Oleh:
Yohanes Ali
Widyaiswara Badan Diklat Provinsi NTT
Penelitian
ini bertujuan menguji pengaruh empiris
variabel budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi terhadap
kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada
Badan Diklat Provinsi NTT. Objek penelitian adalah semua PNS pada Badan Diklat
Provinsi NTT. Alat analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif
dan regresi linear berganda.
Hasil
penelitian menunjukan secara parsial maupun simultan variabel budaya birokrasi,
perilaku kerja dan kompetensi mempunyai pengaruh yang posistif dan signifikan
terhadap kinerja PNS. Diantara ketiga variabel tersebut variabel Perilaku Kerja (X2) lebih besar 1,338 kali dari variabel Kompetensi (X3),
dan lebih besar 3,006 kali dari
variabel Budaya Birokrasi (X1), sedangkan variabel Kompetensi
(X3)
lebih besar 2,246 kali dari variabel
Budaya Birokrasi (X1).
Sumbangan nilai R2 sebesar 0,859.atau
kontribusi variabel Budaya Birokrasi, Perilaku
Kerja maupun variabel Kompetensi sebesar 85,90 %
terhadap kinerja PNS
pada Badan Diklat Provinsi NTT. Selebihnya, sekitar 14,10
% dijelaskan oleh sebab lain di luar model.
Kata Kunci:Budaya Birokrasi,
Perilaku Kerja, Kompetensi dan Kinerja PNS
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menghadapi era globalisasi di tengah
pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan setiap daerah mampu
mengurus rumah tangganya. Salah satu acuannya adalah pengelolaan Sumber Daya
Manusia (SDM)
sebagai asset menuju kemandirian. SDM menempati posisi sentral dalam pengelolaan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), maka dibutuhkan.SDM
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kompeten, berperilaku dan berkinerja baik
Badan
Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Badan Diklat Provinsi
NTT) sebagai SKPD yang mengemban fungsi koordinasi dan pelayanan teknis
administrasi bidang pendidikan dan pelatihan (Diklat) aparatur, dituntut berperan aktif, kreatif dan inovatif sebagai cerminan
kinerja pegawai, melalui peran nyata penyelenggaraan diklat.
Peran yang dievaluasi kinerjanya adalah penyelenggaraan Diklat Teknis
Fungsional, Manajemen Pemerintahan, Jabatan Struktural di Provinsi NTT, berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara RI No. 2485/K.1/PDP.10.5 tanggal
14 Desember 2012.
Kinerja secara teoritik dalam banyak literatur bukanlah variabel yang
berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi oleh variabel lain, diantaranya budaya
birokrasi, perilaku
kerja dan kompetensi (Maschab,
1991:266). Ketiga variabel saling
berkaitan dan mempengaruhi kinerja pegawai. Budaya birokrasi melahirkan tata nilai
/ norma yang dipedomani, dihayati dan
diaktualisasikan dalam perilaku kerja, sedangkan persaingan kompetensi mendorong
perilaku kerja menjadi lebih baik
Birokrasi memiliki ciri khusus, menurut pemikiran Webber yang dirangkum oleh Thoha (2002:185) dan
Sjamsuddin (1991:226), dimana dalam perkembangannya melahirkan budaya
birokrasi. Birokrasi
pada Badan Diklat Provinsi NTT menggambarkan birokrasi Webber dan melahirkan
budaya birokrasi seperti: (1) budaya patron-klien di mana eselon
pada tingkat bawah cenderung memenuhi kepentingan atasan meskipun itu adalah
kepentingan pribadi; (2) Pembagian tugas tanggung jawab telah dilakukan secara
rigit namun implentasinya kaku dan overlapping;
(3) Pemberian wewenang belum sepenuhnya mengakibatkan menunggu petunjuk atasan
dan asal bapak senang; (4) Regulasi prosedur / struktur kerja amat ketat,
bekerja atas aturan sehingga pekerjaan yang bertujuan luhur tidak dapat
dijalankan; (5) Reward yang ada
melahirkan mental santai dan malas karena tidak berdasarkan prestasi kerja; (6)
Penugasan pegawai tidak secara rasional berakibat tumbuhnya budaya like and dislike, terbentuknya kelompok
kepentingan, kelompok senior-junior; (7) Birokrasi yang impersonal dipengaruhi kepentingan pribadi melahirkan budaya patron-klien,
mental priyayi dalam bekerja. Birokrasi
seperti tersebut berciri input oriented
(berorientasi pada pendapatan) tidak sejalan dengan tuntutan reformasi
birokrasi nasional yang bericirikan outcome
oriented (berorientasi pada hasil) melalui
layanan publik.
Birokrasi dan budaya birokrasi Badan Diklat
Provinsi NTT terangkum
sebagai berikut:
Birokrasi, Fakta / Realita dan Budaya
Birokrasi
Pada Badan Diklat Provinsi NTT
Birokrasi
|
Budaya Birokrasi Badan Diklat Provinsi NTT
|
||
Ada/
Tdk
ada
|
Fakta/Realita
|
Budaya
Birokrasi
|
|
1.
Hirarki/
Struktur
|
Ada
|
Berdasarkan
Perda Provinsi NTT Nomor 12 Tahun 2013
terdapat empat tingkatan hirarki yakni:
1 orang eselon IIA (Kepala), 5
orang eselon III (Sekretaris, Kabid), 11 orang eselon IVA (Kasubag/Kasubid), 98
JFU dan JFK
|
Hirarkis Patron- Klien
|
2.
Pembagian
tugas
|
Ada
|
Terdapat
pembagian tugas yang rinci menurut Peraturan Gubernur NTT Nomor 39 Tahun 2013 dengan tupoksi
sebanyak: Eselon IIA: 5, Eselon
III: 30, Eselon IV: 75 dan
setiap staf memiliki uraian tugas tersendiri
|
Rigit, Kaku & Overlapping
|
3.
Wewenang
|
Ada
|
Bagaikan
piramida terbalik makin ke atas makin besar. Wewenang terbesar ada pada
Kepala Badan
|
Regulatif
procedural
|
4. Sistim kon-trol, regulasi
|
Ada
|
Setiap kebijakan yang diambil, program
dan kegiatan berdasarkan pada regulasi
tertentu
|
Regulatif
administrative
|
5.
Reward
sesuai syarat.
|
Ada
|
Masih kabur belum terlaksana dengan
baik. Hanya penghargaan pengabdian
pemerintah tetapi prestasi kerja tidak pernah diberikan
|
Kinerja
& etos kerja rendah.
|
6.
Rasional
|
Ada
|
Penempatan pegawai masih berdasarkan
like and dislike
|
Berserah
pada nasib belaka, prestasi rendah
|
7.
Impersonal
|
Ada
|
Masih kabur, karena norma birokrasi
dan norma pribadi bercampur aduk .
|
Patron-klien, mental priyayi
|
Sumber data: olahan teori dan fakta pada Badan
Diklat Provinsi NTT -2014
Demi mencapai reformasi birokrasi, Badan Diklat
Provinsi NTT membudayakan birokrasi reformasi pada area: (a)
Disiplin kerja PNS; (b) Keterlibatan PNS yang kompoten; (c)
Penerapan pengetahuan teknis PNS; (d) Keseimbangan peran PNS senior dan yunior dalam
kediklatan
Perilaku kerja PNS berpedoman pada budaya birokrasi.
Standar budaya birokrasi dihayati, diaplikasikan dalam pola tindak yang tampak ketika PNS terlibat dalam kegiatan kediklatan. Hasil yang
diharapkan, agar PNS mampu memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis dan mengevaluasi kerjanya sesuai bidang
tugas. Perilaku kerja PNS mencerminkan kompetensi guna melakukan tugas
/ fungsinya.
Perilaku kerja menurut Blomm (1908) dalam (Notoatmodjo,
2010:26-27) diklasifikasi atas tiga wilayah, yaitu pengetahuan
(congnitif), afektif (affective), psikomotor (psychomotor) yang diterjemahkan ke dalam cipta, rasa dan karsa. Pengetahuan adalah hasil tahu setelah individu
melihat, mendengar dan mencium yang menghasilkan pengetahuan, maka pengetahuan
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek. Jadi indikator dari variabel perilaku kerja adalah pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi kerja dari PNS.
Kompetensi sebagai peningkatan mutu PNS
untuk berkompetisi dan mendayagunakan potensi dirinya setelah memperoleh
pendidikan dan latihan. Hal ini menuntut
peran aparatur untuk meningkatkan kualitas
diri, terlihat dalam unjuk kerja nyata atau
kinerja demi tersedianya aparatur yang mampu melaksanakan tugas, fungsi jabatan. Kompetensi menurut Sagala (2009:29) adalah kemampuan melak-sanakan
sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Setiap jenis pekerjaan
memerlukan porsi yang berbeda antara pengetahuan, sikap, keterampilan. Jadi indikator
kompetensi adalah
pendidikan. pelatihan sesuai
bidang tugas
PNS
Pengaruh budaya birokrasi, perilaku
kerja dan
kompetensi terhadap kinerja PNS
di Badan Diklat
Provinsi NTT juga dapat dipahami
melalui akuntabilitas program kegiatan dan anggaran periode tahun 2009 s/d 2013.
Capaian Kinerja Kediklatan, Anggaran
Belanja dan PAD
Badan Diklat Provinsi
NTT TA. 2009 – 2013
No
|
Tahun
|
Rencana
Tahunan
|
Realisasi Tiap Tahun
|
Ratio (%)
|
|||||||||
JD
|
JO
|
ABP
(Rp)
|
PAD
(Rp.000)
|
JD
|
JO
|
ABP
(Rp)
|
PAD
(Rp.000)
|
JD
|
JO
|
ABP
|
PAD
|
||
1
|
2009
|
20
|
865
|
4.310.251.330
|
100.000.
|
11
|
830
|
2.726.997.950
|
316.840.
|
55
|
96
|
63
|
317
|
2
|
2010
|
38
|
1449
|
8.046.350.300
|
200.000.
|
7
|
1087
|
7.771.078.000
|
560.220.
|
18
|
75
|
97
|
280
|
3
|
2011
|
94
|
3529
|
2.796.335.750
|
1.000.000.
|
12
|
473
|
2.508.115.100
|
1.215.829.
|
13
|
13
|
90
|
122
|
4
|
2012
|
89
|
3342
|
8.427.054.975
|
1.432.000.
|
10
|
280
|
7.641.507.881
|
1.776.438.
|
11
|
8
|
91
|
124
|
5
|
2013
|
90
|
3383
|
7.636.804.600
|
1.432.000.
|
23
|
792
|
3.695.124.688
|
702.144.
|
26
|
23
|
48
|
49
|
Sumber: Badan Pendidikan dan PelatihanProvinsi NTT,
2014.
Keterangan: JD:Jumlah Diklat JO.:Jumlah Orang ABP:Anggaran Belanja Program PAD:Pendapatan Asli Daerah
Data tersebut menunjukan capaian
kinerja PNS
pada Badan Diklat Provinsi
NTT periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 belum efektif dan fluktuatif. Rasio target
tidak sebanding dengan rasio realisasi.
Prosentase capaian kinerja tertinggi untuk jumlah diklat terjadi pada tahun 2009 sebesar 55 %, dan
menurun hingga 11% di tahun 2012 kemudian kembali naik mencapai 26% di tahun
2013. Kinerja jumlah orang tertinggi 96%
menurun hingga 8% di tahun 2012 dan kembali naik sebesar 23% di tahun 2013. Serapan
anggaran tertinggi di atas 90% pada tahun 2010-2012 dan terendah 68% pada tahun
2009 dan 48% di tahun 2013. Kinerja penerimaan pendapatan melampaui target di tahun
2009 s/d 2012 dan menurun tidak mencapai target di tahun 2013.
Budaya
Birokrasi Badan Diklat Provinsi NTT yang dibangun demi mencapai birokrasi reformasi, nampak dalam disiplin kerja masuk dan pulang kerja, yaitu
PNS hadir jam 08’00
- pulang jam 17’00
dan menggunakan waktu kerja secara efektif. Budaya birokrasi dari segi disiplin dalam
data absensi (Juni, Juli dan Agustus) tahun 2014, menunjukan disiplin PNS meningkat
dari bulan ke bulan namun tetap saja terdapat PNS yang melanggar aturan disiplin.
Indikasi lain tentang variabel budaya birokrasi yaitu keterlibatan PNS
yang kompoten dalam penyelenggaraan diklat terlihat menurun dan didominasi pegawai yang sama, mengakibatkan
minimnya pengkaderan.
Penerapan
pengetahuan teknis dalam tupoksi dari waktu ke
waktu tidak mengalami perubahan. Fasilitator sebagai
pengajar, baik dari struktural maupun fungsional, masih menggunakan bahan
tayang maupun bahan ajar yang jarang dilakukan penyesuaian. Konsekuen-sinya realisasi tupoksi menjadi lambat dan peserta diklat dalam penyerapan bahan ajar menjadi statis. Demikian
juga terdapat peran yang tidak seimbang
dalam kegiatan diklat antara senior dan yunior. Dominasi peran mengakibatkan pola diklat
menjadi statis dan
menurunnya minat peserta diklat.
Perilaku kerja PNS pada Badan
Diklat Provinsi NTT yang terukur dari pemahaman, analisis, aplikasi,
sintesis maupun evaluasi hasil diklat secara keseluruhan
menunjukkan capaiannya bervariatif. Standart
norma kerja yang terus terpelihara dengan penghayatannya yang berbeda dalam
perilaku kerja, kemudian pribadi PNS yang bebeda tingkat kompetentensi, sifat
dan karakter mempengaruhi pola tindak setiap PNS dalam berkinerja. Perbedaan konsep dan
tindakan kerja dari aspek pemahaman, sintesis dan analisis maupun evaluasi kerja
PNS berakibat efisiensi dan efektifas perilaku kerja setiap PNS akan berbeda
pula.
Akumulasi fenomena variabel perilaku kerja PNS
pada Badan Diklat Provinsi NTT ditunjukan melalui indikasi pemahaman,
yang kurang mendukung karena kegiatan diklat masih terpaku pada pola kerja
lama. Indikasi aplikasi
nampak dari tidak ada
keinginan PNS untuk melakukan terobosan baru dalam kegiatan diklat dengan
pendekatan
yang berorientasi educatif
implementative atau berkaitan dengan tugas
pokok dan fungsi.
Indikasi analisis, terlihat dari bahan ajar yang
disajikan PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT, belum
ada upaya untuk memilah/mencari
hubungan antara komponen terkait dalam penyajian materi diklat, yang secara teknis
dilaksanakan sesuai tupoksi PNS masing-masing. Indikasi sintesis, yaitu belum
tampak formulasi
baru yang dibuat untuk mengembangkan materi
pembelajaran, agar sederhana dan mudah dipahami. Fenomena evaluasi, tampak dari kemampuan melakukan penilaian pelaksanaan
kegiatan diklat termasuk hasil kerja peserta diklat untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan kemampuan teknis PNS. Sering capaian hasil evaluasi yang
dilakukan hanya untuk memenuhi standar pelatihan dan semua peserta lulus diklat
dengan nilai tinggi, dan bertentangan dengan realita.
Variabel kompetensi kerja PNS
pada Badan Diklat Provinsi NTT, terukur dari pendidikan formal, pelatihan dan
ketrampilan teknis. Pendidikan formal terkait jenjang pendidikan yang dilalui. Pelatihan berhubungan pengalaman
karier PNS dan jenjang pelatihan. Jadi kompetensi PNS ditinjau dari tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja, dan
ketrampilan teknis. Indikasi pendidikan formal menunjukkan mayoritas PNS pada
Badan Diklat Provinsi NTT berpendidikan Sarjana: S1, S2, dan Doktoral (S3) mencapai 67,47%. Indikasi pelatihan dan pengalaman
masa kerja menunjukan lebih dominan PNS dengan masa kerja paling lama di atas 25 tahun.
Berdasarkan indikasi masa kerja, peluang Badan Diklat
Provinsi NTT untuk meningkatkan kinerja orgaisasi
semakin terbuka karena rata-rata pegawai telah cukup lama menekuni
pekerjaan yang sama. Indikasi PNS berdasarkan ketrampilan teknis, memperlihatkan jumlah
widyaiswara, analis kepegawaian, arsiparis dan pustakawan
relatif tidak sebanding dengan jumlah seluruh PNS yang
ada. Kompetensi PNS menurut LAKIP Badan Diklat Provinsi NTT Tahun 2013, bahwa secara kuantitas jumlah pegawai cukup memadai, namun dari segi
kualitas perlu upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.
Fenomena tersebut diperkuat dengan hasil pengamatan terhadap
variabel kompetensi kerja PNS pada Badan Diklat
Provinsi NTT, yang berkaitan dengan indikator pendidikan dan
pelatihan serta ketrampilan teknis terlihat bervariatif. Kondisi ini disebabkan kegiatan Diklat yang dilaksanakan selama ini hanya Diklat Jabatan Struktural, dibanding Diklat Teknis Fungsional, menyebabkan
kompetensi PNS menjadi tidak konsisten.
Terbantasnya PNS yang berkesempatan mengikuti diklat (pengelola dan penyelenggara diklat)
yakni belum semuanya mengikuti diklat management
of training (MoT), training officer corce (ToC) dan training of Facilitator (ToF). Bidang Diklat Teknis Fungsional dan Bidang Diklat Manajemen
Pemerintahan yang belum terakreditasi, minimnya mutu layanan sarana dan
prasarana kediklatan serta mutasi pegawai terdidik dan
terlatih, semuanya merupakan gambaran fenomena minimnya
kompetensi.
Bertolak dari uraian di atas maka, perlu dilakukan penelitian ilmiah untuk mengetahui potret dan pengaruh parsial maupun simultan dari variabel budaya birokrasi, perilaku kerja, dan kompetensi
terhadap variabel kinerja PNS pada Badan Diklat
Provinsi NTT
TELAAH PUSTAKA
Pengertian Kinerja
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan para
cendikiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau prestasi. Dalam kamus
Illustrated Oxford Dictionary (1998:506) kinerja diartikan sebagai “the
execution or fulfilment of a duty” (pelaksanaan atau pencapaian dari suatu
tugas), atau a person’s achievement under
test condition, etc (pencapaian hasil seseorang ketika diuji, dan
sebagainya).
Kinerja merupakan penampilan hasil kerja dari pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini diungkapkan Irianto (dalam Sutrisno, 2010:171) bahwa kinerja aparatur negara merupakan
prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Sedangkan, Miner (dalam Sutrisno, 2010:170) mengatakan bahwa kinerja adalah bagaimana seseorang dapat berfungsi dan berprilaku sesuai tugas tanggung
jawabnya.
Cornick & Tiffin (dalam Sutrisno,
2010 :
172) mengemukakan
kinerja adalah kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan dalam menjalankan
tugas: (1)
Kuantitas adalah hasil yang dicapai PNS berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan; (2) Kualitas adalah
bagaimana mutu seseorang dalam
menjalankan tugasnya, yaitu banyaknya kesalahan yang dapat dibuat, kedisiplinan dan ketepatan
hasil kerja; (3) Waktu adalah jumlah
absen yang dilakukan, keterlambatan dan lamanya masa kerja
dalam tahun yang telah dijalani. Simanjuntak (2005:1) menyatakan kinerja
adalah tingkat pencapain hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Berdasarkan berapa definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja aparatur negara adalah hasil kerja yang dicapai aparatur negara
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang dapat dinilai
dari aspek kualitas, kuantitas dan waktu kerja yang telah digunakan demi tercapainya tujuan organisasi.
Pengukuran / Penilaian Kinerja
Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai
pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran dan
strategi
agar dapat diketahui kemajuan organisasi dan meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas (Mahsun, 2009:26).
Setiap orang sebagai pekerja, termasuk PNS yang
melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas,
fungsi dan tanggung jawab harus dinilai kinerjanya. Standar pengukuran prestasi
kerja yang dikemukakan Sutrisno (2010:180) yaitu: (1) Kuantitas kerja;. (2)Kualitas kerja.; (3) Pengetahuan tentang
pekerjaan.;
(4) Pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5)
Keputusan yang diambil; (6) Perencanaan kerja; (7) Daerah
organisasi kerja.
Penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis
tentang prestasi kerja seseorang tentang kerja, termasuk potensi
pengembangannya (Wahyudi, 2002:101).
Penyebab tidak efektifnya kinerja
dapat berasal dari individu, organisasi maupun lingkungan
eksternal.
Budaya Birokrasi
Budaya berasal dari kata Sanksekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal (Koentjaraningrat, 1990:180).
Selanjutnya. ditegaskan
bahwa sarjana
lain mengupas kata budaya sebagai budi-daya
yang berarti “daya dari budi”. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta,
karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa. Budaya sebagai bagian dari daya dan budi melahirkan cipta rasa dan karsa membentuk
kepercayaan dan nilai-nilai yang membentuk sikap seseorang tercermin pada kebebasan
dalam perilaku hidup sehari-hari dalam suatu masyarakat. Budaya sebagai suatu cara hidup (a way of life) adalah warisan sosial
yang dibentuk atas pengalaman perjalanan sejarah (Abdulah, 1991: 222).
Bedasarkan pengertian budaya yang dikemukakan, maka budaya birokrasi berkaitan dengan birokrasi sebagai
lembaga yang dominan dalam kehidupan masyarakat modern, hakekatnya merupakan
pembawa nilai-nilai dan berfungsi melestarikan nilai budaya. V.O. Key (dalam Abdullah (1991), menegaskan bahwa fungsi organisasi
birokrasi, adalah membentuk nilai-nilai suatu budaya. Hal tujuan, prosedur,
upacara, pandangan dan kebiasaan birokrasi diformalisasikan oleh nilai budaya
tradisional.
Definisi birokrasi menurut Albrow dalam Abdulah (1991:225) sebagai berikut: (1) Birokrasi adalah organisasi rasional (rational organization); (2) Birokrasi adalah
ketidak efisienan organisasi (organizational
ineficiency) (3) Birokrasi adalah pemerintahan oleh para pejabat (rule by officials); (4) Birokrasi
adalah administrasi negara (public
administration); (5) Birokrasi adalah administrasi oleh para pejabat (administration by officials); (6)
Birokrasi adalah bentuk organisasi dengan ciri-ciri dan kualitas tertentu
seperti hirarki serta peraturan-peraturan; dan (7) Birokrasi adalah salah satu
ciri masyarakat modern yang mutlak (an
assential quality of modern society).
Ruanglingkup birokrasi dapat berarti organisasi rasional,
ketidak efisienan organisa-si, administrasi
negara, administrasi oleh para pejabat, bentuk organisasi dengan ciri-ciri dan
kualitas tertentu seperti hirarki serta peraturan, dan salah satu ciri
masyarakat modern yang mutlak. Kata kunci konsep budaya birokrasi, menurut Sjamasuddin (1991:243-244)
adalah penggabungan nilai tradisional dan modern, tercermin dalam perilaku
birokrasi atau aparat pemerintahan di Indonesia. Aparatur birokrasi memandang
dirinya sebagai ‘abdi negara’ dan ‘abdi masyarakat’. Namun penampilan
sehari-hari sebagai cerminan penghayatan norma kerja, menunjukkan adanya pertentangan
nilai yang harus tercermin dalam sikap aparat birokrasi.
Pengukuran Budaya Birokrasi
Faktor pembeda diantara tugas pokok
organisasi birokrasi, diantaranya model
kognitif yang menerangkan norma kerja (working norms) yang dipelihara dan dipertahankan dalam organisasi. Artinya
penampilan norma kerja ditentukan oleh kesadaran tentang nilai (model kognitif)
berdasarkan pada pengetahuan, pengalaman yang mempengaruhi struktur organisasi, prosedur dan tata aliran pekerjaan,
sikap perilaku dalam operasional serta strategi manajemen yang ditempuh dalam mencapai kebijaksanaan organisasi
(Abdulah, 1991).
Indikator budaya birokrasi dalam manajemen organisasi Badan Diklat
Provinsi NTT adalah birokrasi pemerintah yang umum dengan orientasi tugas-tugas yang lebih bersifat mengatur. Fakta ini diungkapkan oleh
Maschab (1991) bahwa budaya birokrasi Indonesia merupakan manifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap dan perilaku
yang tercermin
pada orientasi birokrasi
bagi masyarakat dan lingkungannya.
Indiktor lain budaya birokrasi akan tercermin
dari realisasi kesepakatan bersama tentang nilai-nilai bersama dalam kehidupan
organisasi dan mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan (Sondang
P. Siagian,1995). Oleh karena itu, budaya organisasi birokrasi akan menentukan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota organisasi, yaitu
tentang batas-batas normatif
perilaku anggota, sifat dan bentuk pengendalian dan pengawasan organisasi, gaya
manajerial yang dapat diterima oleh para anggota, cara kerja yang tepat, dan
sebagainya.
Perilaku Kerja
Pengertian Perilaku
Kerja
Thoha (1991:186) mengatakan
perilaku merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan
lingkungannya, dalam pengertian perilaku seseorang itu
tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan seberapa jauh
interaksi antar dirinya dengan lingkungannya. Caplan
(1999) meng-artikan perilaku
sebagai aktivitas manusia yang mencakup perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak
tampak (covert behavior) seperti
aktivitas motorik, aktivitas emosional dan kognitif, (berpidato, berdebat,
menulis, bekerja, merasa merupakan covert behavior); sehinga dapat disimpulkan
bahwa perilaku adalah aktivitas manusia baik yang tampak maupun tidak, yang
timbul karena adanya rangsangan atau tanggapan yang diterima dari
lingkungannya. Perilaku juga turut ditentukan oleh hasil interaksi antara
individu dengan masyarakat atau lingkungan terkait dengan segala kesibukan dan urusan.
Skiner (1938) dalam Thoha (1991), sebagai seorang ahli psikologi merumuskan
perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rang-sangan dari luar). Sarwono (1993), mengatakan perilaku sebagai sesuatu yang
dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu brsifat
nyata. Kemudian, Caplan (1999) mengartikan perilaku dalam dua pengertian. Pertama, perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dialami seseorang. Kedua, perilaku dalam arti sempit, adalah segala sesuatu yang
mencakup reaksi yang dapat dicermati. Perilaku seseorang terbentuk melalui proses dan
berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Rolla
May dalam Faisal
(1985 : 213)
mengatakan perilaku berhubungan dengan
aktivitas individu yang mempunyai kesadaran sebagai pusat dirinya. Setiap
individu mampu mempertahankan keinginan dan kebutuhannya. Karena itu, pandangan subjektif
individu dalam merespons lingkungannya berbeda. Perbedaan individu maupun
kelompok disebabkan oleh adanya perbedaan dalam kecenderungan
mempertahankan keunikan dan kekhasannya.
Bentuk Perilaku Kerja
Notoatmodjo (2010) mengatakan bentuk
perilaku kerja
berhubungan
dengan aktivitas makhluk hidup atau pekerja yang mempunyai rentang kegiatan yang teridiri dari kelompok:
(1) aktivitas yang dapat diamati oleh
orang lain (berjalan, bernyanyi, berbicara, bekerja, menulis); dan (2) aktivitas yang tidak dapat diamati (berpikir, berfantasi
dan bersikap).
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku adalah suatu respon /
reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar Terdapat dua jenis respons yaitu: Pertama, respondent response
(reflexive) merupakan respon individu yang muncul akibat stimulus tertentu yang disebut
eliciting stimuli menimbulkan respon yang tetap, seperti makanan yang lezat dan cahaya yang terang. Kedua,
operant response (instrumental response) atau reinforcing
stimuli yang berfungsi memperkuat respon.
Pengukuran Perilaku Kerja
Blomm
(1908) dalam Notoatmodjo (2010:26-27)
mengklasifikasi tiga wilayah perilaku, yakni
pengetahuan (congnitif), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor) yang diterjemahkan ke dalam pericipta, perirasa dan peritindak.
Jadi pengetahuan menjelaskan pola tindak untuk menentukan perilaku
kerja seseorang atau kelompok. Sementara, pola pikir lebih bersentuhan dengan
wilayah afektif, yang menjelaskan cara pikir atau yang berkaitan dengan perasaan yang akan
memperjelas perilaku kerja individu atau kelompok.
Konkritnya, indikator perilaku kerja tercermin dalam pengetahuan yang
diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman yang diperoleh. Pengetahuan merupakan hasil tahu
setelah individu melihat, mendengar, merasa, mencium yang menghasilkan
pengetahuan. . Pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Wield 1996 dalam (Notoatmodjo, 2003) menyatakan pengetahuan memiliki beberapa tingkatan:
a. Tahu (Know); diartikan sebagai reall atau memanggil memori untuk
mengingatkan kembali peristiwa yang sudah terjadi minggu lalu atau sebelumnnya, sehingga pengetahuan merupakan tingkat yang paling bawah
(Notoatmodjo, 2010:27).
b. Memahami
(Comprehension);
Memahami bukan sekedar tahu melaikan harus dapat menjelaskan dan
menginterpretasikan secara benar (Notoatmodjo, 2010:28). Kategori memahami tentu dilatari oleh
suatu bentuk pemahaman dan
dapat terjadi
pada individu atau kelompok tertentu yang
memiliki pengetahuan di bidang tugas fungsi PNS
c. Aplikasi
(Application);
adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi
yang sebenarnya (Dewi, 2010:13). Hal ini berarti aplikasi kerja mencerinkan perilalu yang kompoten atau
berpendidikan dari seorang atau kelompok yang dengan pengetahuan itu PNS mampu
mengaplikasi tugas dan fungsinya secara baik.
d. Analisis
(Analysis);
Menurut Dewi, (2010:
13) analisa adalah kemampuan untuk menyatakan materi objek dalam komponen -komponen, tetapi masih
dalam suatu struktur organisasi yang memiliki hubungan satu sama lain.
Notoatmodjo (2010;28) menjelaskan bahwa analisis
lebih cenderung tentang kemampuan
individual / kelompok
untuk memisahkan atau
mencari hubungan antar komponen dalam objek yang diketahui,
dan dapat menyusun bagan yang
mempermudah pemahaman berdasarkan pengetahuan atas objek
c. Sintesis (synthesis). Menurut Dewi.
(2010: 13) sintesis adalah kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi yang ada. Notoatmodjo (2010:28) sintesis adalah kemampuan
individu untuk meletakan objek dalam hubungan yang logis setiap komponen
pengetahuan yang dimiliki.
d. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
berkenaan dengan kemampuan individu dalam melakukan penilaian terhadap suatu
materi dengan berpedoman pada kriteria yang telah ditentukan.
Kompetensi
Pengertian Kompetensi
Scale
(1975) dalam Sutrisno (2010:202) menerangkan bahwa kompetensi berasal dari kata
“competence”, yang berarti kecakapan,
kemampuan dan wewenang. Ditegaskan lagi bahwa konsep kompetensi seperti
pendapat Spencer (1993), yaitu sesuatu yang mendasari karekteristik dari suatu
individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan. Sagala
(2009:29) menyatakan kompetensi adalah kemampuan
melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Istilah
kompetensi sangat kontekstual dan tidak universal untuk semua jenis pekerjaan. Simanjuntak (2005:10) mengatakan
kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Setiap
jenis pekerjaan memerlukan porsi yang berbeda-beda antara pengetahuan, sikap
dan keterampilannya. Gordon (1988) dalam Sutrisno (2010) mengatakan aspek kompetensi
memiliki makna:
1.
Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya
seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, bagaimana
melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam
perusahaan;
2.
Pemahaman (understanding): kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki
individu.
3.
Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu guna
melaksanakan tugas kerja yang dibebankan kepadanya.
4.
Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis
telah
menyatu dalam diri seseorang.
5.
Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka)
atau reaksi terhadap rangsangan dari luar.
6.
Minat (interest), yaitu kecenderungan dalam melakukan suatu perbuatan.
2.1.4.2 Pengukuran Kompetensi
Boulter,
and Hill (1996), mengatakan bahwa karakteristik
dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior
dalam pekerjaannya karena didasari pada: (1) Skill, adalah kemampuan untuk
melaksanakan sesuatu tugas dengan baik; (2) Knowledge,
adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk
bidang khusus, misalnya bahasa computer; (3) Social role, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang
dan ditonjolkan dalam masyarakat (ekspresi nilai-nilai diri); (4) Self- Image, adalah pandangan orang
terhadap diri sendiri, merefleksikan identitas; (5) Trait, karakteristik abadi dari seorang yang membuat orang
berperilaku; dan (6) Motive, adalah dorongan perilaku yang
secara konsisten menjadi sebab perilaku itu sendiri, misalnya dorongan
menumbuhkan rasa percaya diri dan seterusnya. Kompetensi sering
digunakan sebagai indikator dari
kinerja. Kompetensi banyak digunakan perusahaan besar dengan alasan, seperti
yang dikemukakan Ruky (2003), yaitu untuk: (1) Memperjelas standar kerja dan
harapan yang ingin dicapai; (2) Alat seleksi karyawan; (3) Memaksimalkan
produktivitas; (4) Dasar pengembangan sistem remunerasi; (5) Memudahkan
adaptasi pegawai terhadap perusahaan; (6) Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai
organisasi
Beberapa alasan
mendasar yang menerangkan pencapaian unjuk kerja
yang maksimal membutuhkan sentuhan kompetensi. McClelland dalam Usmara (2002),
bahwa kompetensi yang bersifat non akademik, seperti kemampuan menghasilkan ide
yang inovatif, manajemen skill, kecepatan mempelajari jaringan kerja yang
berhasil memprediksi prestasi atau kinerja individu dalam pekerjaan.
Dharma
(2002) dalam Sutrisno (2010: 209) menegaskan bahwa kompetensi selalu mengandung
maksud dan tujuan, yang merupakan dorongan motif atau trait yang menyebabkan tindakan untuk memperoleh suatu hasil. Sumber
Daya Manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberi yang
terbaik bagi organisasi.
Indikator kompetensi
meliputi upaya mengatasi kesenjangan antara syarat
melaksanakan suatu kerjaan teknis dengan kemampuan pengeta-huan dan ketrampilan
yang dimiliki setiap pegawai. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan serta ketrampilan. Sagala (2009) menyatakan
indikator kompetensi PNS dilandasi oleh: (1)
pendidikan dan pelatihan; serta (2) ketrampilan
yang bersifat teknis sesuai bidang tugas PNS. Diklat menjadi dasar untuk menjelaskan pengetahuan dan pemahaman seseorang, baik
individu maupun kelompok terhadap pekerjaan
maupun penyelenggaraan diklat. Sedangkan
ketrampilan menyangkut skill atau kemampuan teknis sesuai bidang tugas sebagai output
dari
hasil pelatihan yang bersifat mandiri.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pendukung tesis ini adalah:
|
|
|
|
No
|
Peneliti
|
Masalah
yang diteliti
|
Hasil Penelitian
|
1.
|
Priyatmoko
(1991)
|
Budaya
Politik dan Perilaku Birokrasi Lokal (Studi Kasus di Provinsi Daerah
Istimewah Yogyakarta).
|
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa budaya birokrasi dan perilaku birokrasi lokal sebenar
nya terdapat dilema. Dilema yang dihadapi bersumber
pada kesenjang-an yang sering ter-jadi antara keharusan politik dan
keharusan administrasi serta kesenjangan antara periori-tas pusat dan daerah. Namun, harapannya ada pada banyaknya pemuda yang
berpendidikan tinggi yang sekaligus tidak terlalu terikat oleh pengalaman
buruk politik masa lalu dan men jadi faktor yang lebih
mendinamiskan kehidupan politik pada aras lokal sesuai dengan kearifannya
untuk menjamin transparansi pengelolaan birokrasi lokal yang lebih baik.
|
2.
|
Fitriyadi (2001)
|
Pengaruh
Kompetensi Skill, Kowledge, Ability
Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Operator PD.
Bangun Banua Propinsi Kalimantan Selatan.
|
Kompetensi skill non teknis, Knowledge dan Ability mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan. Secara parsial yang paling besar
memberi pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan adalah variabel
kompetensi Knowledge.
|
3.
|
Rosidah (2004)
|
Pengaruh
kompetensi Komunikasi terhadap Kinerja karyawan.
|
Kompetensi
komunikasi mempunyai hubungan positif dengan kinerja karyawan. Apabila
kompetensi komunikasi mengalami kenaikan, maka tingkat kinerja karyawan juga
mengalami kenaikan
|
4.
|
Sahara (2010)
|
Pengaruh
Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Kompeten si terhadap Kinerja Pegawai pada
Dinas komunikasi dan Informatika Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
|
Motivasi Kerja,
Disiplin Kerja dan Kompetensi Pegawai mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Komunikasi dan Informatika
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
|
Kerangka Pemikiran
Skema kerangka pemikiran tulisan ini
adalah:
|
KINERJA PNS :
· Capaian
hasil kerja dalam kegiatan diklat.
· Minat
kepesertaan diklat
· Efisiensi
kerja atau mutu diklat.
|
KOMPETENSI :
1. Pendidikan
2. Pelatihan
|
BUDAYA
BIROKRASI:
1.
Kedisiplinan Kerja PNS
2.
Keterlibatan PNS yang kompoten dalam kegiatan diklat.
3.
Penerapan pengetahuan teknis dalam
diklat sesuai tupoksi.
4.
Keseimbangan peran antara senioritas
dan yunioritas.
|
PERILAKU KERJA:
1. Pemahaman
2. Aplikasi
3. Analisis
4. Sintesis
5.
Evaluasi
|
|
Budaya birokrasi adalah manifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap dan perilaku yang tercermin pada orientasi birokrasi terhadap masyarakat dan lingkungan (Abdulah, 1991:247). Jadi indikator budaya birokrasi merupakan
variabel yang mengatur hasil kerja, dan bagaimana cara
mencapai prestasi kerja yang efisien
& efektif.
Perilaku
kerja berpengaruh terhadap kinerja PNS seperti pandangan Blomm
(1908) dalam (Notoatmodjo,
2010:26-27) membagi
perilaku ke dalam
tiga wilayah,
yaitu pengetahuan (congnitif), afektif (affective)
dan psikomotor (psychomotor) yang
diterjemahkan ke dalam cipta (kongnitif), rasa (afektif) dan karsa (psikomotor)
atau pericipta, perirasa dan peritindak. Intinya,
indikator yang diangkat
tentang objek kajian
ini,
adalah pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi dari kinerja PNS dalam
pekerjaan kediklatan.
Variabel berikut adalah kompetensi kerja. Sagala (2009:29) mengatakan
kompetensi lebih menjelaskan kemampuan PNS melaksanakan suatu
jenis pekerjaan tertentu setelah memperoleh
pendidikan dan latihan. Jadi pendidikan dan pelatihan sesuai bidang tugas PNS adalah indikator kompetensi kajian ini,
METODE
PENELITIAN
Populasi dan
Sampel
PNS Badan Diklat Provinsi NTT sebanyak 115 orang adalah populasi.
Teknik penarikan sampel adalah Random Sampling
dengan jumlah sampel 89 orang ditetapkan menurut rumus Slovin
Identifikasi,
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Identifikasi,
Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dapat dijelaskan pada Tabel berikut
ini.
Identifikasi,
Definisi Operasional, Pengukuran Variabel
No
|
Variabel
|
Indikator
|
Sub
Indikator
|
Item
|
Skala
|
1
|
Kinerja
PNS
|
a.
Capaian hasil kerja kegiatan diklat
|
Kuantitas kerja yang efektif atau memenuhi target
|
1-3
|
Likert
|
b.
Minat kepesertaan diklat
|
Kemampuan PNS mensosialisasikan diri.dan
organisasi
|
4-5
|
|||
c.
Efisiensi atau mutu diklat.
|
·
Hasil penilaian terhadap hasil
diklat yaitu: Pratest
dan Postest
|
6-8
|
|||
2.
|
Budaya Birokrasi
|
a.
Kedisiplinan kerja PNS
|
-
Datang tepat waktu (pukul 08’00 wita)
-
Pulang tepat waktu (pukul 17’00 wita)
|
9-10
|
Likert
|
b.
Keterlibatan PNS yang kompoten
|
-
Keterlibatan PNS dalam Kepanitian
Diklat.
-
Keterlibatan PNS Sebagai Tutorial.
-
Keterlibatan PNS mensosialisasikan
Badan Diklat.
|
11-13
|
|||
c.
Penerapan pengetahuan teknis
|
-
Muatan teori 30%
-
Mendemonstrasikan unjuk kerja kegiatan
diklat 70%
|
14-15
|
|||
d.
Keseimbangan peran senioritas dan
yunioritas
|
-
Peran senior jangan dominan dalam
diklat
-
Yunioritas diberi ruang untuk
berekpresi.
|
16-17
|
|||
3.
|
Perilaku Kerja
|
a.
Pemahaman
|
Kemampuan PNS. memahami tupoksi dalam kediklatan
|
18-19
|
Likert
|
b.
Aplikasi kerja
|
Simulasi kerja selama diklat.
|
20-21
|
|||
c.
Analisis kerja
|
Mampu memilah atau
mencari hubungan antar komponen terkait dalam
penyajian materi diklat.
|
22-23
|
|||
d.
Sintesis kerja
|
Mampu menyusun formulasi baru dari formulasi
yang ada.
|
24-25
|
|||
e.
Evaluasi kerja
|
Mampu melakukan penilaian terhadap kemampuan peserta diklat, hasil kerja
|
26-27
|
|||
4.
|
Kompe-
tensi
|
a. Pendidikan
|
-
Diploma, S1, S2
|
28-29
|
Likert
|
b. Pelatihan
|
-
Ketrampilan Khusus (ToT, ToC, ToF)
|
30-32
|
Pemahaman yang sama atas definisi operasional variabel
penelitian dari tabel tersebut dapat dirincikan sebagai berikut:
1.
Kinerja PNS merupakan
capaian hasil kerja PNS pada Badan Diklat Provinsi
NTT,
yang tampak dari demonstrasi atau unjuk kerja dalam kegiatan diklat, baik dari jumlah diklat, jumlah perserta diklat dan mutu diklat yang diselenggarakan,
sehingga secara
kuantitas dan kualitas dapat mewujudkan SDM PNS yang profesional paskah diklat.
Indikator
Kinerja PNS diukur dari aspek:
a.
Capaian hasil kerja kegiatan diklat, yaitu:
kemampuan penyelenggaraan diklat dengan
hasil kerja maksimal.
b.
Minat kepesertaan diklat, yaitu tujuan
memperkenalkan
dan mensosialisasi manfaat kegiatan diklat, agar dapat menarik minat peserta
dalam mengikuti diklat yang
diselanggarakan.
c.
Efisiensi kerja atau mutu diklat, adalah
capaian hasil kerja dilihat dari mutu diklat yang terukur
dari materi yang disajikan dan daya serap PNS selama mengikuti diklat yang diperoleh dari hasil penilaian atau
evaluasi.
2.
Budaya Birokrasi,
adalah manifestasi
sistem kepercayaan atau nilai-nilai yang
dihayati, dari warisan tradisi atau kebiasaan (lokal) yang diberlakukan
sebagai norma kerja PNS Badan Diklat Provinsi NTT.
Indikator
dan pengukurannya meliputi:
a.
Disiplin kerja PNS, adalah
ketetapan
waktu
masuk dan pulang kantor bagi PNS setiap hari kerja sesuai kesepakatan yang
telah dibuat bersama sebelumnya.
b.
Keterlibatan PNS yang kompoten dalam
kegiatan diklat, adalah proses melibatkan PNS sedemikian rupa agar semua pihak
yang kompeten dengan kegiatan diklat dapat mengambil peran secara merata.
c.
Penerapan pengetahuan teknis dalam
diklat sesuai tupoksi, adalah orientasi kegiatan diklat yang megarah pada
implementasi kerja nyata, agar peserta diklat memahami cara kerja paska diklat.
d.
Keseimbangan peran antara senioritas dan
yunioritas, adalah kesepakatan memberi ruang yang sama untuk bekerja secara
profesional, bagi senior dan yunior untuk mendapat hasil kerja diklat yang terbaik.
3.
Perilaku Kerja, adalah pola tindak PNS
Badan
Diklat Provinsi NTT, sebagai penyelenggara
atau pendidik yang terukur dari pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi penyelenggaraan Diklat.
Indikator Perilaku Kerja ddiukur
dari aspek:
a.
Pemahaman, adalah kemampuan PNS terhadap tugas pokok dan fungsinya, serta muatan materi agar persiapan dan pelaksanaan kegiatan diklat mudah dicapai dan dipahami oleh peserta sesuai jenis dan tingkatan diklat.
b.
Aplikasi kerja adalah kemampuan PNS
mengaplikasikan materi yang dipelajari dan terukur melalui
simulasi kerja selama berlangsungnya kegiatan diklat.
c.
Analisis kerja, adalah kemampuan PNS memilah atau mencari hubungan antar komponen
yang terkait dalam penyajian materi diklat agar pelaksanaan
tugas secara teknis dilaksanakan PNS sesuai
dengan tupoksinya.
d.
Sintesis kerja, adalah kemampuan PNS untuk menyusun formulasi baru, guna
mengembangkan materi pembelajaran, yang sederhana dan mudah dipahami.
e.
Evaluasi kerja, adalah kemampuan PNS melakukan penilaian
terhadap model kerja yang ditampilkan guna mengukur sejauh
mana pemahaman dan kemampuan teknis PNS
4.
Kompetensi kerja, adalah kemampuan PNS
mendayagunakan
potensi dirinya setelah mendapat diklat maupun
ketrampilan yang bersifat teknis, kemudian diimplementasikan
pada kegiatan diklat.
a.
Pendidikan, adalah latar belakang pendidikan formal dari
PNS yang dipersiapkan dan memenuhi standar kompetensi
dasar
tugas kediklatan.
b.
Pelatihan, adalah kemampuan teknis PNS sebagai pihak
penyelenggara diklat di dalam melakukan kegiatan proses belajar mengajar kepada
para peserta diklat sesuai spesifikasi dan tupoksinya
Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian ini berupa daftar kuesioner yang terangkum dalam
pertanyaan-pertanyaan. Item skala penelitian disusun berdasarkan skala likert
atas pernyataan dengan scoring 5,4,3,2,1 atau: Sangat Setuju, Setuju, Netral,
Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju.
Metode Pengumpulan Data
Jenis
data variabel budaya kerja, perilaku
kerja, kompetensi dan kinerja PNS dihimpun menurut
sifatnya yakni data kuantitatif dan data kualitatif. Sedangkan data menurut
sumbernya terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner, wawancara, dan dokumentasi
Uji Validitas dan Reliabilitas
pernyataan
tersebut dapat melakukan fungsinya Uji validitas dilakukan untuk mengetahui
sampai sejauh mana kuesioner yang disebarkan dapat menjaring data atau
informasi yang dibutuhkan menggunakan teknik korelasi product moment model Pearson’s dengan ketentuan: Jika p value
lebih besar dari Ī¬ = 0,01, atau 0,05 berarti pernyataan-pernyataan responden
dalam kuesioner tersebut, adalah valid, atau data.
Uji
reliabilitas dilakukan guna mengukur
sejauh mana
kuesioner yang diajukan dapat
memberi hasil
yang sama, jika dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama pada
waktu yang berlainan. Uji reliabilitas
dilakukan dengan melihat koefisien Alpha
Cronbach dengan ketentuan apabila interval alpha cronbachnya lebih dari 0,60, maka pertanyaan reliable (Riduwan , 2004).
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis
Deskriptif adalah analisis capaian indikator, yang berdasarkan jumlah jawaban responden untuk masing
masing item pernyataan lalu dibagi skor ideal dan dikalikan dengan 100%. Rumusnya adalah:
Ę© JR
SI
Hasilnya dikategorikan
sesuai pembobotan,
sebagaimana pendapat Riduwan (2004):0 - 20% = Sengat Tidak Setuju, 21 – 40 % =
Tidak
Setuju, 41– 60 % = Netral, 61 – 80
% = Setuju, 81 – 100 % = Sangat Setuju.
Anlaisis
Inferensial
Teknik
Analisis Regresi Linear Berganda
Y= bo
+ biXi
+ b2X2 + b3X3+ Šµ
|
Dimana:
Y= Kinerja PNS
b
= Koefisien regresi variabel independent
bo/Ī± = Konstanta
X1 =
Budaya Birokrasi
X2 =
Perilaku Kerja
X3 = Kompetensi Kerja
e =
Sisa residual (error)
Uji Asumsi Klasik
Pendugaan atau estimasi koefisien regresi berganda harus
memenuhi beberapa asumsu dengan melakukan tiga uji asumsi klasik yaitu: (1)
Tidak ada multikolinearitas diantara variabel bebas (tolerance <
0,10 atau sama dengan VIF > 10 (Ghozali
2009:28); .(2) Sebaran data harus normal (p < Ī±); dan (3) Speifikasi model
persamaan benar; (4) Tidak ada herokedastisitas.
Pengujian Hipotesis
Uji Hipotesis Secara Simultan ( Uji F)
Pengujian
ini untuk mengetahui apakah semua variabel independent secara bersamaan
mempengaruhi variabel kinerja PNS. Pengujian dilakukan dengan cara
membandingkan nilai kritis F dengan nilai Ftest (Fratio) dari
analysis of variances yang mencakup:
a. Merumuskan
hipotesis
Ho:Ī²i
═ 0 dan Ho : Satu
Ī²i Fo.
b. Menentukan
tingkat signifikan
Harapan tingkat
signifikansi adalah Ī±═5 %
atau confidence interval sebesar 95% dan
dengan degree of freedom (k-1) dan
(n-k), dimana n adalah jumlah observasi dan k merupakan variabel regresor.
c. Menghitung
nilai Fhitung
Nilai F hitung
menggunakan rumus:
R² / (k-1)
(1R²)/ (n-k)
|
Dimana : i adalah 1,2,3, …..,m
d. Membandingkan
Fhitung dengan FTabel
Ketentuannya
adalah sebagai berikut:
Jika P > Ī±, berarti secara simultan Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, Kompetensi berpengaruh tidak signifikan terhadap Kinerja PNS;
dan jika P < Ī±, berarti secara simultan variabel Budaya Kerja, Perilaku Kerja dan Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS.
Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Pengujian
ini untuk memastikan variabel
independent secara parsial mempengaruhi variabel dependent, dan dilakukan
dengan membandingkan nilai kritis dengan
nilai ttest (tratio) pada Tabel Analysis of Variance.dengan tahapan:
a.
Merumuskan hipotesis
Ho : Ī²i
= 0
dan Ho : Ī²i ≠ 0
b.
Merumuskan nilai thitung
Tingkat signifikan yang diharapkan
adalah Ī±═1 hingga 10 % dengan degree of
freedom atau df (n-k-1), dimana k merupakan jumlah variabel independent
atau variabel regresor.
c.
Menghitung nilai thitung dengan rumus:
bi
Sbi
|
d.
Membandingkan nilai thitung dengan tTabel
dengan ketentuan:
Jika P > Ī±,
berarti secara parsial variabel
Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, dan Kompetensi berpengaruh tidak signifikan terhadap Kinerja PNS; Jika P <
Ī±, berarti secara parsial Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, dan Kompetensi berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja PNS.
Koefisien
Determinan (R2)
Koefisien
determinasi (R2) merupakan koefisien pengukur kontribusi dari
variabel bebas terhadap perubahan variabel Kinerja PNS
kalau variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, Kompetensi
berubah. Koefisien ini dihitung dengan rumus (Sugiyono,2008: 224)
HASIL PEMBAHASAN
Karakteristik
Responden
PNS pada Badan
Diklat Provinsi NTT berjumlah 115 orang.
Berdasarkan pangkat/gol. terdapat 31 orang (gol II), 84 orang (gol.III dan IV). Umumnya 78 %
pegawai berpendidikan S1,S2, S3 dan sisanya berpendidikan menengah dan diploma.
Masa kerja 1-15 tahun: 54 orang dan 16 -24 tahun 61 orang
Uji
Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Salah satu syarat
menggunakan analisis regresi, apabila
data-data yang dianalisis harus menyebar secara normal atau mendekati normal
dibuktikan dengan sebaran data dan grafik Histogram maupun normal P-Plot. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa Grafik Histogram maupun Grafik Normal P-Plot, data-data umumnya menyebar
secara normal. Ini bukti data-data hasil analisis regresi dapat dibenarkan dan dapat digunakan untuk memperdiksi nilai variabel terikat, jika terjadi perubahan variabel bebas dalam penelitian ini.
Uji Multikolinearitas
Hasil uji multikolinearitas) dengan menggunakan Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF),
menunjukkan bahwa setiap variabel independen
menjadi variabel dependen dan diregresikan dengan variabel independen
lainnya. Nilai cutoff yang umum
dipakai untuk menunjukkan ada multikolinearitas adalah tolerance < 0,10 atau
sama dengan VIF > 10. Hasil uji diperoleh nilai tolerance berkisar antara
0,521 sampai dengan 0,576
dan nilai VIF berkisar 1,737 sampai dengan 1,920.
Jadi terbukti tidak ada multikolinearitas yang serius.
Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji yang terlihat pada grafik Scatterplot, dapat diambil keputusan
bahwa tidak ada pola yang jelas seperti titik menyebar di atas dan di bawah
angkah 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dengan kata lain, asumsi heterokedasitisitas tidak diterima, karena (a) pada
gambar pertama titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, (b) pada gambar
kedua titik-titik menyebar tidak menunjukkan pola tertentu.
Analisis
Regresi Linear Berganda
Model analisis regresi linear berganda dalam
penelitian ini, bertujuan menguji pengaruh variabel Budaya Birokrasi (X1), Perilaku Kerja
(X2), Kompetensi (X3) terhadap Kinerja PNS
(Y) pada Badan Diklat NTT.
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan persamaan linear sebagai
berikut:
Y = 0,158 X1
+ 0,475 X2 + 0,355 X3.
Nilai koefisien regresi variabel Perilaku Kerja (X2) lebih
dominan 1,338 kali dari variabel Kompetensi (X3),
dan lebih besar 3,006 kali dari
variabel Budaya Birokrasi (X1), sedangkan variabel Kompetensi
(X3)
lebih besar 2,246 kali dari variabel
Budaya Birokrasi (X1). Hal
ini membuktikan bahwa pemahaman PNS terhadap muatan materi
diklat, serta kemampuan mengaplikasikan, memilah komponen materi diklat, menyusun formulasi materi, pengembangan pembelajaran, evaluasi hasil kerja lebih
berpengaruh, dibanding kepatuhan terhadap budaya biroktasi dan latar pendidikan formal maupun tingkatan pelatihan teknis dalam peningkatan kinerja PNS (Y) pada Badan Diklat Provinsi NTT. Sebaliknya, penurunan indikasi perilaku kerja, akan diikuti
menurunnya kinerja.
Akumulasi
dari nilai koefisien regresi ketiga variabel, baik Budaya Birokrasi (X1),
Perilaku Kerja (X2), dan Kompetansi (X3) tersebut,
setidaknya telah membuktikan bahwa perilaku kerja menempati posisi sentral
dalam mempengaruhi kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT. Perilaku kerja merupakan implementasi nyata dari kemampuan PNS falam
hal pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi
kerja. Sementara, budaya birokrasi dan kompetensi merupakan bagian integral
dari perilaku kerja untuk meningkatkan capaian kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT.
Pengujian
Hipotesis
Uji Simultan (Uji F)
Hasil pengujian hipotesis kedua
(H2) menegaskan bahwa variabel budaya birokrasi, perilaku kerja
dan kompetensi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja PNS.
Hasil pengolahan
regresi berganda adalah bahwa nilai Fhitung = 79,679.
Besarnya nilai FTabel dengan
Ī± = 0,05 dan dk pembilang k = 2 serta dk
penyebut = n-k-1 = 87 diperoleh nilai 3,65.
Berarti Fhitung 79,679
> FTabel = 3,65
yang berarti variabel Budaya Birokrasi (X1), Perilaku
Kerja (X2), dan Kompetensi (X3)
secara simultan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel Kinerja PNS (Y).
Hasil pengujian terhadap uji
simultan ANOVAtable dengan
nilai Fhitung sebesar 79,679
dengan probabilitas atau tingkat signifikansi 0,000.
Jadi nilai probabilitas lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05, maka variabel
Budaya Birokrasi, Perilaku
Kerja dan Kompetensi pada Badan Diklat
Provinsi NTT, secara simultan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap variabel Kinerja PNS
sehingga H2 diterima.
Uji Parsial (Uji t)
1. Uji
Parsial Variabel Budaya Birokrasi
Terhadap Kinerja PNS.
Hasil uji statistik variabel Budaya Birokrasi (X1) menunjukkan nilai thitung
sebesar 2,133 dengan nilai singnifikan sebesar 0,036.
karena nilai signifikan (0,036) lebih kecil
dari tingkat alfa yang digunakan 0,05 (5%) maka keputusannya menerima hipotesis
alternatif (Ha) dan menolak hipotesis Nol (H0).
Artinya, secara parsial variabel Budaya Birokrasi (X1) berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja PNS
2. Uji
Parsial Variabel Perilaku Kerja Terhadap
Kinerja PNS
Hasil uji statistik variabel perilaku kerja (X2) menunjukan nilai thitung
sebesar 6,175
dengan nilai singnifikan sebesar 0,000.
Karena nilai signifikan (0,000) lebih kecil
dari tingkat alfa yang digunakan 0,05 (5%) maka keputusannya menerima hipotesis
alternatif (Ha) dan menolak hipotesis Nol (H0).
Artinya, secara parsial variabel Perilaku
Kerja (X2) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS
3. Uji
Parsial Variabel Kompetensi Terhadap Kinerja
PNS
Hasil uji statistik variabel kompetensi
(X3) menunjukkan nilai thitung sebesar 4,854 dengan
nilai singnifikan sebesar 0,000. Karena nilai
signifikan (0,000) lebih kecil dari tingkat alfa yang
digunakan 0,05 (5%) maka keputusannya menerima hipotesis alternatif (Ha)
dan menolak hipotesis Nol (H0).
Artinya, secara parsial variabel Kompetensi
(X3) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS
Koefisien
Determinasi (R2)
Berdasarkan output
Model Summary nilai R2 sebesar 0,859. Nilai
ini menunjukan bahwa, 85,90 % variabel Kinerja PNS
dijelaskan oleh variasi ketiga variabel independent, yaitu
variabel Budaya Birokrasi, Perilaku
Kerja dan Kompetensi. Selebihnya, 14,10
% dijelaskan oleh sebab lain di luar model
Pembahasan
Hasil Penelitian
Ulasan hasil penelitian, baik deskriptif analisis dan analisis statistik infrensial, menunjukkan adanya
keterkaitan dengan teori-teori yang digunakan dalam konteks
penelitian ini, maupun terhadap hasil penelitian terdahulu. Hal
ini dapat menjadi pembanding bahwa
budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi adalah
variabel independen yang berpengaruh secara simultan atau parsial terhadap variabel kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT.
Pengaruh Budaya Birokrasi Terhadap Kinerja PNS
Hasil analisis terhadap
variabel Budaya Birokrasi yang terukur dari disiplin kerja
PNS; keterlibatan PNS yang kompoten dalam kerja; penerapan pengetahuan teknis
PNS; yang kompeten. keseimbangan peran antara PNS senior dan yunior, semuanya memperlihatkan pengaruh yang positif terhadap variabel kinerja
PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT. Kondisi ini diperkuat
dengan hasil analisis deskriptif yang
memperlihatkan total skor jawaban responden sebesar 2409, skor
ideal sebesar 4005, dan
capaian indikator sebesar 60,10 % atau dikategori cukup baik. Sementara, hasil
uji statistik inferensial terhadap variabel Budaya Birokrasi juga menunjukkan
bahwa nilai thitung sebesar 2,133,
dengan nilai singnifikan sebesar 0,036. Dengan
demikian, kekuatan pengaruh budaya birokrasi terhadap kinerja PNS di Badan Diklat
Provinsi NTT, adalah positif dan signifikan yang terindikasi dari kedisiplinan
kerja PNS, keterlibatan PNS yang kompeten dalam kediklatan, terbangkitnya PNS yang
kompeten menerapkan pengetahuan teknis dalam kegiatan diklat
maupun terjadinya keseimbangan peran senioritas dan yunioritas
dalam
penyelenggaraan diklat.
Akumulasi
indikator variabel budaya birokrasi tersebut, mencerminkan konsensus terhadap
norma kerja atau tata nilai yang harus dihayati dan diimplementasikan dalam
pelaksanaan tugas secara terstruktur sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang
diemban. Kedisiplinan yang terukur dari
kepatuhan PNS terhadap jam kerja, penghargaan PNS terhadap waktu, kerja
sehingga dapat menyelesaikan beban tugas tepat waktu dan
tepat sasaran atau bahkan melampaui target dengan prestasi kerja yang tinggi.
Demikian juga halnya dengan keterlibatan PNS yang kompeten, berkaitan erat
dengan penerapan pengetahuan teknis. Kedua hal ini merupakan gambaran dari
loyalitas PNS terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai PNS di bidang kediklatan. Terakhir adalah indikator pembagian peran yang layak
antara senioritas dan yunioritas, tujuannya untuk melanggengkan kaderisasi di
bidang kediklatan. PNS yunior diberi ruang
untuk berperan merupakan harapan baru untuk menggantikan posisi PNS senior
karena mutasi atau pensiun.
Fakta
tersebut juga diungkapkan oleh Maschab
(1991:247) bahwa budaya birokrasi Indonesia merupakan menifestasi sistem
kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap dan perilaku yang tercermin pada
orientasi birokrasi terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Intinya, penghayatan terhadap nilai-nilai yang telah terbangun dalam suatu
konsensus organisasi, akan mencerminkan budaya birokrasi apabila norma kerja
itu tumbuh dalam lingkup birokrasi, termasuk Badan Diklat Provinsi NTT Tata nilai atau norma kerja
biasanya dilandasi oleh warisan budaya yang telah ada sebelumnya, meskipun
berlaku tidak secara langsung. Namun yang pasti budaya birokrasi hampir
dipastikan tumbuh dan berkembang secara gradual dalam diri setiap individu PNS.
Hal ini juga akan mencerminkan sikap dan perilaku PNS, dalam mewujudkan hasil
kerja yang maksimal guna terwujudnya tujuan organisasi, termasuk pencapaian
target kediklatan yang optimal di lingkup birokrasi yang diselenggarakan Badan
Diklat Provinsi NTT sesuai kewenangan yang diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku.
Hasil penelitian ini hampir mirip dengan penelitian dari Priyatmoko
(1991), bahwa harapan terbesar dari pengelolaan birokrasi itu ada pada
banyaknya pemuda yang berpendidikan tinggi, atau yang lebih rasional untuk
menjamin transparansi pengelolaan birokrasi lokal yang lebih baik. Indikasi
konkritnya, melalui penghayatan tata nilai seperti kedisiplinan kerja, keterlibatan
langsung, penerapan pengetahuan teknis untuk meningkatkan kinerja PNS
yang lebih transparan dan akuntabel
Pengaruh Perilaku Kerja Terhadap Kinerja
Perilaku
kerja dan kinerja adalah dua variabel yang saling mempengaruhi. Perilaku
mencerminkan hampir segala sesuatu yang dialami, atau sebaliknya perilaku
menerangkan suatu reaksi yang dapat diamati. Sementara, kinerja lebih
memperlihatkan unjuk kerja atau demonstrasi kerja yang dapat dinilai dan diukur.
Jadi antara perilaku kerja dan kinerja sama-sama memperlihatkan aksi dan reaksi dari suatu perbuatan yang dapat dilihat
dan diukur.
Hasil analisis membuktikan variabel perilaku kerja (X2) mempunyai
pengaruh yang positif terhadap kinerja PNS (Y) pada Badan Diklat
Provinsi NTT. Hal ini terlihat dari total skor
jawaban responden sebesar 2598 dengan
skor ideal sebesar 4450, dan capaian indikator sebesar 58,40%, atau
dikategorikan cukup baik. Sedangkan, hasil analisis statistik inferensial
(uji t)
untuk variabel perilaku kerja (X2) menunjukkan bahwa nilai thitung
sebesar 6,175 dengan nilai singnifikan sebesar 0,000.
Jaminan terhadap pencapaian kinerja yang tinggi, ditentukan juga oleh perilaku kerja PNS di bidang kediklatan. Kapasitas
PNS dalam pelaksanaan tugas dan fungsi harus
mengacu pada indikator perilaku kerja yang diperoleh melalui pendidikan formal atau nonformal. Keduanya memberikan kontribusi terhadap indikator perilaku
kerja PNS.
Konkritnya, indikator perilaku kerja tercermin dalam
pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman yang diperoleh. Pengetahuan merupakan hasil tahu
setelah individu melihat, mendengar, merasa dan mencium. Pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek
Pengaruh perilaku kerja terhadap
kinerja PNS dalam penelitian
ini, merupakan cerminan dari pengetahuan PNS melalui
pemahaman, aplikasi kerja, analisis kerja, sintesis kerja dan evaluasi kerja
yang dapat menunjang PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT guna meningkatkan kinerjanya di bidang kediklatan, baik capaian kuantitatif, kemampuan
menarik minat peserta melalui sosialisasi maupun kualitas mutu diklat yang
dapat dipertanggung jawabkan. Semakin luas pengetahuan PNS Badan Diklat Provinsi NTT tentang kediklatan,
maka dipastikan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis kerja dan evaluasi
kerja akan semakin lebih baik.
Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja PNS
Hasil analisis sebelumnya menunjukkan
bahwa variabel Kompetensi (X1) mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja PNS (Y) pada Badan Diklat Provinsi NTT. Hasil analisis
deskriptif yang memperlihatkan total skor jawaban responden sebesar 1282 dan
skor ideal dari variabel kompetensi sebesar 2225, sehingga capaian indikator
kompetensi adalah 57,60% dan masuk kategori cukup baik. Hasil uji statistik
inferensial untuk variabel Kompetensi (X1) menunjukkan bahwa nilai thitung
sebesar 4,854 dengan nilai singnifikan sebesar 0,000.
Pengaruh
kompetensi terkait dengan kemampuan PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT mendayagunakan
potensi dirinya setelah memperoleh
pendidikan dan pelatihan serta ketrampilan
teknis
yang diaplikasikan pada
kegiatan diklat. Pendidikan, adalah latar belakang pendidikan formal
fasilitator yang dipersiapkan dan memenuhi standar kompetensi dasar dalam
melakukan kegiatan diklat. Sedang, Pelatihan,
adalah kemampuan teknis PNS dalam melakukan kegiatan demi proses belajar mengajar sesuai spesifikasi dan tupoksi PNS
Hasil analisis
terhadap kedua aspek kompetensi PNS
memperlihatkan kemampuan yang bervariasi. Perbedaan kemampuan dalam
berkompetensi, mempengaruhi kinerja PNS dalam kegiatan diklat. Sutrisno (2010:202) mengatakan prinsip
kompetensi yang diduga dapat memprediksi kinerja yaitu: (a) Membandingkan
individu yang berhasil dalam pekerjaannya dengan individu yang tidak berhasil;
(b) Mengidentifikasikan pola pikir dan perilaku individu yang berhasil.
Pengukuran kompetensi harus menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang
terbuka ketimbang menggantungkan kepada pengukuran seperti tes pilihan
alternatif jawaban.
Kompetensi
diperlukan untuk membang-kitkan harapan yang baru kepada pegawai yang pada dasarnya sudah diketahui
kemampuan kompetensinya dalam bekerja. Perbandingan antara pegawai yang mampu
dengan yang kurang mampu dapat memberi semangat baru bagi PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT
untuk meningkatkan kinerjanya Hasil
penelitian ini mendukung penelitian Fitriyadi (2001), yang menyimpulkan bahwa
secara parsial
yang paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah variabel kompetensi Knowledge.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Hasil analisis deskriptif menunjukan
bahwa capaian indikator variabel Budaya Birokrasi, Perilaku
Kerja, dan Kompetensi PNS pada Badan
Diklat Provinsi NTT berkategori cukup baik
sedangkan variabel Kinerja PNS berkategori
baik.
2. Hasil penelitian menunjukkan secara parsial dan simultan variabel
Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja dan Kompetensi berpengaruh positif dan signifikansi terhadap Kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT, dimana variabel Perilaku Kerja (X2)
lebih dominan 1,338 kali dari variabel Kompetensi (X3),
dan lebih besar 3,006 kali dari
variabel Budaya Birokrasi (X1), sedangkan variabel Kompetensi
(X3) lebih
besar
2,246 kali dari variabel Budaya Birokrasi (X1)
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian
ini, maka disarankan kepada Manajemen Badan Diklat Provinsi NTT agar: (1) Mengoptimalkan
Perilaku Kerja PNS dalam memahami, mengaplikasi teori, menganalisis,
mensintesis, mengevaluasi kerja PNS secara mendalam guna mencapai pola diklat
terbaik 2) Mendorong PNS meningkatkan kompetensi melalui pendidikan dan
pelatihan teknis; (3) Mematuhi budaya birokrasi reformasi menuju layanan publik
terbaik melalui peningkatan disiplin, keseimbangan peran senior dan yunior,
optimalisasi penerapan pengetahuan teknis, memanfaatkan PNS yang kompeten dalam
kediklatan.
---
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Syukur.
1991. Budaya Birokrasi Indonesia. Jakarta
: PT Utama Grafiti
Arikunto S., 1993, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta
Armstrong, and
Angela Baron, 1988, Perfomance Management The New Realities, Institute of
Personel and Development, London,
Badan Diklat
Provinsi NTT Tahun 2013, Renstra Badan
Diklat Provinsi NTT Tahun 2013- 2018.
_____, Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Badan Diklat Provinsi NTT Tahun 2013
Biro Hukum Setda
Provinsi NTT, 2013, Peraturan Gubernur NTT No. 39 Tahun 2013 .
Biro Kepegawaian
Setda Provinsi NTT, 2010, Pembinaan Karier
Pegawai Negeri Sipil , Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT.
Boulter, Dalziel
dan Hill, 1996, Managerial Psychology, Fourth Edition, The University of
Chicago.
Caplan Robert
and David P. Narton, 1999. The Strategy Focoused Organization, Harvard Business
School Press.
Dewi M. 2010. Aplikasi Pendekatan Keperawatan Dalam
Pencegahan Penyakit Akut. Bandung: Rafika Aditama.
Faisal A. 1985.
Pendidikan Perilaku. Bandung: Rafika Aditama.
Ghozali, Imam.
2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Universitas Dipoegoro,
Yogyakarta
Hanafiah Nanang
dan Suhana Cucu. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Rafika Aditama.
Kartasapoetra
G., dan Kreimers, 1987, Sosiologi Umum, Balai Pustaka, Jakarta.
Keban, Yeremis.
T. 1995. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah: Pendekatan Manajemen dan
Kebijakan. Makalah Seminar. Yogyakarta:
Fisipol UGM.
Koentjaraningrat,
1990, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta-Jakarta
Kreitner Robert;
and Kinicki Angelo. 2005. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior).
Jakarta : Salemba Empat.
Mahsun, 2009.
Kinerja Organisasi. Jakarta : PT. Utama Grafiti Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
Mangkunegara
Perabu Anwar A.A. 2000. Manajemen Sumber
Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Maschab Mashuri.
1991. Budaya Birokrasi Pemerintah
Indonesia. Jakarta : PT. Utama Grafiti.
Moeldjono. 2003.
Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Nazir, Moh.,
1988, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Notoatmojo,2010,
Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
Prawirosentono,
S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat Membangun Organisasi Kompetetif
Menjelang Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta: BPFE UGM .
Riduwan, 2004,
Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung: CV. Alfabeta.
Ruky Ahmad.
2003. Sumber Daya Manusia Berkualitas. Jakarta : Gramadia Pustaka Utama.
Sagala Syaiful.
2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Sarwono. 1993.
Perilaku Kesehatan. Bandung: Alfabeta.
2003.
Pendidikan Keperawatan Sebuah Pendekatan Sikap dan Perilaku. Bandung: Alfabeta.
Sedarmayanti,
W., 2009, Manajemen dan Evaluasi kinerja, Jakarta : FEUI.
Siagian Sondang
P. 1996. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Simajuntak J.
Payaman. 2005. Manajemen dan Evaluasi kinerja. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Sjamsuddin
Nazaruddin. 1991. Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta: PT. Utama Grafiti
Untuk Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
Spencer and
Spencer.1993. Competence at Work. New York: John Wiley & Sons Inc.
Sugiyono, 1993,
Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.
__,
2008. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Sumijatun, 2011.
Membudayakan Etika Dalam Praktik Keperawatan. Bandung: Alfabeta
Sutrisno Edy.
2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Thoha Mifta,
1991, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jilid I, Rajawali
Press, Jakarta.
______,2002, Perspektif Perilaku Birokrasi (Dimensi- Dimensi
Prima Ilmu Administrasi negara)
Jilid II, Cetakan 3, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Usmara.
2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta: Amara Books.
Wahyudi. 2002.
Penilaian Kinerja Dalam Pendekatan Empirik. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar