya berjuang mati-matian untuk semua ini?. Pertanyaan ini seperti sebuah alat dalam manajemen yang disebut “why 5 Times” yang artinya untuk menemukan akar dari segala masalah kita harus menanyakan mengapa sebanyak 5 kali dan jawaban atas pertanyaan mengapa yang kelima itulah biasanya jawaban kita yang sesungguhnya.

Dengan demikian motivasi dan niat kita yang terdalam akan terkuak dengan jelas, niat inilah yang sering terlupakan ditengah perjalanan. Padahal sejak 14 abad yang lalu, pemimpin besar umat islam Muhammad saw sudah mengatakan bahwa setiap tindakan itu sangat bergantung pada niatnya. Sesuai dengan perkataan ini Gay Hendricks konsultan bisnis dan guru besar Universitas Colorado dan Kate Ludemen Konsultan dan penulis buku-buku bisnis, mengemukakan masalah niat ini dalam bukunya berjudul The Corporate Mystic. Dalam buku ini mereka mengemukakan The Power of Intention. Seorang Pemimpin perlu melakukan pemurnian niat. Tanpa niat yang benar hanya berkubang dalam kesulitan. Pastinya hal yang sama perlu dimiliki oleh seorang negarawan bahkan dengan intensitas yang jauh lebih dalam.

Pertanyaan kedua yang penting bagi Negarawan adalah where, ini adalah pertanyaan mengenai visi: kemana akan menuju? Kearah mana akan berjalan bersama untuk mencapai apa yang telah dicita-citakan?. Visi menjelaskan doing the right things (melakukan hal yang benar) bukannya sekedar doing thing right (melakukan sesuatu dengan benar). Perhatian seorang negarawan adalah pada arah perjalanan negeri ini, ia tidak tertarik dengan kepentingan sesaat yang berjangka pendek yang akan menjerumuskan bangsa dan negara dalam kesulitan dan keterperosokan dimasa depan.
Dua w adalah pertanyaan terpenting dari setiap manusia. Hanya pertanyaan 2 w (why dan where) lah yang akan membawa kita menuju tataran spiritual. Tanpa kedua pertanyaan itu kita akan kehilangan hakikat kemanusiaan kita sebagai makhluk spiritual. Mengabaikan kedua pertanyaan akan menurunkan derajat kita ketingkat hewan, bahkan lebih rendah dari pada itu.

Devisit terbesar bangsa yang kaya raya ini adalah devisit negarawan. Bangsa ini begitu menantikan kehadiran sang negarawan yang bisa melintasi batas – batas pengelompokan karena pertautannya dengan ragam aliran, yang mampu menjadi jembatan penghubung antarhorizon, memiliki sikap dan kemurnian hati seorang politisi dalam memperjuangkan tujuan politik yang lebih tinggi, tidak tertarik pada tujuan sesaat yang akan menghancurkan negaranya, seseorang yang bervisi jauh kedepan dan menggunakan kekuasaan semata sebagai wahana mewujudkan cita – cita keadilan dan kesejahteraan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar