Sabtu, 13 Juli 2013


STRATEGI PENGEMBANGAN PNS BERBASIS KOMPETENSI

OLEH : ONDY CH. SIAGIAN, SE., M.Si
(WIDYAISWARA BP4D PROVINSI NTT)

LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good gavernance) serta mewujudkan pelayanan publik yang baik, efisien, efektif dan berkualitas tentunya perlu didukung adanya Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur  khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang profesional, bertanggungjawab, adil, jujur dan kompeten dalam bidangnya. Dengan kata lain, PNS dalam menjalankan tugas tentunya harus berdasarkan pada profesionalisme dan kompetensi sesuai kualifikasi bidang ilmu yang dimilikinya.


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pernah mengatakan bahwa dari 4,7 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebanyak 95% PNS tidak kompeten, dan hanya 5% memiliki kompetensi dalam pekerjaannya. Mungkin ada yang kaget dengan pernyataan tersebut seolah-olah tidak percaya apakah betul sebagian besar PNS tidak kompeten, ada juga yang biasa-biasa saja tidak memberikan komentar, dan mungkin ada yang berpendapat, kalau tidak memiliki kompetensi bagaimana bisa melaksanakan pelayanan kepada publik atau masyarakat, dan mungkin ada komentar yang radikal, apabila tidak memiliki kompetensi  lebih baik PNS ini mengundurkan diri saja.
Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bagi kalangan PNS merupakan salah satu bahan intropeksi diri untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi, karena PNS adalah berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
            Dapat dibayangkan kalau seandainya PNS ini tidak memiliki kompetensi, akan berakibat  atau berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat, misanya pelayanan menjadi lambat, bekerja asal-asalan, tidak maksimal, tidak efisien dan hasilnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan.
Sebenarnya sudah berbagai program dan kegiatan yang telah diupayakan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kompetensi PNS, seperti melakukan reformasi birokrasi, berbagai Diklat dalam jabatan, berbagai Diklat fungsional, berbagai Diklat teknis, workshop, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya, tapi mengapa PNS masih diindikasikan tidak memiliki kompetensi?.

APA ITU KOMPETENSI ?
Kita menggunakan istilah kompetensi dan kompeten. Misalnya kurikulum berbasis kompetensi, pelatihan berbasis kompetensi, manajemen kompetensi, dan sebaginya. Kalau dalam bahasa aslinya (Inggris) dikenal istilah competency, competence, dan competent yang arti satu sama lainnya relatif sangat tipis. Competency merupakan kata benda dari competence yakni kecakapan. Competence selain berarti kecakapan dan kemampuan juga berarti wewenang. Juga dapat diartikan sebagai keadaan yang sesuai, memadai, atau cocok Dalam penggunaan dua kata itu sering rancu. Sedang competent sebagai kata sifat yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.
 R. Palan dalam bukunya “Competency Management - A Practicioner’s Guide”, mengungkapkan competency (kompetensi) merupakan deskripsi mengenai perilaku sementara competence (kecakapan) sebagai deskripsi tugas atau hasil pekerjaan. Uraian singkat berikut menjelaskan apa yang dimaksud dengan kompetensi dan jenisnya.
Menurut Palan, kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer). Dengan demikian kompetensi terdiri dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini terbukti dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenai orang seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan. Bukan apa yang mungkin mereka lakukan.
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku. Sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Berdasarkan definisi tersebut maka  dapat disimpulkan bahwa tidak semua aspek-aspek pribadi dari seseorang pekerja itu merupakan kompetensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang superiorlah yang merupakan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja
Pendapat lain berkaitan dengan kompetensi PNS adalah : kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. (Suprapto,2002)
Sedangkan  menurut Prayitno  (2002) komponen-komponen kompetensi profesional, dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : (1) Kemampuan spesialis, meliputi kemampuan ketrampilan dan pengetahuan, menggunakan perkakas dan peralatan dengan sempurna, serta mengorganisasikan dan menangani masalah; (2) Kemampuan Metodik, meliputi kemampuan mengumpulkan dan menganalisis informasi, mengevalusi, orientasi tujuan kerja , bekerja secara sistematik; (3) Kemampuan Sosial, meliputi kemampuan untuk berkomunikasi, bekerja kelompok dan bekerjasama; (4) Kemampuan Individu, meliputi kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi dan kreatif.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.     Kata kompetensi, kata dasarnya kompeten, berarti cakap mampu atau terampil;
2.     Kompetensi adalah tingkat kemampuan seseorang untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab yang dimiliki dalam melaksanakan tugasnya secara efektif efisien;
3.     Kompetensi adalah tingkat kemampuan seseorang untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab yang dimiliki dalam melaksanakan tugasnya secara efektif efisien;
4.     Konsepsi kompetensi meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu :
a.   adalah kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang yang menyangkut karakteristik bakat (traits), motiv dan motivasi;
b.   adalah kemampuan teknis yang dimiliki seseorang dalam pelaksanaan tugas-tugas teknis;
c.   adalah kemampuan seseorang dalam hal manajemen, kepemimpinan dan administrasi.
5. 5 (lima) karakteristik dasar kompetensi, meliputi :
  1. Motif (motive), sesuatu yang secara terus menerus dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang yang menyebabkan adanya tindakan. Motif ini menggerakan, mengarahkan dan memiliki perilaku terhadap tindakan tertentu atau tujuan dan berbeda dari orang lain;
  2. Sifat (traits), karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi dan informasi;
  3. Konsep pribadi (self concept), perilaku, nilai dan kesan pribadi seseorang;
  4. Pengetahuan (knowledge), informasi mengenai seseorang yang memiliki bidang substansi tertentu;
  5. Keterampilan (skill), kemampuan untuk melaksanakan tugas fisik dan mental tertentu.

MENGAPA PNS HARUS MEMILIKI KOMPETENSI ?
Pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari “rule government” menjadi “good governance” atau “from government to governance”, dari sentralistik ke desentralistis, maka perlu disikapi dan diimbangi dengan PNS yang memiliki kompetensi yang memadai dan sesuai dengan tuntutan tugas.
Keberadaan PNS di era reformasi dan penyelengaraan otonomi daerah sekarang ini memiliki posisi yang sangat strategis, karena lancar tidaknya, baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, sangat tergantung kepada kompetensi yang dimiliki dan dikuasai oleh PNS. diantaranya karena tuntutan :
1.     tugas, pokok, fungsi, kewenangan dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan, yaitu memberikan pelayanan publik;
2.     pelaksanaan kepemerintahan yang baik (Good Governance);
3.     dalam upaya mengimbangi perubahan lingkungan strategis yang cepat berubah, baik itu lingkungan internal organisasi, maupun lingkungan eksternal organisasi;
4.     perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan era globalisasi yang sedang berlangsung yang tidak bisa di tolak dan dicegah lagi;
5.     serta pelaksanaan otonomi daerah.
Kompetensi PNS ini berkaitan dengan kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi kewenangan dan tanggungjawab yang diamanatkan kepadanya.
Untuk itu kualifikasi aparatur pemerintah (PNS), terutama para pemimpin dalam birokrasi publik menurut Widodo (2006), harus : berakhlak bersih dan tidak cacat moral, memiliki visi ke depan. Selanjutnya menurut Ulrich dalam Tilaar (1997), bahwa untuk menciptakan sebuah kepemimpinan publik yang unggul diperlukan empat agenda utama, yaitu : (1) menjadi rekan yang stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3) menjadi seorang pekerja ulung dan (4) menjadi seorang agent of change (agen perubahan).
Dalam upaya memenuhi kompetensi PNS, Bass (1985), berpendapat dapat diupayakan melalui kompetensi transformasi seorang pemimpin, yaitu : (1) meningkatkan kesadaran pegawai terhadap nilai dan pentingnya  tugas dan pekerjaan, (2) mengarahkan pegawai untuk fokus pada tujuan kelompok dan organisasi, bukan pada kepentingan pribadi, dan (3) mengembangkan potensi pegawai secara optimal.
Menurut Harbani Pasolong (2008), setidaknya terdapat sepuluh prinsip kepemimpinan transformasional dalam pengelolaan birokrasi pemerintahan, yakni : (1) kejelasan visi, kepemimpinan yang baik selalu mulai dengan visi yang merefleksikan tujuan bersama, dan dijelaskan kepada seluruh pegawai dengan gamlang dan sederhana, (2) kesadaran pegawai, selalu berusaha untuk meningkatkan terhadap nilai dan pentingnya tugas dan pekerjaan bagi organisasi, (3) pencapain visi, berorientasi pada pencapaian visi dengan cara menjaga dan memelihara komitmen yang telah dibangun bersama, (4) pelopr perubahan, (5) pengembangan diri, (6) pembelajaran pegawai, (7) pengembangan pegawai, (8) pengembangan kreativitas, (9) budaya kerjasama, dan (10) kondusifitas organisasi.
Dalam upaya meningkatkan kompetensi PNS khususnya para pejabat struktural, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (UU 43/199) tentang Perubahan atas UU 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dalam Pasal 17 ayat 2 mengatur pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.
Dengan demikian setiap PNS yang akan memangku jabatan struktural harus memiliki standar kompetensi jabatan sesuai Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011. Berdasarkan kamus kompetensi manajerial yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011, ada sekitar 39 (tiga puluh Sembilan) kompetensi manajerial yang harus dimiliki setiap pejabat struktural eselon, IV, III, II dan I. 
Selain pejabat struktural, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik dilaksanakan oleh pejabat fungsional yakni kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. 

STRATEGI PENGEMBANGAN KARIR PNS BERBASIS KOMPETENSI
Guna menjamin penyelenggaraan  tugas pemerintahan  dan pembangunan yang efektif dan efisien, serta mengoptimalkan  kompetensi PNS, diperlukan sistem pembinaan yang mampu memberikan kesinambungan  terjaminnya  hak dan kewajiban PNS dengan misi tiap organisasi pemerintah. Demikian juga untuk memotivasi kinerja PNS perlu disusun pola karir dan pengembangan karir yang memungkinkan potensi PNS dikembangkan secara optimal.
Pengembangan SDM aparatur (PNS) berbasis kompetensi, sangat diperlukan guna mewujudkan pemerintahan yang profesional. Kompetensi  jabatan SDM  aparatur  (PNS),  secara  umum  berarti  kemampuan dan karakteristik  yang dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku, yang  diperlukan  dalam  pelaksanaan tugas  jabatannya  (Mustopadidjaja, 2002). Kompentensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan perannnya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Disinilah kompetensi menjadi satu karakteristik yang mendasari individu atau seseorang mencapai kinerja tinggi dalam  pekerjaannya.  Karakteristik  itu  muncul  dalam  bentuk pengetahuan  (knowledge), keterampilan  (skill),  dan  perilaku (attitude) untuk  menciptakan aparatur yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi dalam melayani masyarakat yang selalu bertindak hemat, efisien, rasional, transparan, dan akuntabel.
Berangkat  dari  gambaran  di  atas,  maka  strategi  peningkatan  kompetensi  aparatur  seyogyanya tidak dilihat secara parsial tetapi holistik. Keseluruhan unsur ini perlu dikelola melalui  pembuatan  sistem,  penerapan  sistem  secara  konsisten,  dan penyempurnaan yang terus-menerus terhadap sistem yang ada, guna menghasilkan SDM  aparatur yang profesional. Strategi itu meliputi :

Pertama, Strategi Pengelolaan SDM Berbasis Kompetensi
Merupakan salah satu strategi atau pendekatan baru dalam memetakan kinerja SDM yang mengarah pada profesionalisme dengan mendasarkan pada kompetensi. Tahap pertama yang mesti dilakukan adalah menyusun direktori kompetensi serta profil kompetensi per posisi. Dalam proses ini, dirancanglah daftar jenis kompetensi – baik berupa soft dan hard competency – yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut; lengkap dengan definisi kompetensi yang rinci, serta juga indikator perilaku dan levelisasi (penjenjangan level) untuk setiap jenis kompetensi. Dalam tahap ini pula disusun semacam kebutuhan kompetensi per posisi, atau semacam daftar kompetensi apa yang dipersyaratkan untuk satu posisi tertentu, berikut dengan level minimumnya.
Tahap berikutnya merupakan tahap yang paling kritikal, yakni tahap asesmen/ penilaian kompetensi untuk setiap individu karyawan dalam organisasi itu. Tahap ini wajib dilakukan, sebab setelah kita memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per posisi, maka kita perlu mengetahui dimana level kompetensi para karyawan kita–dan dari sini juga kita bisa memahami gap antara level kompetensi yang dipersyaratkan dengan level yang dimiliki oleh karyawan saat ini.
Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan hasil level asesmen kompetensi yang telah dilakukan untuk diaplikasikan pada setiap fungsi manajemen SDM, mulai dari fungsi rekrutmen, manajemen karir, pelatihan, hingga sistem remunerasi.

Kedua, Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi
Pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu, serta sikap agar pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja (vacational)  yang dapat digunakan dengan segera. Program-program pelatihan dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki pekerja
Pelatihan berbasis kompetensi sangat diperlukan dalam pengembangan SDM aparatur (PNS), karena secara tradisi atau konvensional hanya menghasilkan peserta pelatihan memiliki “pengetahuan mengenai apa”. Sementara  pelatihan yang berbasis kompetensi memungkinkan peserta setelah selesai, tidak sekedar mengerti, akan tetapi  “dapat melakukan sesuatu” yang harus dikerjakan.
Melalui pelatihan berbasis kompetensi , pegawai  akan terbantu  di dalam mengerjakan pekerjaan yang ada, dapat meningkatkan tanggung jawab dan mengembangkan karir.  Salah satu upaya strategis  yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah  “proses belajar” yang berlanjut melalui pelatihan dan pengembangan. Dalam Paradigma Pendidikan (Proses pembelajaran) versi UNESCO (dalam Mangkuprawira, 2007) yang terbaru menekankan bahwa sasaran pendidikan diarahkan pada : ( 1) learning to know; (2) learning to do; (3)  learning to be; (4)  learning to live together. Sedangkan tujuan atau maksud utama dari program-program pelatihan yang berbasis kompetensi meliputi: (1)  Memperbaiki kinerja; (2) Meningkatkan ketrampilan; (3) Menghindari keusangan manjerial; (4) Menyolusikan masalah; (5) Orientasi karyawan baru; (6) Penyiapan Promosi; (7) memberikan kepuasan untuk kebutuhan pengembangan personal. (Carell, M,R 1995)
Sedangkan yang dimaksud dengan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Berbasis Kompetensi merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM yang berfokus pada hasil akhir (outcome). Diklat dimaksud merupakan suatu proses  yang dirancang  untuk mengembangkan  kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja  yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan.
Penerapkan diklat berbasis kompetensi. Artinya, penyelenggaraan diklat diarahkan untuk mengisi kompetensi peserta sesuai yang dipersyaratkan oleh jabatannya, sehingga PNS bersangkutan wajib mengikuti diklat yang tujuan pembelajarannya membangun kompetensi tersebut. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS bukan  diklat  yang  sekedar  membentuk  kompetensi,  tetapi  kompetensi tersebut  harus  relevan  dengan  tugas  dan  jabatannya.  Dengan  kata  lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas dan jabatan. Kebijakan  diklat  berbasis  kompetensi  diharapkan  dapat  menjadi pendorong (trigerting) dalam memberikan pelayanan yang baik. 

Ketiga,  Strategi Assesment Center
Fungsi esensial manajemen sumberdaya manusia adalah memastikan suatu organisasi mencapai tujuan  strategis dengan memiliki SDM yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi secara profesional, kompeten, dan menghasilkan kinerja yang efektif hingga superior pada jabatan dan peranan masing-masing serta berkontribusi secara optimal dalam  memajukan organisasi. Peluang untuk mencapai akan terbuka lebar apabila suatu organisasi  mengadopsi proses “assesment center” sebagai strategi MSDM . Proses ini dapat menjadi bagian integral dari program perencanaan dan pengembangan (termasuk promosi pegawai). Tujuan umumnya adalah agar oraganisasi mempunyai orang-orang yang siap menjalankan pekerjannya hingga level kompetensi tertinggi, dengan kata lain tujuan dari assesment center adalah terciptanya kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat ditawarkan organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan karyawannya.
Saat ini metode assessment center memang marak digunakan oleh berbagai organisasi. Assessment Center merupakan evaluasi perilaku dengan menggunakan suatu standar tertentu berdasarkan beberapa tools dan beberapa masukan. Metode ini menggunakan berbagai teknik assessment (multiple assessment) seperti tes, wawancara, kuesioner, maupun simulasi. Teknik assessment tersebut disusun atau dipilih guna menampilkan perilaku yang telah ditentukan dalam setiap job/role yang akan diukur.
Metode assessment center dapat dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan organisasi dalam melakukan proses evaluasi untuk keperluan rekrutmen, seleksi, pengembangan, promosi, hingga mempersiapkan jalur suksesi.
Istilah Assesment Center, digunakan untuk menyebut sebuah proses, prosedur atau metode pendekatan untuk menilai  dan mengukur kompetensi  orang. Secara praktis, assesment center dapat dipahami sebagai proses penilaian (evaluation) atau rating yang canggih dan didesain secara khusus untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya bias, sehingga peserta dalam proses ini mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengungkapkan potensi dan kompetensinya. (Prihadi, 2004)
Dewasa ini, assessment center telah diterima secara luas oleh kalangan pengembangan SDM sebagai salah satu metode untuk mengelola SDM sekaligus mengembangkan dan meningkatkan kualitasnya. Dalam aplikasinya, metode tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai sistem pengelolaan SDM, dari rekrutmen dan seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, promosi dan transfer,  fit & proper test, talent management hingga pengurangan karyawan.

KESIMPULAN
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas yang kian hari kian kompleks serta menghadapi pada persaingan global, maka dibutuhkan SDM aparatur  (PNS) yang profesional. Idealnya,  kebutuhan  tersebut  dilakukan  secara  komprehensif  mulai  dari  perencanaan, pengadaan, penempatan, pengembangan pegawai, penilaian kinerja, promosi, pendidikan dan  pelatihan,  kompensasi,  renumerasi,  terminasi  dan  penerapan  peraturan  disiplin pegawai.
Sejalan dengan  transformasi peran SDM dari professional manjadi strategik menuntut adanya pengembangan SDM berbasis kompentensi agar kontribusi kinerja SDM terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur. Mengingat program pengembangan SDM adalah program yang berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya diperlukan proses pembelajaran yang berkelanjutan agar  dapat mendukung keberhasilan peningkatan kinerja organisasi. Kompetensi merupakan salah satu unsur penentu upaya peningkatan kinerja organisasi dan penyediaan tenaga kerja yang memberikan perspektif yang lebih tajam dan spesifik terhadap pekerja dan pekerjaannya, karena kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer).
Sekalipun strategi pengembangan SDN aparatur (PNS) yang berbasis kompetensi sudah ada, dan beberapa kebijakan pemerintah untuk  pembinaan dan pengembangan karisr PNS sudah dibuat, sebagai acuan dan dasar penerapan pengembangan karir PNS berbasis kompetensi, namun pada pada kenyataannya aplikasi pada pemerintah daerah belum sepenuhnya di diterapkan.


DAFTAR PUSTAKA
Asmawi Rewansyah, 2010, Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good Governance, CV. Yusaintanas Prima, Jakarta.
Dharma, Surya dkk, 2000, Paradigma Baru  Manajemen Sumber Daya  Manusia, Yogyakarta : Amara Books.
Flippo, Edwin, 1994, Manajemen Personalia  Jilid IJakarta: Erlangga.
Handoko, T Hani, 2000, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Liberty
Joko Widodo, 2007, Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Bayumedia, Malang.
Maarif, Syamsul, 2003, Strategi Peningkatan Kompetensi Aparatur  Guna Mengantisipasi Kebutuhan Sektor Publik (Orasi Ilmiah Wisuda XXII/2003/STIA/LAN/  Bandung.
Mangkuprawira, TB, Syafri dan Aida Vitalaya Hubeis, 2007, Manajemen Mutu SumberDaya Manusia,  Bogor: Ghalia Indonesia.
Prihadi, Syaiful F, 2004, Assessment Center: Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan Kompetensi,  Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sedarmayanti, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia (Reformasi Birokrasi dan Manajemen PNS), PT. Refika Aditama, Bandung.
Suprapto, 2002, Standarisasi Kompetensi PNS Menuju Era Globalisasi,  dalam Seri Kerja Vol. II No.05  tahun 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar