Selasa, 10 September 2013



PENINGKATAN PELAYANAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Oleh : Johny C.M.Lapuisaly, SE, MM
(Widyaiswara Muda BP4D Prov. NTT)

Persepsi masyarakat yang selama ini cenderung dijadikan sebagai objek pelayanan sehingga masyarakat dianggap yang harus melayani,perlu dihilangkan. Setiap aparat pemerintah selaku Pegawai Negeri sipil (PNS) harus mulai bersikap profesional dalam memberikan pelayanan dan menjadikan masyarakat yang harus dilayani.


PNS adalah Pemberi Pelayanan
Pelayanan itu hanya dirasakan, tidak berwujud. Norman (1991) mengetengahkan klasifikasi  pelayanan sebagai berikut:
1.      Pelayanan sifatnya tidak dapat diraba, sangat berlawanan dengan barang jadi.
2.      Pelayanan itu terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah tindak sosial.
3.      Produksi dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya, kejadiannya bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.
Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional. Selaku pelayan masyarakat, PNS harus memberikan pelayanan yang terbaik atau prima kepada penerima pelayanan tanpa pandang bulu. Jadi PNS berkewajiban memberikan pelayanan atau melayani, bukan minta dilayani.
Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (KEPMENPAN 63/2003). Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tersebut di atas bahwa hakekat dari pelayanan adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Realita menunjukkan bahwa tidak secara otomatis menyelesaikan permasalahan pelayanan publik oleh instansi pemerintah yang selama ini bercitra buruk, berbelit-belit, lamban. Hal tersebut berkaitan dengan seberapa jauh berbagai peraturan pemerintah disosialisasikan di kalangan aparatur pemerintah dan masyarakat, serta bagaimana infrastruktur pemerintahan, dana, sarana, teknologi, kompetensi sumberdaya manusia (SDM), budaya kerja organisasi disiapkan untuk menopang pelaksanaan berbagai peraturan tersebut, sehingga kinerja pelayanan publik menjadi terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya.
Sebenamya untuk berhasil melaksanakan tugas fungsinya dalam melayani masyarakat seorang PNS hanya perlu berinteraksi langsung dengan masyarakat yang dilayani karena salah satu sifat manusia adalah perasaan yang ingin dihargai dan dihormati. Pelanggan/masyarakat yang merasa dihargai akan termotivasi untuk berinteraksi dengan kita. Sikap menghargai pelanggan/masyarakat adalah sikap memanusiakan dan menempatkan diri pelanggan/masyarakat sebagai orang yang paling penting. Hal ini untuk menjaga dan memelihara kelangsungan hubungan antara instansi dengan pelanggan/masyarakat. Sehingga salah satu cara yang dapat digunakan adalah perasaan menghargai terhadap orang yang dilayani.

Pelayanan Terbaik
Pelayanan yang terbaik, disebut terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Apabila instansi pelayanan belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan disebut sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat atau mampu memuaskan pihak yang dilayani (pelanggan). Jadi pelayanan prima dalam hal ini sesuai dengan harapan pelanggan. Tentunya agar keprimaan suatu pelayanan dapat terukur, bagi instansi pemberi pelayanan yang belum memiliki standar pelayanan, maka perlu membuat standar pelayanan prima sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Secara sederhana, pelayanan terbaik biasanya disebut juga pelayanan prima, (excellent service), adalah suatu pelayanan yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain, pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan/masyarakat.
Berbeda dengan organisasi privat, pengukuran kinerja organisasi publik sulit dilakukan karena belum menemukan alat ukur kinerja yang sesuai. Kesulitan dalam
pengukuran kinerja organisasi publik sebagian muncul karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki stakeholders jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang organisasi privat. Stakeholders dari organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan satu sama lain. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga berbeda-beda. Para pejabat birokrasi, misalnya, seringkali menempatkan pencapaian target sebagai ukuran kinerja sementara masyarakat pengguna jasa lebih suka menggunakan kualitas pelayanan sebagai ukuran kinerja.
Penilaian terhadap kualitas pelayanan dilakukan pada saat pemberian pelayanan, yaitu terjadinya kontak antara pelanggan dengan petugas pemberi pelayanan (Service Contact Person). Kualitas pelayanan akan terlihat dari kesesuaian pelayanan yang diterima pelanggan degan apa yang menjadi harapan dan keinginan pelanggan tersebut.

Upaya Perbaikan Kualitas (TQM)
Total quality Management (TQM) menurut Tjiptono (1995) adalah pendekatan yang digunakan untuk menyatakan kualitas atas dasar solusi permasalah dengan menggunakan data yang akurat, dibangun atas dasar keterlibatan dan partisipasi seluruh jajaran manajemen tingkat atas sampai dengan pegawai fungsional yang melalui proses tertentu dengan fokus pada orientasi pelanggan, pengendalian kualitas dengan sistim yang dikembangkan dalam manajemen.
Lindsay (1997) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni pertama Responsivitas (responsiveness) : menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat. Kedua Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-­ketentuan yang ada dalam organisasi. Ketiga Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada seberapa benar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politik, dan oleh masyarakat.
Akhirnya penulis menyadari bahwa kinerja aparatur dalam memberikan pelayanan tergantung dari aparatur itu sendiri. Dengan demikian diharapkan selaku pemberi pelayanan publik selalu berupaya merubah paradigma senang dilayani menjadi gemar melayani.

PENUTUP/KESIMPULAN
Birokrasi sebagai wujud organisasi sektor publik tidak terlepas dari pengaruh perubahan paradigma tersebut. Produktivitas kerja yang  diberikan aparatur birokrasi (birokrat) akan sangat menentukan kelangsungan hidup birokrasinya. Ingat dan selalu ingat, Aparatur Pemerintah harus menyadari bahwa dirinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Lindsay, 1997, The Management And Control Of The Quality, United States.
SK Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik, Penyempurnaan dari KepMenpan 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.
UU No. 43/1999, tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Tjiptono, Fandi (1995), Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar