Oleh:
Drs. P. Pieter Djoka, MT
Widyaiswara
Ahli Madya Bandiklat Provinsi NTT
ABSTRACT
Appointment of honorary staff became candidate for Civil
Servants (CPNS) is based on Government Regulation No. 48 Year 2005 jo
Government Regulation No. 43 Year 2007 jo Government Regulation Number 56 of
2012. Terms of appointment of honorary staff became civil servant consists of
an age limit and tenure as well as on an ongoing basis to serve in government
agencies. The problem is, since 2015 the appointment of honorary staff became
experienced civil servant regulations and budget constraints. The government
was asked by Commission II of the House of Representatives to address this
issue so as not to cause turmoil in society. Although admittedly, the
appointment of honorary staff became civil servant contrary to the concept of
human resource management (HRM), especially the planning and procurement
functions.
Keywords: HRM, Honorer, employess.
Pendahuluan
Menurut
Badan Pusat Statistik 2016, jumlah pengangguran di Indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, jumlah pengangguran tercatat
sebanyak 320 ribu jiwa dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebanyak 7,56
juta jiwa atau 6,18 % atau naik sebesar
5,94 % atau 7,24 juta jiwa pada periode yang sama tahun 2014. Angka
pengangguran ini ternyata lebih besar dibandingkan angka pengangguran pada
tahun 1992, yang hanya sebesar 2,7 % berdasarkan Survey Angkatan Kerja Nasional
atau SAKERNAS (Latief, 1993: 102).
Naiknya
angka pengangguran pada tahun 2014 antara lain disebabkan banyaknya pemutusan
hubungan kerja (PHK) akibat pelambatan ekonomi (Rizal dalam bataranews, 27/01/2016).
Tingginya angka pengangguran karena PHK - dari perusahaan swasta – telah lama
menjadi alasan mengapa banyak orang berebut menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dinilai aman dari ancaman PHK,
walaupun dimungkinkan oleh regulasi.
Pada
masa lalu, profesi PNS bahkan menjadi idaman para orang tua sehingga mereka
cenderung mengarahkan agar anak-anaknya dapat diterima menjadi pegawai
pemerintah (ambtenaar).[1]
Sebagai pegawai pemerintah, kondisi sosial dan ekonomi anaknya akan lebih
terjamin dibandingkan hanya menjadi pedagang, petani dan atau pekerjaan lainnya.
Secara sosial, pegawai pemerintah akan mendapat penghargaan tinggi dari
masyarakat karena kedudukannya sebagai bagian dari organisasi negara, sedangkan
jaminan ekonomi akan mendapatkan penghidupan yang lebih baik dan lebih pasti
karena mereka mendapatkan jaminan di masa tua.
Karim
(2005) mengidentifikasi berbagai motivasi menjadi PNS, baik alasan yang
bersifat teknis maupun non teknis. Motivasi seseorang ingin menjadi PNS, secara
teknis meliputi tujuan-tujuan berikut: 1) Untuk mendapatkan jaminan kemanan
sosial (social security) di tengah
kondisi perekonomian Indonesia yang masih belum meyakinkan bila bekerja di
swasta, 2) Tidak terlalu memerlukan etos kerja tinggi dan lebih sedikit
tantangan dibandingkan dengan di swasta, karena peran PNS lebih sebagai
pengelola dari kebijakan atau kegiatan yang dilakukan oleh dunia usaha dan
masyarakat, dan 3) PNS tidak akan
dipecat, kecuali berbuat kriminal, sebagaimana banyak kejadian yang disaksikan
masyarakat, sanksi terbanyak berupa mutasi.
Alasan
menjadi PNS secara non-teknis, yang meliputi: 4) Terbuka peluang untuk mendapatkan fasilitas
seperti kendaraan dan rumah dinas sehingga permasalahan yang mendasar ini lebih
cepat terselesaikan, 5) Menjadi kebanggaan yang bersangkutan dan keluarganya
karena mempunyai status yang mudah dikenal masyarakat seperti guru, dosen,
kepala kantor, dan berbagai jabatan/profesi yang memerlukan keahlian lainya,
dan 6) Mempunyai status sosial favorit mengikuti pandangan konservatif,
khususnya golongan tua. Profesi PNS cukup terpandang dalam tatanan sosial karena
ada penghasilan pasti dan masih punya gaji setelah pensiun.
Minimnya
lapangan pekerjaan dan tingginya angka PHK di daerah serta “iming-iming”
kehidupan PNS yang relatif stabil dibanding karyawan swasta mendorong angkatan
kerja masuk menjadi PNS. Mereka berbondong-bondong mencoba “peruntungan”
sebagai tenaga honorer (dibayar dengan honorarium dalam jumlah yang terkadang
sangat minim) dalam jangka waktu yang cukup lama. Sumber pembiayaan untuk
pembayaran honorarium berasal dari APBN/APBD dan atau bersumber dari dana Non APBN/APBD,
misalnya dari Komite Sekolah.
Loso
(2008) telah melakukan penelitian tentang “Kecenderungan Sarjana menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang Berdampak Rendahnya Minat Berwirausaha di Eks
Karesidenan Pekalongan”. Hasilnya? Terdapat sejumlah factor yang mempengaruhi
pilihan para sarjana (S-1 khususnya) untuk menjadi PNS. Pertama, alasan
kesejahteraan, bahwasannya dengan menjadi PNS akan memperoleh gaji setiap
bulan, kehidupan yang lebih baik di masyarakat, dan pensiun. Kedua, alasan
status sosial, bahwa PNS memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat.
Ketiga, menjadi PNS karena alasan keturunan, bahwa orang tua yang bekerja
sebagai PNS akan mengarahkan anaknya menjadi PNS. Keempat, factor lainnya
seperti menjadi PNS karena kebetulan, pekerjaan PNS dianggap santai, tidak ada
pekerjaan yang lain, dan sulitnya berwirausaha.
Mengenal Tenaga Honorer: Apa itu Tenaga Honorer?
Tenaga
honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau
pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi
pemerintah atau yang penghasilannya menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Pasal 1 angka 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS)). Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang
berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka 2).
Pejabat lain
yang dimaksudkan dalam konteks pengangkatan menjadi tenaga honorer adalah
sekretaris jenderal, sekretaris daerah, kepala dinas, kepala BKD, dan pimpinan
unit organisasi pemerintah yang diberi wewenang otorisasi dalam mengelola
APBN/APBD. Penghasilan tenaga honorer dari APBN/APBD adalah penghasilan pokok
yang secara tegas tercantum dalam alokasi belanja/upah pada APBN/APBD.
Pertanyaannya adalah, sejumlah tenaga honorer yang diangkat oleh ketua
komite sekolah (honorer bidang pendidikan), apakah guru-guru yang diangkat
menjadi tenaga honorer di satuan-satuan pendidikan – SD, SLTP, dan SLTA – dapat
diangkat menjadi CPNS? Tentu hal ini akan sangat menarik terutama jika dikaitkan
dengan janji Pemerintah untuk mengangkat seluruh tenaga honorer yang memenuhi
persyaratan.
Persyaratan Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi
CPNS
Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS diprioritaskan bagi pemenuhan
kebutuhan SDM tertentu seperti tenaga guru, tenaga kesehatan dan unit pelayanan
kesehatan, tenaga penyuluh bidang pertanian, perikanan dan peternakan, dan
tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah. Pengangkatan
tenaga honorer
Persyaratan. Pengangkatan tenaga kerja honorer menjadi
CPNS didasarkan pada usia dan masa kerja, yaitu: 1)Tenaga honorer yang berusia
paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 20 (dua puluh)
tahun atau lebih secara terus menerus. 2) Tenaga honorer yang berusia paling
tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun
atau lebih sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus menerus.
3) Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh) tahun dan
mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 10
(sepuluh) tahun secara terus menerus, dan 4) Tenaga honorer yang berusia paling
tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun dan mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau
lebih sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara terus menerus.
Seleksi. Selain batas usia dan masa kerja,
pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS (guru) juga harus mengikuti dan lulus
seleksi administrasi, disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi.
Sedangkan untuk tenaga honorer tenaga kesehatan, penyuluh dan tenaga honorer
teknis lainnya, selain harus mengikuti dan lulus seleksi administrasi,
integritas, kesehatan, dan kompetensi – juga wajib mengisi/menjawab daftar
pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik, dan
pelaksanaannya terpisah dari pelamar umum.
Persyaratan tersebut – mungkin – terlalu berat sehingga tidak mampu
memenuhi harapan semua pihak, karena terbukti sampai akhir 2009 belum semua
tenaga honorer dapat diangkat menjadi CPNS. Untuk mengantisipasi kondisi
tersebut, Pemerintah kemudian menerbitkan PP No. 43 Tahun 2007 perihal
perubahan PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS.
Yang menarik adalah tenaga honorer dokter, mereka yang telah selesai atau
sedang menjalani tugas sebagai dokter PTT (pegawai tidak tetap) atau sebagai
tenaga honorer pada unit pelayanan kesehatan dapat diangkat menjadi CPNS –
setelah melalui seleksi – tanpa
memperhatikan masa kerja sebagai tenaga honorer dengan ketentuan: 1)
usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun, dan 2) bersedia bekerja pada unit
pelayanan kesehatan di daerah terpencil sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
Definisi “daerah terpencil” ditentukan oleh Bupati/Walikota yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan perundangan.
Pesyaratan batas usia dan masa kerja yang diberikan PP 48/2005
diperbaharui melalui PP No. 43/2007. Pada PP 43/2007 persyaratan batas usia dan
masa kerja diubah menjadi usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling
rendah 19 (sembilan belas) tahun dan masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit
1 (satu) tahun secara terus menerus. Dengan perubahan persyaratan tersebut
ternyata belum semua tenaga honorer dapat diangkat menjadi CPNS, meski telah
memenuhi persyaratan yang diamanatkan dalam PP. Berikut ini langkah-langkah
tenaga honorer diangkat menjadi CPNS.
Box 1. Tujuh langkah agar Honorer diangkat menjadi
CPNS
1. Langkah
Pertama Honorer Diangkat Jadi CPNS
Tenaga honorer yang dapat
diangkat menjadi CPNS merupakan tenaga honorer yang memenuhi syarat kumulatif
sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 48 Tahun 2005 jo PP Nomor: 43 Tahun
2007.
2. Langkah
Kedua Honorer Diangkat Jadi CPNS
Pada 28 Juni 2010, Kementerian PAN dan RB
mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: 05 TAHUN 2010 tentang Pendataan Tenaga
Honorer yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang tercecer atau
tertinggal pada pendataan 2005 sepanjang masih memenuhi kriteria PP tersebut di
atas. Dalam SE 05 Tahun 2010 pendataan tenaga honorer ini terbagi dalam
Kategori I (K1) dan Kategori II (K2). Pendataan dilakukan oleh masing-masing
instansi pengelola kepegawaian dengan batas akhir penyerahan data ke BKN untuk
K1 pada 31 Agustus 2010 sedangkan K2 pada 31 Desember 2010.
3. Langkah
Ketiga Honorer Diangkat Jadi CPNS
Yang membedakan antara K1
dengan K2, yakni K1 merupakan tenaga honorer yang penghasilan/upah/gajinya
dibiayai dari APBN/APBD sedangkan K2 dibiayai dari Non-APBN/Non-APBD (BP3, dana
Komite Sekolah, dll). Tenaga honorer untuk dapat diangkat menjadi CPNS harus
memenuhi kriteria, yakni:
a.
Bekerja
di instansi pemerintah.
b.
Diangkat
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), atau Pejabat lain yang mempunyai otoritas.
c. Usia minimal 19
tahun dan maksimal 46 tahun.
d.
Sumber
pembiayaan upah, gaji, penghasilan bersumber dari APBN/APBD (untuk K1).
e. Memiliki masa kerja
minimal satu tahun dan masih bekerja terus-menerus dengan tidak terputus sampai
saat ini.
Semua kriteria tersebut
merupakan persyaratan kumulatif, maksudnya apabila tidak terpenuhi salah satu
persyaratan yang dimaksud, maka tenaga honorer tidak bisa diangkat menjadi
CPNS.
4. Langkah
Keempat Honorer Diangkat Jadi CPNS
Terhadap data Kl sudah
dilakukan proses Verifikasi dan Validasi oleh Tim Nasional dengan sebutan
Memenuhi Kriteria (MK) dan Tidak Memenuhi Kriteria (TMK). Hasil Verifikasi dan
Validasi akan diumumkan setelah ditetapkannya PP terkait TH sebagai dasar
pengangkatan menjadi CPNS oleh Pemerintah. Terhadap data K2 yang sudah diterima
BKN; belum ada kebijakan yang diambil karena menunggu regulasi lebih lanjut.
5. Langkah
Kelima Honorer Diangkat Jadi CPNS
Apabila PP tentang tenaga
honorer telah ditetapkan,bagi yang dinyatakan MK (Memenuhi Kriteria) untuk dapat
diangkat menjadi CPNS masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi seperti
Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Surat Keterangan Sehat dari Dokter,
Surat Keterangan Bebas Narkoba, dan Iain-lain.
6. Langkah
Keenam Honorer Diangkat Jadi CPNS
Untuk mengetahui perkembangan
lebih lanjut tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dapat dilihat di
website MENPAN-RB (www.menpan. go.id) dan
BKN (www.bkn.go.id dan www.sesmabkn.com)
7. Langkah
Ketujuh Honorer Diangkat Jadi CPNS
Himbauan kepada seluruh
masyarakat untuk mewaspadai segala bentuk penipuan yang terkait pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Apabila
ada informasi yang meragukan terkait tenaga honorer, untuk konfirmasi dapat
menghubungi Humas BKN telp/fax. 021-80882815.
pegawai-negeri-sipil/
Pendataan dan Pengangkatan Tenaga Honorer
Untuk
mengangkat seluruh tenaga honorer, Kementerian PAN dan RB telah menerbitkan Surat
Edaran Nomor 05 Tahun 2010 tanggal 28 Juni 2010 tentang Pendataan Tenaga
Honorer yang bekerja di lingkungan instansi pemerintah yang ditujukan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
sebagai dasar untuk melakukan pendataan tenaga honorer yang bekerja di
lingkungan instansi pemerintah.
Adapun
tenaga honorer dimaksud terdiri dari:
1. Kategori 1
Tenaga
honorer yang penghasilannya dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan kriteria diangkat
oleh pejabat yang berwenang bekerja di instansi pemerintah, masa kerja paling
sedikit 1 (satu) tahun pada tanggal 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih
bekerja secara terus menerus; berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun
dan tidak boleh lebih dari 46 (empat puluh enam) tahun pada tanggal 1 Januari
2006.
2. Kategori 2
Tenaga
honorer yang penghasilannya dibiayai bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan kriteria,
diangkat oleh pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa
kerja paling sedikit 1 (satu) tahun pada tanggal 31 Desember 2005 dan sampai
saat ini masih bekerja secara terus menerus, berusia paling rendah 19 (sembilan
belas) tahun dan tidak boleh lebih dari 46 (empat puluh enam) tahun pada
tanggal 1 Januari 2006.
Hasil pendataan tenaga honorer disimpan di file BKN untuk selanjutnya
dilakukan pengangkatan menjadi CPNS. Sampai tahun 2009, telah diangkat sebanyak
900.000 orang tenaga honorer. Permasalahannya
hingga saat ini masih tersisa sejumlah tenaga honorer yang belum diangkat
menjadi CPNS, tepatnya sebanyak 439.056 orang. Tidak diangkatnya tenaga honorer
(K2) dapat disebabkan karena minimnya anggaran pemerintah (khususnya untuk
pengangkatan pada tahun 2016) maupun karena mereka sendiri yang lebih mengharapkan
diangkat tanpa test, padahal bukan jamannya lagi masuk menjadi pegawai negeri
tanpa tes.
Dari berbagai studi yang telah
dilakukan dan juga pemberitaan yang santer di media massa, pada dasarnya
terdapat dua kendala terkait pengangkatan tenaga honorer K2 menjadi CPNS yakni
masalah payung hukum dan anggaran. Pertama, payung hukum pengangkatan tenaga
honorer menjadi CPNS telah berakhir tahun 2014, yaitu PP Nomor 56 Tahun 2012. Ini
berarti, sejak tahun 2015 tidak tersedia dasar hokum pengangkatan tenaga
honorer menjadi CPNS. Di lingkup Provinsi NTT sendiri terdapat 1.787 orang K2
yang sampai saat ini belum diangkat menjadi CPNS.
Faktor kedua adalah ketersediaan anggaran (: APBN) untuk mengangkat
mereka menjadi CPNS. Secara politik, Komisi II DPR RI pun telah mendesak
Pemerintah agar menyediakan anggaran untuk membiayai pengangkatan tenaga
honorer K2. Sejauh ini, Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan telah memberikan
lampu hijau bagi pendanaan kebijakan pengangkatan tenaga honorer K2 ini.
Membangun Manajemen Kepegawaian Yang Andal
Guna memperoleh pegawai Aparatur Sipil Negara yang professional maka
diperlukan manajemen ASN yang andal. Dalam konteks teoretik manajemen ASN
disebut sebagai manajemen sumber daya manusia (MSDM), manajemen personalia,
manajemen sumber daya insane, manajemen kepegawaian, manajemen perburuhan,
manajemen tenaga kerja, administrasi personalia (kepegawaian) dan hubungan
industrial (Amstrong, 2003 dalam Triyono, 2012: 13). Dalam artikel ini penulis
menggunakan istilah manajemen kepegawaian.
Per definisi manajemen kepegawaian merupakan perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap
pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan,
dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi
(Mangkunegara, 2007: 2). Dalam konteks pembahasan pengangkatan tenaga honorer (K1 dan K2) menjadi CPNS maka hal ini masuk
dalam fungsi pengadaan pegawai.
Dalam kondisi normal, pengadaan pegawai diawali dengan perencanaan
pegawai yaitu suatu proses penentuan kebutuhan pegawai dalam suatu organisasi
atau perusahaan. Perencanaan pegawai atau perencanaan sumber daya manusia
adalah suatu proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan,
pengembangan, pengimplementasian, dan pengontrolan kebutuhan tersebut yang berintegrasi dengan rencana
organisasi agar tercipta jumlah pegawai, penempatan pegawai secara tepat dan
bermanfaat secara ekonomis (Ibid: 4).
Dengan kata lain, melakukan perencanaan SDM secara matang merupakan
bagian penting dalam menciptakan manajemen SDM yang baik. Persoalannya, pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS merupakan kebijakan ‘politis’ untuk menghargai
pengabdian mereka terhadap pemerintah. Oleh karena itu, pengangkatan tenaga
honorer menjadi CPNS – terutama pada periode 2006-2009 - terkesan ‘lebih mudah’ dibandingkan dengan
pelamar umum.
Jika dirunut lebih jauh kondisi ini memang bukan sepenuhnya kesalahan
para tenaga honorer di satu sisi, karena di sisi lain pemerintah tidak
menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi warganya, khususnya para
pemuda pemudi. Sebagai perbandingan, pada masa Orba Pemerintah menetapkan kebijakan Tenaga Kerja
Pemuda Mandiri Profesional (TKPMP). Mandiri adalah suatu ciri atau sikap mental
untuk ingin selalu memiliki harapan sukses dalam suatu kehidupan, dengan
melakukan sesuatu sebaik mungkin melalui kegiatan-kegiatan yang produktif,
dengan berani mengambil resiko yang rasional dan telah diperhitungkan. Pemuda
mandiri adalah pemuda Indonesia yang berumur 15-35 tahun, yang mempunyai
idealisme dan integritas kepribadian yang tinggi, tanpa tergantung kepada orang
lain dan mampu menghasikan karya nyata dalam bentuk usaha yang produktif dan
bermanfaat bagi masyarakat luas. Professional dalam konteks ini diartikan suatu
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang sesuai dengan bakat dan minat yang
diwujudkan dalam suatu hasil karya nyata baik berupa barang maupun jasa yang
dapat memberikan pengahsilan bagi diri sendiri dan memberikan kepuasan pada
orang lain (Latief, 1993: 103-104).
Kembali ke pembahasan manajemen kepegawaian, sesuai dengan amanat UU No.
5 Tahun 2014 tentang ASN, tidak dikenal lagi istilah tenaga honorer karena
dalam konteks kepegawaian hanya terdapat pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)[2].
Pegawai ASN merupakan profesi, oleh karenanya dituntut memiliki kompetensi yang
sesuai dengan posisi dan jabatan yang diembannya. Saat ini Pemerintah tengah
menyelesaikan pembahasan RPP manajemen PNS dan RPP manajemen PPPK, sebagai
payung hokum dalam pengelolaan pegawai ASN.
Tantangan yang dihadapi selanjutnya adalah terwujudnya tata pemerintahan
yang baik dengan birokrasi pemeritah yang professional, berintegritas tinggi,
menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara. Hal ini sejalan dengan Perpres No.
81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dimana
kondisi birokrasi yang diinginkan adalah birokrasi yang dapat memberikan
kontribusi nyata pada pencapaian kinerja pemerintahan dan pembangunan nasional
dan daerah.
Fakta pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS – tanpa menafikan
kontribusi nyata mereka terhadap pencapaian kinerja pemerintahan selama ini –
menjadi tantangan serius dalam upaya membangun manajemen kepegawaian yang andal.
Karena, mau tidak mau, Pemerintah ‘dipaksa’ melaksanakan pengadaan pegawai
tanpa melalui perencanaan sesuai dengan kebutuhan dan analisa beban kerja yang
semestinya.
Penutup: Solusi terhadap KeberadaanTenaga Honor
Tuntutan forum tenaga honorer Indonesia
melalui demo besar-besaran pada beberapa waktu lalu menandai puncak kekecewaan
para tenaga honorer (K2) karena tak kunjung diangkat menjadi CPNS. Tedapat dua
kendala yang dihadapi oleh Pemerintah untuk mengangkat mereka, pertama kendala
payung hukum/regulasi dan kedua kendala ketersediaan anggaran. Terhadap kedua
kendala tersebut, Komisi II DPR RI telah mendesak Pemerintah untuk segera
menyelesaikannya. Terkait hal tersebut, Pemerintah melalui Kemenpan RB dan
Badan Kepegawiaan Negara (BKN) telah mengambil langkah-langkah penyelesaian
masalah, sambil menunggu terbitnya regulasi dan tersedianya anggaran.
BKN sendiri menyatakan bahwa
pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS akan dilakukan secara bertahap mulai
tahun 2016 dengan persyaratan sebagai berikut masa kerja minimal 1 tahun
terhitung Januari 2015, mengabdi di instansi negeri dam tidak pernah terputus,
dan harus pernah mengikuti tes CPNS pada 3 November 2013. Nilai hasil tes
seleksi CPNS tahun 2013 sekaligus membuktikan bahwa yang bersangkutan belum
mengundurkan diri dan untuk menentukan ranking passing grade.
Dilihat dari manajemen kepegawaian,
pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS merupakan tantangan karena proses
tersebut cenderung berlawanan dengan manajemen kepegawaian yang sesungguhnya.
Dikatakan berlawanan karena pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS tidak
mengikuti perencanaan dan pengadaan tenaga kerja. Belum lagi, pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS terkadang diwarnai dengan praktik percaloan dan
penipuan terhadap para tenaga honorer.
Seiring dengan itu, Pemerintah
diharapkan dapat mengalihkan ‘minat masyarakat’ yang demikian besar untuk menjadi
PNS. Masyarakat terutama para pemuda seyogyanya diberi kesempatan untuk memilih
profesi lain, selain menjadi PNS dan/atau menjadi tenaga honorer dengan harapan
kelak dapat diangkat menjadi PNS. Beberapa langkah yang dapat ditempuh
Pemerintah misalnya dengan memberikan bimbingan usaha mandiri melalui kerjasama
dengan perguruan tinggi, unit pengembangan usaha kecil, bimbingan pemuda pekerja keluarga, kelompok
usaha bersama – koperasi, dan pusat pengembangan usaha mandiri (sistem inkubator).
Selain itu, pun Pemerintah dalam melakukan kegiatan penunjang berupa bantuan
modal, kemitraan, dan jaringan informasi sebagai dukungan pengembangan usaha.
Daftar
Pustaka
Latief, Abdul. 1993. Membangun SDM yang
Mandiri dan Profesional, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja RI.
Loso, 2008. Kecenderungan Sarjana Menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang Berdampak Rendahnya Minat Berwirausaha di Eks
Karesidenan Pekalongan, J. Pena Justisia, Vol. VII, 13: 13-17.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2007.
Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rowley, Chris dan Keith Jackson. 2012.
Manajemen Sumber Daya Manusia: The Key
Concepts, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Triyono, Ayon. 2012. Paradigma Baru
Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Oryza.
http://bataranews.com/2016/01/27/bps-umumkan-angka-pengangguran-meningkat-total-756-juta-orang/
diunduh pada tanggal 12 Mei 2016.
http://www.kompasiana.com/efki/kenapa-orang-berebut-jadi
pns_5528cf7ef17e61e70b 8b4569 diperbaharui pada 24 Juni 2015 diunduh pada
tanggal 13 Mei 2016.
http://www.geniusedukasi.com/agar-honorer-diangkat-menjadi-pns-pegawai-negeri-sipil/
diunduh pada tanggal 13 Mei 2016.
http://cpns.web.id/ini-penyebab-tenaga-honorer-belum-diangkat-cpns/
diunduh pada tanggal 24 Mei 2016.
http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/
peng-angguran/item255 diunduh pada
tanggal 27 Mei 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar