Sabtu, 15 Juni 2013



Strategi Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP)

Oleh: Ondy Ch. Siagian, SE., M.Si
Widyaiswara BP4D Provinsi NTT

Pendahuluan
Pengadaan barang/jasa secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk mendapatkan barang atau jasa mulai dari kegiatan perencanaan, penentuan standar, pengembangan spesifikasi, pemilihan penyedia, negosiasi harga, manajemen kontrak, pengendalian, penyimpanan dan pelepasan barang serta fungsi-fungsi lainnya yang terkait dalam proses tersebut, untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam suatu organisasi.
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 jo Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah mengamanatkan dibentuknya suatu unit permanen, yaitu suatu Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang ada, khusus untuk melayani dan melaksanakan keseluruhan proses pengadaan barang/jasa pemerintah. 

Dalam pasal 130 ayat (1) Perpres 54/2010 diamanatkan bahwa Unit Layanan Pengadaan (ULP) wajib dibentuk paling lambat pada tahun anggaran 2014, namun dari sudut pandang kebutuhan pelayanan terhadap sistem dan aparatur pemerintahan dengan hasil akhir pelayanan terhadap masyarakat, pembentukan ULP dalam organisasi pemerintah sudah tidak dapat ditunda lagi. Pengadaan barang/jasa harus dilakukan dengan perencanaan yang berkualitas dan proses pemilihan yang sesuai dengan prinsip dan kebijakan pengadaan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh panitia adhoc yang masing-masing mempunyai tupoksi sendiri di instansinya. Dengan pembentukan ULP yang mandiri, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mempunyai kompetensi pengadaan dapat terhimpun dalam suatu unit kerja dengan tupoksi khusus dan fokus melayani pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada pemerintah, serta tidak terganggu oleh aktifitas lainnya di luar pengadaan barang/jasa.

Permasalahan Organisasi Pengadaan
Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan fungsi yang sangat penting dalam organisasi pemerintahan. Apabila pengadaan tidak diatur dengan baik akan dapat berpotensi untuk:
     Menjauhnya penyedia barang/jasa, karena tidak memiliki kesempatan cukup untuk dapat mengkuti pemilihan penyedia,
     Menghasilkan penyedia yang tidak tepat  akibat ketidaksesuaian target bidang usaha pemasok dengan struktur pasar, 
     Tingkat persaingan yang rendah akibat persyaratan spesifikasi yang tidak sesuai ,
     Sanggahan dan tuntutan akibat ketidakmampuan untuk melakukan keputusan yang benar atau keputusan yang dibuat bukan atas dasar nilai terbaik,
     Ketidakjelasan prosedur akan menyebabkan keputusan yang dapat dipengaruhi oleh kepentingan lain,  sehingga timbul pelanggaran terhadap peraturan yang dapat mengakibatkan denda, klaim dan terbuangnya waktu, uang, sumber daya, material dan akan menurunkan secara drastis motivasi guna melakukan perubahan untuk perbaikan.

Anggapan terhadap Unit Layanan Pengadaan (ULP):
1.  Pemahaman terhadap ketentuan yang berlaku mengenai pengadaan barang/jasa di kalangan pegawai dan Pejabat dilingkungan Pemerintah masih sangat rendah.
2.  SKPD menganggap apabila proses pengadaan barang/jasanya dilakukan oleh ULP maka kontrol terhadap hasil pengadaan tidak dapat dilakukan, sehingga SKPD lebih nyaman apabila proses pengadaan barang/jasanya dilakukan oleh Panitia Pengadaan di SKPD masing masing.
3.  Saat ini Panitia terdiri dari pegawai pada beberapa SKPD di lingkungan Pemerintah, mereka memiliki beban tugas secara struktural dimasing masing SKPDnya sehingga perlu kebijakan apabila Panita secara penuh bekerja pada ULP.
 
Analisis Pembentukan ULP
Perubahan selalu membawa konsekuensi ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan  yang harus dicermati adalah ketidaknyamanan yang bermuara pada  potensi masalah. Semua yang bersifat  potensi  (kemungkinan)  mengandung  unsur  ketidakpastian.  Ketidakpastian merupakan  sebuah definisi  yang umum dari risiko. Risiko  terkait  dengan  perubahan  aturan pengadaan barang/jasa adalah potensi masalah yang kemungkinan timbul pada implementasi aturan tersebut di masa yang akan datang yang akan menghambat pencapaian tujuan pengadaan barang/jasa, yaitu efisien, efektif dan ekonomis.
Terkait dengan arah perubahan  diatas ada beberapa  potensi risiko  yang  perlu  dicermati yang  ada  di  seputar  ULP terkait dengan kelembagaan :
1.    Di era Keppres 80/2003, pihak yang melaksanakan pengadaan disebut dengan panitia  pengadaan.  Panitia  ini  berkedudukan  dibawah  Pejabat  Pembuat  Komitmen (PPK)  dan  bersifat   incidental   atau   ad  hoc .  Anggota  panitia  pengadaan  merupakan PNS  yang  telah  memiliki  porsi  pekerjaan  dan  posisi/jabatan  tertentu  di  unit  kerja, baik  sebagai  staf  biasa  atau  jabatan  struktural/fungsional  tertentu.  Tugas  sebagai anggota panitia merupakan tugas tambahan. 
2.    Ditinjau dari beban kerja, maka seorang panitia pengadaan mempunyai peran ganda.  Hal  ini  sangat  potensial  terjadi   overload   beban  kerja.  Jika  demikian,  maka berlaku hukum prioritas. Menjadi sebuah keniscayaan, jika dihadapkan pada 2 (dua) hal dalam saat yang sama, orang cenderung akan mengutamakan yang lebih berimbas secara  permanen dari  pada yang   incidental. Ditinjau  dari  sisi  risiko,  posisi  panitia sangat rawan  dengan intervensi. Hal ini akan menjadi hambatan  bagi  tujuan panitia pengadaan  untuk  memperoleh  penyedia  yang  akuntabel  secara  transparan,  adil  dan tidak diskiriminatif.
3.    Perpres  54  tahun  2010  jo Perpres 70 tahun 2012 menjadi  solusi  terobosan untuk  mengatasi kerawanan  diatas.  Perpres  dimaksud menyatakan  bahwa  ULP  adalah  unit  organisasi pemerintah  yang  berfungsi  melaksanakan  Pengadaan  Barang/Jasa  di  K/L/D/I  yang bersifat  permanen,  dapat  berdiri  sendiri  atau  melekat  pada  unit  yang  sudah  ada.
K/L/D/I diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan pelayanan/ pembinaan dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah.  ULP pada K/L/D/I dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi. Dari sumber-sumber yang diperoleh penulis ditemukan alternative kelembagaan ULP yang ditawarkan kedalam 2 (dua) pilihan model ULP, yaitu : 




Dari  gambar  tersebut  tercermin  bahwa  kegiatan  pengadaan barang/jasa  dilakukan  oleh  ULP  yang kedudukannya masih berada dibawah tiap kepala unit/satker/SKPD.  ULP dengan model  seperti  ini dapat dilakukan bagi instansi pemerintah yang unit kerjanya tersebar dibanyak wilayah seperti Kementerian Luar atau juga Kemterian Keuangan, namun hal itu tidaklah efisien apabila diberlakukan bagi Pemerintah Daerah dimana keberadaan SKPD tersentral diwilayahnya saja, untuk itu cukup membangun dan memiliki 1 (Satu) ULP, disamping itu ULP model pertama mempunyai  risiko  mudah  diintervensi  oleh  pimpinan unit/satker/SKPD.  Untuk  mencegah  hal  itu,  maka  pembentukan  ULP  dapat menggunakan model yang kedua.

Model Pembentukan ULP yang Terpusat di K/L/D/I Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:


Dari gambar  tersebut tercermin  bahwa ULP  terpusat  di K/L/D/I. Kedudukannya berada  dibawah Menteri/Kepala/Gubernur/Bupati/Walikota  yang berposisi  setara  dengan  unit/satker/SKPD.  Kegiatan  pengadaan barang/jasa yang  ada  di  seluruh unit/satker/SKPD dilaksanakan oleh ULP. Jika pembentukan ULP diproyeksikan untuk permanen dan  berdiri sendiri, maka model pembentukan ULP yang kedua ini merupakan model yang  ideal.
 
KESIMPULAN
1.     Fungsi manajemen strategis ULP menjadi lebih signifikan dan lebih menguatkan prinsip pengadaan (efektif, efisien, terbuka, transparan, bersaing, adil dan akuntabel), diikuti dengan dijitalisasi proses pengadaan melalui LPSE yang memperkuat sistem manajemen pengadaan pemerintah.
2.     Disamping mempersiapkan ULP, Pemerintah juga perlu memberikan bimbingan dan pembinaan kepada para Penyedia tentang penggunaan aplikasi LPSE, karena pengguna utama dari aplikasi LPSE adalah ULP dan Penyedia Jasa, sehingga kedua belah pihak wajib memiliki kemampuan dalam mengoperasikan aplikasi pengadaan barang secara elektronik yang dikelola LPSE.
3.     Pada akhirnya dengan pelayanan pengadaan yang kredibel dari ULP dapat diperoleh proses pelaksanaan pengadaan yang sesuai dengan aturan, prinsip serta kebijakan pengadaan sehingga kebutuhan pengguna akan barang/jasa dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Barang/jasa yang sesuai dengan kebutuhan pengguna akan meningkatkan tingkat pelayanan masyarakat dan dapat memberikan perlindungan hukum untuk meminimalkan resiko bagi organisasi. Dengan pentingnya peranan dan besarnya kebutuhan akan pembentukan ULP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar