Pemimpin Pelayan:
Teladan Paus Fransiskus bagi Pejabat Publik NTT
Oleh : Drs. Alexander B. Koroh, MPM
Widyaiswara Muda pada BP4D NTT
Konsep the servant leader (pemimpin
pelayan) adalah suatu pola hubungan pemimpin dan pengikut di mana pemimpin hadir
untuk melayani pengikutnya dengan tulus. Dalam model kepemimpinan ini, pemimpin
lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pengikutnya ketimbang
kepentingannya dan kroninya. Pemimpin peka dan tanggap terhadap setiap
persoalan public yang dihadapi pengikutnya.
Teladan Paus Fransiskus
Keputusan Paus Fransiskus untuk menolak menggunakan mobil
mewah Kepausan, dan tinggal di Istana Apolistik yang megah, adalah suatu
tindakan bijak dan mulia. Tindakan outside the box (di luar kotak
(aturan, tradisi, dan kebiasaan)) kepausaan di atas hemat penulis dilandasi
atas nilai cinta kasih yang sangat dalam terhadap sang Pencipta dan sesamanya.
Kerelaan beliau melepaskan hak-hak istimewa di atas adalah suatu tindakan luar
biasa yang layak dikagumi tidak hanya karena hal dimaksud telah mentradisi
selama beberapa decade tetapi juga menggambarkan secara sangat jelas
keberpihakkan Paus kepada sesamanya, khususnya bagi kaum miskin, terbuang, dan
terpinggirkan. Ia mau menunjukkan suatu hidup yang sederhana. Pada titik
tertentu tindakan di atas menunjukkan bahwa kewibawaan dan kemuliaan Paus bukanlah terletak pada kemewahan dan kemegahan
tetapi lebih pada suatu mutu pribadi
yang memiliki kasih, kerendahan hati, dan roh kepelayanan. Hal ini juga
memperlihatkan bahwa Paus telah makin mendekatkan diri pada sesamanya melalui
memperpendek disparitas antara singgasana Kepausan dengan relitas kehiduan
sesamanya.
Pemimpin Kita
Ranah kepemerintahan dalam lingkup NTT secara kasat mata, belum terlihat adanya pemimpin daerah (Gubernur,
Bupati/Walikota dan wakilnya) yang menampilkan hidup sederhana . Keberpihakkan
kepada warga apalagi kaum miskin, terbuang, dan termarjinalkan hanya sebatas
retorika belaka, belum menjadi kenyataan. Hemat penulis, belum ada pejabat di
daerah ini yang menolak menggunakan mobil dinasnya yang mewah (dalam konteks
NTT yang miskin) seperti Toyota Fortuner, Mistsubishi Pajero sport, Toyotah Inova, dan Honda New CRV, untuk
ditukar dengan kendaraan roda empat yang lebih murah. Contohnya, Gubernur,
Wakil Gubernur, dan Walikota Kupang dan para pejabatnya untuk kegiatan
sehari-hari dalam lingkup Kota Kupang
sebenarnya sudah cukup nyaman dengan menggunakan mobil sekelas Avanza dan Xenia,
namun ini belum terjadi. Kelihatannya para pemimpin di daerah ini masih melihat
kewibawaan dan jati diri kepemimpinannya melekat dengan kemewahan kendaraan
dinas, kemegahan rumah jabatan, dan banyaknya supir dan ajudan. Sebenarnya
tindakan para pemimpin ini berlebihan dan memalukan. Di banyak Negara, sebut
saja Australia dan New Zealand para pejabat setingkat Walikota biasanya
menyetir kendaraan dinasnya sendiri tanpa supir dan ajudan, mereka juga membawa
leptop dan perlengkapan lainnya sendiri. Para pemimpin kita pada sisi lain,
untuk memegang tas, berkas, dan kaca matanya harus dibawa oleh para ajudan,
kemudian ajudan yang harus membuka dan menutup pintu kendaraan dan pintu ruang
kerjanya. Mungkin karena sangat kurang bergerak, sebagian besar pejabat
mengalami stroke setelah tidak lagi menjabat.
Diskripsi singkat di atas, mengilustrasikan secara jelas
bahwa sebagian besar pemimpin di daerah ini belum menampilkan model
kepemimpinan “pemimpin pelayan”. Oleh karenanya, dapat dikatakan mereka belum
memiliki kepekaan dan ketanggapan yang memadai dalam menjawab permasalahan yang
dihadapi para pengikutnya. Tarik ulur pembangunan proyek Bendungan Kolhua misalnya,
juga menggambarkan pola hubungan
pemimpin dan pengikut yang belum masuk pada pola pemimpin pelayan.
Harapan Kita
Teladan Paus Fransiskus di atas, jika dapat diterapkan secara
meluas pada kalangan pemimpin daerah dan pimpinan SKPD di NTT, maka akan terdapat
penghematan dana public secara signifikan. Pola hidup yang sederhana dan mau
melayani warganya dengan sungguh tidak hanya akan meningkatkan kewibawaan
mereka di hadapan public tetapi lebih dari itu akan sangat mendorong terwujudnya
peningkatan mutu hidup inividiu dan masyarakat NTT. Karena efisiensi dana
public dimaksud dapat digunakan untuk peningkatan kuantitas dan kualitas
pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan perhubungan. Oleh karena
itu, adalah wajar apabila kita berharap bahwa ke depan Gubernur, Wakil
Gubernur, Bupati/Walikota dan pejabat public lainnya mau menolak untuk
menggunakan kendaraan dinas yang mewah dan menggantikannya dengan mobil yang
lebih murah, tinggal di rumah dinas yang
sederhana dan senantiasa menampilkan model kepemimpinan “Pemimpin Pelayan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar