PERLUNYA
RASA KEBERSALAHAN
DALAM
PENERAPAN DISIPLIN PNS
Oleh : Emanuel Sirade, S. Fil
Widyaiswara Pertama BP4D Provinsi NTT
Disiplin PNS dipahami
sebagai kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Meskipun
demikian harus diakui bahwa para PNS masih juga berlaku tidak disiplin. Prilaku
tidak disipiln atau menyimpang dari ketentuan ini merusak citra PNS secara
pribadi maupun birkorasi pemerintahan pada umumnya. Berkaitan dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, PNS sering dicitrakan sebagai sosok yang
kurang dalam disiplin, kurang berkompeten dan tidak profesional dan memiliki
etos kerja yang rendah. Penilaian miring ini semakin “memojokan” citra PNS
terlebih ketika seorang PNS terlibat dalam kasus korupsi dan perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai etis dan moral.
Buruknya citra
PNS menjadi keprihatinan bersama dan perlu untuk segera diperbaharui dalam
kaitannya dengan tuntutan reformasi birokrasi. Tentu ada banyak faktor penyebab
kurang disiplinnya PNS. Hemat penulis, salah satu akar dari persoalan dari
buruknya citra PNS ini adalah tidak adanya rasa kebersalahan dalam diri PNS,
ketika melanggar atau menyimpang dari aturan kedisiplinan PNS. Ada semacam
paradoks dari penegakan disipilin PNS. Di satu sisi pemerintah telah
menerbitkan PP 53 tahun 2010 tentang
Disiplin PNS yang bertujuan untuk mendisiplinkan PNS. Akan tetapi pada sisi
yang lain penerapan disiplin PNS secara pribadi masih rendah bahkan jauh dari
harapan. Kurangnya rasa kebersalahan dalam diri PNS ketika melanggar disiplin
PNS memperburuk citra diri dan etos kerja PNS.
Dalam displin
PNS ada sejumlah kewajiban dan larangan serta sanksi bagi PNS yang melanggar
ketentuan yang ada. Dengan adanya sanksi memungkinkan setiap PNS untuk berlaku
tertib sesuai kewajiban yang seharusnya ditaati dan menghindari atau tidak
melakukan perbuatan yang termasuk sebagai larangan baginya. Namun demikian dalam
kenyataannya sering ditemui bahwa ada PNS yang menyalahgunakan wewenang untuk
kepentingan pribadi, terlibat dalam politik praktis dengan menjadi tim sukses
dari salah satu pasangan calon kepala daerah, ada PNS yang terlibat dalam kasus
korupsi, terlibat gratifikasi, perselingkuhan, malas ke kantor, keluar masuk
kantor tidak sesuai waktu atau sesuka hati, meninggalkan tugas-tugas tanpa
pemberitahuan kepada atasan dan tanpa pendelegasian. Berkaitan dengan pemberian
pelayanan kepada masyarakat, sering melakukan tindakan yang menghalangi atau
mempersulit pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat
penerima layanan.
Potret buram
prilaku PNS ini sangat menghambat pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pemberian
pelayanan kepada masyarakat. Ada PNS yang acuh tak acuh dengan disiplin
pelaksanaan tugas dan hanya merasa malu jika kesalahan atau pelanggarannya
diketahui oleh pimpinan dan sesama PNS
yang lain. Jika selalu terlambat masuk kantor atau sering membolos, dianggapnya
sebagai hal yang biasa dan akan merasa malu jika ditegur oleh atasannya tanpa
sedikitpun merasa bersalah. Dia akan
“menganggap” dirinya melanggar aturan hanya ketika mendapat teguran dari atasan
atau pimpinan lembaga atas kesalahannya tersebut.
Hal yang penting
disini, bukan soal merasa malu atau mendapat teguran dari atasan sesuai
prosedur pemberian sanksi sebagaimana amanat PP Nomor 53 tahun 2010 tetapi pada
rasa kebersalahan dari pribadi yang melanggar aturan dimaksud. Rasa
kebersalahan disini dimaksudkan sebagai kesadaran moral pribadi atas perbuatan
menyimpang dari nilai-nilai atau norma yang telah dilakukan. Dalam kaitan
dengan disiplin PNS, seorang PNS perlu memiliki rasa bersalah karena telah
melanggar ketentuan dalam Disiplin PNS. Rasa bersalah lahir dari sebuah kesadaran moral. Artinya sekalipun perbuatan
melanggar disiplin tidak diketahui oleh atasan langsung maupun sesama PNS yang
lain, namun si pelaku harus merasa
bersalah karena sadar bahwa ia tidak disipiln. Sadar akan kesalahan ini
mengantarnya untuk menyesal dan merasa kurang tenang karena perbuatan yang
menyimpang itu sendiri dan bukan karena dicela atau ditegur atasan. Rasa
bersalah ini bukan datang dari orang lain tetapi dari dalam diri pribadi yang
bersangkutan. Dalam rasa bersalah ini, sanksi bukan datang dari luar diri
melainkan dari dalam, dari batin orang yang bersangkutan. Disini, hati nurani
berperan penting. Jadi perlu ada kesadaran akan kesalahan yang telah dilakukan.
Sadar akan kesalahan inilah yang kemudian menuntun pribadi yang bersangkutan
untuk memperbaiki kesalahan dan kembali
berprilaku disiplin.
Rasa
kebersalahan ini perlu dibedakan dari rasa malu. Perasaan malu hanya muncul
ketika suatu perbuatan menyimpang diketahui orang lain. Karena itu pelaku
penyimpangan sering menyembunyikan perbuatannya agar tidak diketahui orang.
Hanya akan jadi “malapetaka” apabila pelanggaran atau penyimpangan itu
diketahui orang lain sehingga pelaku kehilangan muka. Di sini bukan perbuatan
menyimpang atau pelanggaran itu sendiri dianggap penting tetapi yang penting adalah
penyimpangan atau pelanggaran itu tidak diketahui orang lain. Berbeda dengan
rasa malu, rasa bersalah menegasikan apa yang ada dalam rasa malu. Dalam rasa kebersalahan, sekalipun suatu
penyimpangan atau pelanggaran tidak diketahui orang lain namun pelaku merasa bersalah juga. Pelaku akan
merasa bersalah dan menyesal karena perbuatannya dan bukan karena dicela atau
ditegur orang lain. Rasa bersalah itu muncul dalam dirinya, dalam batin yang
bersangkutan oleh karena kesadarannya sendiri bahwa ia telah berbuat salah atau
menyimpang dari seharusnya; melanggar apa yang tidak patut dilanggar.
Rasa bersalah
akibat pelanggaran terhadap disiplin PNS adalah bagian dari tanggung jawab
moral PNS terhadap profesi yang diembannya. Sejatinya seorang PNS adalah abdi negara
dan masyarakat. Sebagai tanggung jawab moral terhadap negara dan masyarakat ia
wajib mematuhi disiplin dimaksud dan menjadikan nilai-nilai yang terkandung
didalammnya sebagai landasan untuk memberikan pelayanan yang prima kepada
masyarkat. Dengan demikian setiap PNS wajib merasa bersalah kepada negara dan
masyarakat ketika ia melanggar disiplin ke-PNS-annya.
Akhirnya
disiplin PNS mengharuskan untuk ditaati secara sadar, bukan sekedar ditaati
sebagai formalitas. Karena didasarkan pada kesadaran, maka ketika disiplin PNS
itu dilanggar , harus muncul rasa bersalah dalam diri PNS yang bersangkutan
untuk segera mengubah sikap dan prilakunya sesuai tuntutan disiplin PNS. Bukan
teguran atau sanksi yang lebih penting untuk menyadarkan tetapi rasa
kebersalahan dalam diri. Karena itu pembinaan sikap dan prilaku PNS untuk
berdispilin harus juga diarahkan pada kesadaran akan rasa kebersalahan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar