Minggu, 22 Desember 2013



PERLUNYA RASA KEBERSALAHAN
DALAM PENERAPAN DISIPLIN PNS

Oleh : Emanuel Sirade, S. Fil
Widyaiswara Pertama BP4D Provinsi NTT

Disiplin PNS dipahami sebagai kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Meskipun demikian harus diakui bahwa para PNS masih juga berlaku tidak disiplin. Prilaku tidak disipiln atau menyimpang dari ketentuan ini merusak citra PNS secara pribadi maupun birkorasi pemerintahan pada umumnya. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, PNS sering dicitrakan sebagai sosok yang kurang dalam disiplin, kurang berkompeten dan tidak profesional dan memiliki etos kerja yang rendah. Penilaian miring ini semakin “memojokan” citra PNS terlebih ketika seorang PNS terlibat dalam kasus korupsi dan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai etis dan moral.

Buruknya citra PNS menjadi keprihatinan bersama dan perlu untuk segera diperbaharui dalam kaitannya dengan tuntutan reformasi birokrasi. Tentu ada banyak faktor penyebab kurang disiplinnya PNS. Hemat penulis, salah satu akar dari persoalan dari buruknya citra PNS ini adalah tidak adanya rasa kebersalahan dalam diri PNS, ketika melanggar atau menyimpang dari aturan kedisiplinan PNS. Ada semacam paradoks dari penegakan disipilin PNS. Di satu sisi pemerintah telah menerbitkan  PP 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang bertujuan untuk mendisiplinkan PNS. Akan tetapi pada sisi yang lain penerapan disiplin PNS secara pribadi masih rendah bahkan jauh dari harapan. Kurangnya rasa kebersalahan dalam diri PNS ketika melanggar disiplin PNS memperburuk citra diri dan etos kerja PNS.
Dalam displin PNS ada sejumlah kewajiban dan larangan serta sanksi bagi PNS yang melanggar ketentuan yang ada. Dengan adanya sanksi memungkinkan setiap PNS untuk berlaku tertib sesuai kewajiban yang seharusnya ditaati dan menghindari atau tidak melakukan perbuatan yang termasuk sebagai larangan baginya. Namun demikian dalam kenyataannya sering ditemui bahwa ada PNS yang menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, terlibat dalam politik praktis dengan menjadi tim sukses dari salah satu pasangan calon kepala daerah, ada PNS yang terlibat dalam kasus korupsi, terlibat gratifikasi, perselingkuhan, malas ke kantor, keluar masuk kantor tidak sesuai waktu atau sesuka hati, meninggalkan tugas-tugas tanpa pemberitahuan kepada atasan dan tanpa pendelegasian. Berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat, sering melakukan tindakan yang menghalangi atau mempersulit pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat penerima layanan.
Potret buram prilaku PNS ini sangat menghambat pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Ada PNS yang acuh tak acuh dengan disiplin pelaksanaan tugas dan hanya merasa malu jika kesalahan atau pelanggarannya diketahui oleh pimpinan dan sesama PNS  yang lain. Jika selalu terlambat masuk kantor atau sering membolos, dianggapnya sebagai hal yang biasa dan akan merasa malu jika ditegur oleh atasannya tanpa sedikitpun  merasa bersalah. Dia akan “menganggap” dirinya melanggar aturan hanya ketika mendapat teguran dari atasan atau pimpinan lembaga atas kesalahannya tersebut.
Hal yang penting disini, bukan soal merasa malu atau mendapat teguran dari atasan sesuai prosedur pemberian sanksi sebagaimana amanat PP Nomor 53 tahun 2010 tetapi pada rasa kebersalahan dari pribadi yang melanggar aturan dimaksud. Rasa kebersalahan disini dimaksudkan sebagai kesadaran moral pribadi atas perbuatan menyimpang dari nilai-nilai atau norma yang telah dilakukan. Dalam kaitan dengan disiplin PNS, seorang PNS perlu memiliki rasa bersalah karena telah melanggar ketentuan dalam Disiplin PNS. Rasa bersalah lahir dari sebuah  kesadaran moral. Artinya sekalipun perbuatan melanggar disiplin tidak diketahui oleh atasan langsung maupun sesama PNS yang lain, namun si pelaku harus  merasa bersalah karena sadar bahwa ia tidak disipiln. Sadar akan kesalahan ini mengantarnya untuk menyesal dan merasa kurang tenang karena perbuatan yang menyimpang itu sendiri dan bukan karena dicela atau ditegur atasan. Rasa bersalah ini bukan datang dari orang lain tetapi dari dalam diri pribadi yang bersangkutan. Dalam rasa bersalah ini, sanksi bukan datang dari luar diri melainkan dari dalam, dari batin orang yang bersangkutan. Disini, hati nurani berperan penting. Jadi perlu ada kesadaran akan kesalahan yang telah dilakukan. Sadar akan kesalahan inilah yang kemudian menuntun pribadi yang bersangkutan untuk  memperbaiki kesalahan dan kembali berprilaku disiplin.
Rasa kebersalahan ini perlu dibedakan dari rasa malu. Perasaan malu hanya muncul ketika suatu perbuatan menyimpang diketahui orang lain. Karena itu pelaku penyimpangan sering menyembunyikan perbuatannya agar tidak diketahui orang. Hanya akan jadi “malapetaka” apabila pelanggaran atau penyimpangan itu diketahui orang lain sehingga pelaku kehilangan muka. Di sini bukan perbuatan menyimpang atau pelanggaran itu sendiri dianggap penting tetapi yang penting adalah penyimpangan atau pelanggaran itu tidak diketahui orang lain. Berbeda dengan rasa malu, rasa bersalah menegasikan apa yang ada dalam rasa malu.  Dalam rasa kebersalahan, sekalipun suatu penyimpangan atau pelanggaran tidak diketahui orang lain namun  pelaku merasa bersalah juga. Pelaku akan merasa bersalah dan menyesal karena perbuatannya dan bukan karena dicela atau ditegur orang lain. Rasa bersalah itu muncul dalam dirinya, dalam batin yang bersangkutan oleh karena kesadarannya sendiri bahwa ia telah berbuat salah atau menyimpang dari seharusnya; melanggar apa yang tidak patut dilanggar.
Rasa bersalah akibat pelanggaran terhadap disiplin PNS adalah bagian dari tanggung jawab moral PNS terhadap profesi yang diembannya. Sejatinya seorang PNS adalah abdi negara dan masyarakat. Sebagai tanggung jawab moral terhadap negara dan masyarakat ia wajib mematuhi disiplin dimaksud dan menjadikan nilai-nilai yang terkandung didalammnya sebagai landasan untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarkat. Dengan demikian setiap PNS wajib merasa bersalah kepada negara dan masyarakat ketika ia melanggar disiplin ke-PNS-annya.
Akhirnya disiplin PNS mengharuskan untuk ditaati secara sadar, bukan sekedar ditaati sebagai formalitas. Karena didasarkan pada kesadaran, maka ketika disiplin PNS itu dilanggar , harus muncul rasa bersalah dalam diri PNS yang bersangkutan untuk segera mengubah sikap dan prilakunya sesuai tuntutan disiplin PNS. Bukan teguran atau sanksi yang lebih penting untuk menyadarkan tetapi rasa kebersalahan dalam diri. Karena itu pembinaan sikap dan prilaku PNS untuk berdispilin harus juga diarahkan pada kesadaran akan rasa kebersalahan ini.

1 komentar: