Rabu, 13 Februari 2013

Orasi Ilmiah


Drs. Nicolaus Nonoago, M.Si

Orasi Ilmiah dalam rangka Kenaikan Jabatan 
dari Widyaiswara Madya ke Widyaiswara Utama

Yang terhormat Bapak Gubernur, Bapak Wakil Gubernur, Bapak Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Yang terhormat Ibu Deputi Bidang Pembinaan Diklat Aparatur Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia bersama Bapak Kepala Direktorat Pembinaan Widyaiswara LAN RI
Yang Terhormat Bapak Kepala BP4D Provinsi Nusa Tenggara Timur dan seluruh jajaran BP4D.
Yang Terhormat Bapak/Ibu Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Biro dan Kepala Kantor di Lingkungan Pemda Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Singkatnya undangan dan hadirin yang terhormat 

       Pada kesempatan yang berbahagia ini, tidak lupa saya panjatkan puji dan syukut ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas berkat dan anugerah-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menikmati hidup ini dan hadir disini guna mengikuti orasi ilmiah yang saya sampaikan.
Bapak, Ibu undangan sekalian yang saya hormati
 Orasi ilmiah ini dimaksudkan sebagai prasyarat untuk menduduki Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama, sekaligus sebagai pertanggungjawaban kepada publik bahwa Widyaiswara BP4D Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan pejabat yang berfungsi mengembangkan kualitas sumberdaya aparatur Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Nusa Tenggara Timur.
      Sajian Orasi Ilmiah ini akan saya sampaikan dalam tata urutan penyajian meliputi latar belakang, fokus dan lokus, metodologi, landasan konseptual serta analisis, simpulan dan rekomendasi. Substansi yang disajikan dalam Orasi ilmiah ini merupakan saripati dari pemikiran analitis yang telah dibahas dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul ” Kapabilitas Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur ”
       Dalam era otonomi daerah saat ini, masyarakat sangat mengharapkan kehadiran pemerintah yang berkualitas tinggi, lebih mampu mengemban fungsi-fungsi pelayanan yang mengutamakan kebutuhan masyarakat, lebih mampu memberdayakan masyarakat dan lebih mengembangkan pembangunan sosial ekonomi yang berorientasi pasar. Optimalisasi fungsi-fungsi pemerintahan memberi harapan kepada masyarakat akan semakin luasnya rasa keadilan, semakin tingginya tingkat kemandirian dalam mengembangkan diri dan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang multi-dimensional, serta semakin baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat (Rasyid, 2002). Oleh karena itu upaya capacity building  bagi aparatur di daerah, yang merupakan faktor penentu pelaksanaan kapabilitas organisasi pemerintah daerah, yaitu 1) Self Regulating Power, yakni daerah memiliki kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah demi kepentingan masyarakat daerahnya; 2) Self Modifying Power, yaitu kermampuan daerah dalam membuat peraturan secara inovatif untuk menggali dan memanfaatkan potensi daerah dengan selalu berpedoman pada peraturan yang lebih tinggi; 3) Creating Local Political Support, yaitu upaya menyelenggarakan pemerintahan daerah yang memiliki legitimasi luas dari masyarakat; 4) Managing Financial Resources, yaitu upaya mengembangkan kemampuan mengelola sumberdaya keuangan yang mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik; 5) Developing Brain Power, yaitu upaya membangun sumberdaya aparatur pemerintah daerah yang handal dan bertumbuh pada kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan pelaksanaan otonomi daerah.
       Tuntutan akan penyempurnaan kualitas pelayanan publik tidak hanya ditujukan pada perbaikan sistem yang berlaku, tetapi juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusianya. Salah satu aspek pokok dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah pendidikan dan pelatihan, sehingga terciptalah pemerintah yang berkualitas tinggi. Pemerintah yang berkualitas tinggi akan terwujud apabila terus dilakukan upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan aparatur sebagai peenyelenggara pemerintahan, melalui diklat yang berkualitas. Diklat yang berkualitas adalah diklat yang dilaksanakan oleh pengelola dan penyelenggara serta widyaiswara yang berkompeten dan profesional. Untuk itulah kapabilitas organisasi perlu terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Diklat akan dilaksanakan dengan baik, berdaya guna dan berhasil guna, apabila di dukung dengan kapabilitas organisasi yang memadai.
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati 
      Melalui orasi ilmiah ini maka saya ingin mengemukakan inti permasalah yang dibahas adalah “Bagaimana Meningkatkan Kapabilitas Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Menyelenggarakan Diklat Aparatur”. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Kapabilitas Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih relatif rendah, sehingga perlu segera dilakukan upaya peningkatannya.
        Perlu gambaran sekilas bahwa konsep kapabilitas organisasi adalah kemampuan dan kesanggupan organisasi dalam menyelenggakan kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan fungsinya. Higgis dalam Salusu (2000) menyebutkan, kapabilitas organisasi adalah konsep yang dipakai untuk menunjuk pada kondisi lingkungan internal yang terdiri dari dua faktor stratejik yaitu kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor yang perlu diperhitungkan dalam melihat kemampuan internal organisasi antara lain struktur organisasi, sumberdaya, (baik dana, maupun tenaga), lokasi, fasilitas yang dimiliki, integritas karyawan dan integritas kepemimpinan. Honadle (1989) menyatakan, kapabilitas merupakan kemampuan internal organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas spesifik substantif sesuai tugas dan fungsi organisasi. Kapabilitas adalah kemampuan dan kesanggupan internal untuk melakukan pekerjaan pada unit kerja tertentu. Mahyuddin (2008) menyebutkan kapabilitas organisasi adalah kemampuan yang dimiliki organisasi untuk menjalankan tujuan dan fungsinya guna mencapai tujuan spesifik yang telah ditetapkan. Kapabilitas organisasi dapat diukur berdasarkan (1) kemampuan kepemimpinan, (2) kemampuan sumberdaya manusia strategik, (3) kemampuan sarana dan prasarana/infrastruktur/dana, (4) kemampuan struktur/sistem organisasi/lingkungan. Interaksi seluruh kemampuan tersebut menghasilkan output yang dibutuhkan masyarakat terhadap pelayanan publik. Demikian pula Eaton (1986) mengemukakan variabel-variabel lembaga adalah kepemimpinan, doktrin/visi, program, sumberdaya (dana dan tenaga), dan struktur internal.  
       Berdasarkan pada beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kapabilitas organisasi adalah kemampuan, kecakapan dan kesanggupan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan unsur-unsur kapabilitas organisasi yang dipilih sesuai kondisi dan karakteristik BP4D Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dilakukan observasi, wawancara dan studi mendalam meliputi visi organisasi, sumberdaya manusia kediklatan, program diklat dan sarana prasarana kediklatan.
Bapak, Ibu hadirin yang saya muliakan
       Visi adalah pernyataan tujuan kemana orgasnisasi akan dibawa, sebuah masa depan yang lebih berhasil dibandingkan dengan kondisi sekarang (Nanus, 2001). Visi merupakan kekuatan luar biasa dalam mengubah organisasi dan menggerakannya ke arah yang diinginkan. Kuncinya adalah menghubungkan visi dengan anggota organisasi serta pemangku kepentingan melalui cara-cara persuasif sehingga mampu mempengaruhi mereka untuk mengubah persepsi tentang apa yang penting bagi mereka dan organisasi. Visi juga merupakan gagasan yang penuh kekuatan yang mendesak dimulainya masa depan dengan mengandalkan keterampilan, bakat dan sumberdaya dalam mewujudkannya. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan penghayatan atas visi organisasi adalah menganggap anggota organisasi sebagai kolega yang tertarik dan aktif terlibat menggarap visi, dengan pengertian, mereka bersemangat dan antusias mewujudkan visi karena visi bersama/shared vision (Kouzen dan Posner dalam Nanus, 2001).
           Beberapa substansi pokok yang perlu ada dalam sebuah visi (Musakabe, 2004) adalah (1) visi merupakan arah kemana organisasi dan orang-orang akan dibawa oleh seorang pemimpin. (2) Visi adalah pandangan ke depan yang mampu memberi inspirasi kepada pemimpin dan yang dipimpin untuk mencapai tujuan organisasi. (3) visi harus mampu menjembatani masa kini dengan masa depan sesuai kondisi sosial masyarakat. (4) visi mengandung harapan bagi orang-orang yang dipimpin. Visi adalah impian yang harus diubah menjadi kenyataan. Kemajuan sebuah perubahaan tidak hanya karena memiliki seorang menejer yang cakap dan terampil tetapi karena termotivasi oleh visi pemimpin yang memiliki sense of direction yang benar (Aa Gym dalam Musakabe, 2004). Visi  bersama (shared vision) sebuah organisasi sangat penting dalam memberi arah yang jelas terhadap pemimpin dan anggota organisasi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi semua program dalam mencapainya. Visi bersama hakekatnya tervokus pada pembangunan makna bersama. Makna bersama merupakan suatu pemahaman bersama tentang apa yang penting dimana semua komunitas organisasi mempunyai kebebasan untuk mengatakan apa yang mereka inginkan tentang tujuan, makna dan visi, tanpa batas rintangan atau balas dendam (Senge, 2002). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa visi adalah pandangan jauh ke depan tentang apa yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu. Visi seharusnya menjadi visi bersama sehingga mudah dihayati dan diwujudkan dalam aktivitas sesuai tugas dan kewenangannya.
Bapa, Ibu hadirin yang saya muliakan
       Unsur kapabilita ke dua adalah sumberdaya manusia kediklatan. Sumberdaya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi, dan manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan organisasi. Manusia sebagai sumberdaya merupakan hasil pengolahan akal dan budi yang berinteraksi dengan pengetahuan dan pengalaman. Sumberdaya berkembang seirama dengan kegiatan manusia yang dipengaruhi ilmu dan teknologi. Sumberdaya manusia aparatur, dengan kata kunci “daya” yang berarti kekuatan, selalu melekat pada manusia yang mempunyai kemampuan untuk membangun dirinya (Martoyo, 1992). Sumberdaya manusia menjadi sangat penting dalam suatu organisasi karena semua sumberdaya lain dapat bermanfaat apabila diberdayakan oleh manusia. Sumberdaya yang paling penting bagi suatu organisasi adalah orang yang memberikan kerja, bakat, kreativitas, dan semangat kepada organisasi.  
       Cane (1998) mengemukakan, manusia adalah komponen yang paling penting dari suatu resep sukses. Manusia bisa membuat semua komponen lain secara bersama-sama menyajikan keberhasilan yang merupakan tujuan organisasi. Hanya organisasi yang menempatkan prioritas pada sumberdaya manusialah yang akan memiliki kekuatan untuk tetap pada peringkat teratas. Manusia aparatur sebagai sumberdaya perlu terus ditingkatkan kemampuannya melalui diklat, baik on the job training maupun off the job training (Hicks yang dikutip Moenir, 1987). Cane (1998) menyatakan kekuatan perusahaan Jepang terletak pada perhatian mereka dalam proses, bukan pada hasil. Mereka memusatkan semua usaha manusia untuk secara terus menerus meningkatkan apa yang belum sempurna dalam setiap tahapan proses. Keadaan seperti ini, di Jepang disebut “Keizen” yang berarti perbaikan dengan perhatian utama pada sumberdaya manusianya. Peningkatan kompetensi sumberdaya aparatur dilakukan melalui salah satu cara, yaitu diklat. Untuk itulah sumberdaya aparatur kediklatan sangat berperan dalam proses diklat aparatur. Sumberdaya aparatur dikatakan berkualitas apabila mereka memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, berdayaguna dan berhasilguna dengan bekal diklat dan pengalaman memadai untuk melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan (Sutrisno, 2003).
      Sumberdaya aparatur kediklatan dimaksud adalah pengelola dan penyelenggara diklat serta widyaiswara. Mereka adalah key actors dalam sistem diklat, yang menentukan keberhasilan pelaksanaan program diklat. Widyaiswara adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah (Per.Menpan Nomor 14 Tahun 2009). Keberhasilan suatu diklat sangat ditentukan oleh kualitas widyaiswara dan tenaga kediklatan lainnya. Seorang widyaiswara harus memiliki kompetensi sebagaimana Per.Ka. LAN RI Nomor 5 Tahun 2008 yang menyatakan, Standar Kompetensi Widyaiswara terdiri atas (1) Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran yaitu kemampuan widyaiswara dalam merencanakan, menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, yang meliputi kemampuan membuat RBPMD dan RP; menyusun bahan ajar; menerapkan pembelajaran orang dewasa; melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta; memotivasi semangat belajar peserta; dan mengevaluasi pembelajaran. (2) Kompetensi Kepribadian yaitu kemampuan Widyaiswara mengenai tingkah laku dalam melaksanakan tugas jabatannya yang dapat diamati dan dijadikan teladan bagi peserta Diklat, yang meliputi kemampuan menampilkan pribadi yang dapat diteladani; melaksanakan kode etik dan menunjukkan etos kerja sebagai widyaiswara yang profesional. (3) Kompetensi Sosial yaitu kemampuan yang harus dimiliki dalam melakukan hubungan dengan lingkungan kerjanya, yang meliputi kemampuan membina hubungan dan kerjasama dengan sesama widyaiswara; dan menjalin hubungan dengan penyelenggara atau pengelola lembaga Diklat. (4) Kompetensi Substantif yaitu kemampuan yang harus dimiliki di bidang keilmuan dan keterampilan dalam mata diklat yang diajarkan, yang meliputi kemampuan menguasai keilmuan dan keterampilan mempraktekkan sesuai dengan materi diklat yang diajarkan dan menulis karya tulis ilmiah yang terkait dengan lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya.
      Tenaga kediklatan lainnya adalah pengelola dan penyelenggara diklat. Pengelola diklat berperan sebagai motor penggerak dalam merancang dan melaksanakan program diklat, dan penyelenggara diklat berperan melaksanakan program diklat secara efektif. Mereka harus memahami dan menghayati visi, misi dan strategi lembaga diklat, serta mampu mengimplementasikan secara arif, efisien dan efektif (Mustopadidjaja, 2002). Pengelola diklat harus mampu merevitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen kediklatan menurut prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam mengemban tiga misi utama lembaga diklat, yaitu 1) diklat sesuai kebutuhan; 2) penelitian dan pengembangan sesuai substansi pembelajaran dan bidang tugas peserta; 3) pembaruan diri dan lingkungan sesuai kebutuhan inovasi pemerintah dan masyarakat sekitarnya (Kristiadi, 1997).
      Pengelola diklat harus memiliki kompetensi yang termuat dalam Keputusan Kepala LAN Nomor 6 Tahun 2003 tentang Management of Training (MoT) dan penyelenggara diklat harus memiliki kompetensi yang termuat dalam Keputusan Kepala LAN Nomor 4 Tahun 2003 tentang “Training Officer Course” (TOC).   
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
       Unsur kapabilitas ke tiga adalah program diklat. Program Diklat Aparatur dibagi dalam tiga bagian, yaitu pre-servive training, in-service training and post-service training. Diklat prajabatan ingin mempersiapkan CPNS untuk membentuk wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pembekalan pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat (Perkalan No. 11 Tahun 2011). Diklat dalam jabatan meliputi semua jenis dan jenjang diklat kepemimpinan, diklat teknis dan diklat fungsional. Diklat dalam jabatan bertujuan membekali PNS dengan kompetensi yang diperlukan dalam memangku jabatan struktural, jabatan fungsional atau kompetensi teknis tertentu. Diklat pascajabatan meliputi segala bentuk diklat dan non-diklat yang disajikan secara terstruktur maupun insidental, yang bertujuan membekali dan mempersiapkan PNS dalam menghadapi masa pensiun. Program diklat yang disusun seharusnya mengacu pada kesesuaian antara jenis program diklat dengan kebutuhan riil dan obyektif dalam pelaksanaan tugas pada unit kerja pemerintah. Hal ini dilakukan melalui Analisis Kebutuhan Diklat (Training Need Assessment). Dengan demikian diharapkan diklat akan memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan kinerja dan produktivitas pegawai. Kurikulum diklat prajabatan dan diklat kepemimpinan ditetapkan oleh LAN selaku instansi Pembina. Setiap program diklat, kurikulumnya mengacu pada standar kompetensi jabatan PNS tertentu. Kurikulum diklat teknis dan diklat fungsional ditetapkan oleh Instansi Pembina Diklat Teknis dan Diklat Fungsional (Kep.Kepala LAN Nomor 193/XIII/10/6/2001).

Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
       Unsur kapabilitas ke empat adalah sarana dan prasarana kediklatan. Sarana belajar merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai tujuan belajar. Mulyana (2004) berpendapat bahwa sarana belajar adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses belajar mengajar. Sarana belajar merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang berperan penting terhadap pencapaian hasil belajar. Suharsimi Arikunto (1993) juga mengatakan bahwa sarana belajar adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, agar tujuan pendidikan dapat berjalan lancar, teratur, efisien dan efektif.
       Sarana diklat adalah barang bergerak, antara lain meja, kursi belajar, laptop, papan tulis, flipchart, LCD, OHP, dan alat tulis kantor. Prasarana diklat adalah barang tidak bergerak antara lain aula, ruang kelas, ruang diskusi, asrama, ruang perpustakaan, tempat ibadah dan poliklinik (Peraturan Kepala LAN No.2 Tahun 2008, tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah). Dalam Peraturan Kepala LAN tersebut diuraikan bahwa sarana dan prasarana diklat termasuk dalam fasilitas diklat, yang berfungsi sebagai penunjang penyelenggaraan program diklat.

Bapak, Ibu hadirin yang saya muliakan
      Kapabilitas lembaga diklat merupakan input yang akan diproses dalam sebuah diklat, yang akan menghasilkan output, yaitu aparatur yang kompeten, maka berikut ini akan diuraikan pemahaman tentang konsep pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan adalah dua kata yang memiliki makna berbeda, tetapi tujuannya sama, yaitu meningkatkan kompetensi untuk mencapai produktivitas yang lebih baik. Tjiptono dan Diana (1998) menyatakan pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti berhubungan langsung dengan pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan segera berarti apa yang sudah dilatih dapat diaplikasi dalam waktu singkat. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian pendidikan dan pelatihan mempunyai tujuan yang sama, yaitu peningkatan kompetensi (kognitif, afaktif dan psikomotorik) melalui pembelajaran. Soediarto dalam Baedhowi (2001) menyatakan pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan potensi seseorang agar meningkat kadar kualitas hidupnya, mampu belajar terus dalam masyarakat, serta dapat mempertahankan hidup dalam masyarakat. Pendidikan merupakan basis utama bagi seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Pendidikan juga merupakan landasan utama dalam meletakkan dasar berpikir dan pengembangan pribadi.
      UNESCO yang dikutip Jalal dan Supriadi (2001) mengangkat empat pilar penting dalam pendidikan, yaitu pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan 1) belajar untuk mengetahui (learning to know); 2) belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do); 3) belajar menjadi seseorang (learning to be); 4) belajar menjalani kehidupan secara bersama (learning together). Penerapan konsep tersebut di Indonesia menunjukkan sistem pendidikan wajib mempersiapkan seluruh warga agar mampu berperan aktif dalam semua sektor kehidupan guna mewujudkan kehidupan yang cerdas, aktif, kreatif, dalam kerangka NKRI. Sesuai prinsip pendidikan “long life education” maka proses pendidikan dapat berlangsung dimana saja, baik dalam keluarga, di tengah masyarakat, bahkan di tempat kerja. Hasibuan (2000) menyatakan, pendidikan bertujuan meningkatkan keahlian teoritis, konseptual dan moral karyawan, sedangkan pelatihan bertujuan meningkatkan keterampilan teknis karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Hamalik (1993) mengartikan pendidikan dan pelatihan aparat sebagai suatu sub-sistem pembinaan aparat dilingkungan pemerintah yang berperan sebagai proses penyiapan aparat dan sebagai produk dari program lembaga secara keseluruhan. Pendidikan dan pelatihan merupakan proses pengembangan kompetensi seseorang agar mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik. Diklat merupakan proses pengembangan kompetensi sumberdaya aparatur agar mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik (Jocious,1963). Diklat juga merupakan transfer pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi tertentu di tempat kerja. Diklat akan membantu seseorang menjadi lebih memenuhi syarat (qualified) dan cakap (proficient) dalam melaksanakan pekerjaannya (Dahama, 1979). Fernanda (2006) yang menyimpulkan tujuan diklat dari PP nomor 101 Tahun 2000, bahwa arah kebijakan dalam pengembangan sumberdaya aparatur negara tidak hanya pada upaya meningkatkan kapabilitas intelektualnya saja, tetapi juga peningkatan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat.
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
      Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dibentuk  dengan Peraturan Daerah Nomor  11 Tahun 2008, mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam menyusun kebijakan, program dan melaksanakan pendidikan, pelatihan aparatur PNS, penelitian dan pengembangan dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi BP4D adalah 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang pendidikan, pelatihan dan pengembangan; 2) Penyusunan rencana dan program, pengelolaan dan pelaksanaan diklat dan litbang; 3) Pelaksanaan diklat dan litbang serta bimbingan teknis; 4) Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan diklat dan litbang serta menyusun laporan.
        Visi BP4D adalah “Terwujudnya Badan Pendidikan, Pelatihan Penelitian dan Pengembangan Daerah yang unggul di bidang pendidikan dan pelatihan serta terlaksananya penelitian dan pengembangan yang berbasis data”. Dengan mengetahui tugas pokok, fungsi dan visi BP4D, maka sesuai vokus pembahasan studi ini yaitu kapabilitas BP4D dalam menyelenggarakan diklat aparatur maka ditemukan berbagai data sebagai berikut.
       Visi BP4D pada dasarnya telah dijadikan acuan dalam perumusan kebiajakan operasional, program dan kegiatan kediklatan. Akan tetapi melalui wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa pada umumnya sumberdaya aparatur pada BP4D, utamanya staf, belum memahami dengan baik atas visi BP4D dimaksud karena visi BP4D belum menjadi visi bersama (shared vision) karena kurangnya sosialisasi dan kurangnya keterlibatan staf dalam perumusannya. Dengan  pemahaman visi mendalam dapat menghasilkan komitmen dan memberi motivasi tersendiri bagi aparatur dalam menjalankan tugas, karena adanya kejelasan arah dan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. 
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
       Dari aspek pendidikan formal, BP4D memiliki sumberdaya aparatur yang cukup diandalkan. Sumberdaya pengelola dan penyelenggara diklat yang berpendidikan S-1 mencapai 39,34%, S-2 mencapai 15,57%, S-3 hanya 0,82%, SLTA dan SLTP masing-masing 32,79% dan 0,82% serta SD mencapai 3,28%. S-1 mendominasi dengan 39,34%. Hal ini menunjukkan, sebenarnya dari sisi potensi sumberdaya manusia kediklatan BP4D cukup memberikan kontribusi positif terhadap pelaksanaan diklat yang efektif.
       Melalui wawancara mendalam dengan para Kepala Bidang, baik Kabid MP, Kabid TF, Kabid Pengembangan dan Kabid Sarpra, diperoleh informasi pada dasarnya sumberdaya aparatur sudah cukup memadai dari aspek pengetahuan dan keterampilan. Tetapi dari aspek sikap perlu dibenahi agar mau melaksanakan tugas dengan tulus dan penuh tanggung jawab. Mereka akan bekerja sungguh-sungguh bila ada honornya. Sebagian besar pengelola diklat di BP4D belum berkompeten karena belum mengikuti MoT sesuai Keputusan Kepalan Lan No 6 Tahun 2003 dan Penyelenggara Diklat belum mengikuti TOC sesuai Keputusan Kepala LAN Nomor 3 Tahun 2006.

       Selain pengelola dan penyelenggara diklat, tenaga kediklatan lain adalah Widyaiswara. Widyaiswara BP4D umumnya belum mengikuti ToT mata diklatpim dan prajab, dan juga belum disertifikasi sesuai Peraturan Kepala LAN nomor 6 Tahun 2008, dalam menyongsong pembaharuan diklat tahun 2013. Akhir bulan Desember 2011 baru 3 orang yang mengikuti ToT sekaligus sertifikasi untuk mata diklat Prinsip dan Teknik Koordinasi Diklat Kepemimpinan Tingkat IV, sedangkan 19 mata diklatpim IV, 20 mata diklat pim III dan 31 mata diklat prajabatan belum disertifikasi. Secara kuantitas jumlah widyaiswara saat ini 13 orang dan pada tanggal 1 Juni 2012 sisa 12 orang.  Perturan Kepala LAN No 3 Tahun 2010 mengamanatkan bahwa pengangkatan widyaiswara harus melakukan kegiatan tatap muka minimal 500 jampel pertahun, maka BP4D minimal memiliki 25 widyaiswara.

Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
       Sumberdaya manusia kediklatan yang berkualitas akan merancang dan melaksanakan program diklat yang berkualitas juga. Hal yang ditemukan sehubungan dengan program diklat antara lain dalam merumuskan program diklat teknis, diklat fungsional dan diklat manajemen pemerintahan belum semuanya diawali dengan Training Need Assessment, sehingga banyak yang kurang termotivasi mengikuti diklat karena kurang menyentuh kebutuhan peserta dan unit kerjanya. Program diklat lebih banyak diadopsi dari Badan Diklat Depdagri dan LAN RI. 

Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
       Melalui analisis lingkungan straategis untuk mengetahui kekuatan (strengths), kelemahan (weaknessess), serta peluang (opportunities) dan ancaman (threats), diperoleh data bahwa kekuatan BP4D adalah (1) BP4D merupakan satu-satunya lembaga diklat pemerintah di NTT yang berpengalaman menyelenggarakan diklat aparatur, seperti Diklat Prajabatan, Diklat Kepemimpinan, Diklat Teknis, Diklat Fungsional dan Diklat Manajemen Pemerintahan; (2) Adanya komitmen pimpinan dan staf serta widyaiswara untuk menyelenggarakan diklat yang lebih berkualitas, dimana mulai tahun 2012 kegiatan diklat aparatur yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, semuanya dilaksanakan di BP4D. Komitmen tersebut ditinjaklanjuti dengan Surat Edaran Gubernur NTT Nomor BU.890/34/ BP4D/2011 tanggal 21 November 2011 tentang Pemberitahuan Kegiatan Diklat Tahun Anggaran 2012; (3) Adanya program diklat pada semua bidang di BP4D. Kelemahannya adalah (1) pengelola dan penyelenggara diklat belum mengikuti MoT dan TOC; (2) kurangnya kuantitas dan kualitas widyaiswara; (3) belum lengkapnya fasilitas pendukung, baik di asrama maupun di ruang kelas.
       Berikut faktor eksternal berupa peluang dan ancaman. Peluang yang diidentifikasi (1) Dukungan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota; (2) Adanya kebijakan Pemerintah Provinsi untuk tidak memperpanjang usia pensiun pejabat eselon II; (3) Adanya kebijakan diklat satu pintu oleh Kementerian Dalam Negeri, melalui suratnya Nomor 890/2946/SJ tanggal 10 Agustus 2009 kepada semua Gubernur tentang penyelenggaraan diklat di Diklat Provinsi, yang terus disosialisasikan.  
          Ancaman (1) Pesersepsi aparatur bahwa diklat belum merupakan kebutuhan. Sampai dengan saat ini diklat aparatur belum menunjukkan eksistensi yang sesungguhnya, sehingga belum berani tegas menetapkan peserta yang tidak lulus diklat. Mereka yang mengikuti Diklat Pim IV dan III, umumnya sudah diangkat menduduki jabatan tertentu sehingga diklat hanyalah formalitas belaka; (2) Kebijakan moratorium CPNS pada tahun 2011-2012; (3) Mutasi PNS yang cukup tinggi, mengakibatkan siapapun yang telah di diklat pada diklat teknis tertentu akan tidak ada manfaatnya karena tidak sesuai lagi dengan substansi tugas unit kerja baru.

Bapak, Ibu hadirin yang saya hormat
       Hasil identifikasi faktor internal dan eksternal lalu dikomparasi untuk mendapatkan bobot faktor (BF). Setelah menemukan BF, langkah berikutnya adalah menilai kapabilitas BP4D melalui evaluasi faktor internal dan eksternal. Hasil evaluasi akan menghasilkan total nilai bobot (TNB). TNB tertinggi akan nampak faktor kunci keberhasilan (FKK). FKK itu bila divisualisasikan dalam Peta Posisi Kekuatan Organisasi maka BP4D berada pada kuadraan I, dimana BP4D masih memiliki kemampun yang dapat diunggulkan untuk melakukan perubahan kompetitif dalam menyelenggarakan diklat, sehingga perlu segera dilakukan pembenahan agat lebih mampu menyelenggarakan diklat aparatur yang lebih berkualitas.
       Untuk lebih cepat mendongkrak kapabilitas BP4D maka dirumuskanlah strategi sesuai FKK yang sudah didapatkan. Dari formulasi strategi SWOT ditemukan Strategi SO adalah Tingkatkan kapabilitas diklat dengan memanfaatkan dukungan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan DPRD dalam kerangka kebijakan diklat satu pintu. Strategi WO: Tingkatkan kualitas dan kuantitas widyaiswara dengan memanfaatkan dukungan Pemda dan DPRD serta Kebijakan Diklat Satu Pintu. Strategi ST: Kembangkan kapabilitas BP4D dalam menyelenggarakan diklat yang berkualitas untuk meningkatkan kompetensi aparatur dalam rangka meminimalisasi persepsi formalisme diklat serta memanfaatkan mobilitas mutasi PNS. Strategi WT: Tingkatkan kualitas dan kuantitas Widyaiswara, Pengelola dan Penyelenggara Diklat untuk meminimalisasi persepsi formalisme diklat dan memanfaatkan mobolitas mutasi PNS.

Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
       Akhirnya saya menyimpulkan bahwa Kapabilitas BP4PD Provinsi NTT belum diberdayakan secara optimal dan belum mencapai harapan, sehingga penyelenggaraan diklat belum mencapai kualitan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kuantitas dan kualitas widyaiswara, pengelola dan penyelenggara diklat, belum lengkapnya sarana dan prasarana pendukung sebagai faktor internal BP4D, sebagai faktor eksternal masih adanya persepsi aparatur bahwa diklat hanya merupakan formalitas, kebijakan moratorium penerimaan CPNS tahun 2011-2012, mutasi PNS yang relatif cukup tinggi. 
       Program Diklat Teknis, Diklat Fungsional  dan Diklat MP, belum dilakukan melalui analisis kebutuhan diklat (Training Need Assessment), sehingga belum  menyentuh kebutuhan riil individu dan unit organisasi peserta diklat. Sarana dan prasarana BP4D saat ini belum memadai bila dibandingkan dengan volume kegiatan diklat yang semakin bertambah pada setiap tahun.
Untuk memenuhi tuntutan diklat yang lebih berkualitas, terutama menghadapi pembaharuan diklat pada tahun 2013 maka pengelola diklat segera mengikuti MoT, penyelenggara diklat segera mengikuti TOC dan widyaiswara segera mengikuti Sertifikasi dan ToT Substantif Mata Diklat Prajabatan, Mata Diklat Pim Tingkat IV dan  Diklat Pim Tingkat III.
Untuk menjamin penyelenggaraan diklat yang menyentuh kebutuhan riil PNS dan organisasi sasaran diklat, maka direkomendasikan agar selalu mengawali penyusunan program diklat dengan analisis kebutuhan diklat (Tarining Need assessment). Melalui analisis kebutuhan diklat akan mempermudah perumusan tujuan dan sasaran diklat aparatur.
Sarana dan prasarana yang ada perlu dibenahi keberadaannya, terutama membangun baru asrama setara hotel berbintang dan ruang belajar serta ruang diskusi bagi peserta diklat.
Komitmen Pimpinan, Staf dan Widyaiswara BP4D untuk memusatkan pelaksanaan diklat prajabatan, diklat Kepemimpinan Tingkat IV, Diklat Kepemimpinan Tingkat III dan diklat Teknis Fungsional serta Diklat Manajemen Pemerintahan perlu diimbangi dengan pembenahan pada berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik.

      Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengucapkan terimakasih kepada BP/Ibu Guru saya yang tercinta, dari SD,SMP,SMA dan Dosen Undana Kupang, yg telah mendidik saya sehingga menjadikan saya berhasil meraih WI Utama. Juga terima kasih kepada panitia atas pencurahan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menyiapkan Orasi Ilmiah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas amal kebaikan seluruh panitia pelaksana.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Gubernur,Bapak Wakil Gubernur dan Sekda yang telah memberi dukungan sangat kuat kepada saya dalam menyelesaikan naskaqh orasi ilmiah ini. 
       Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Drs. Welhelmus Lenggu, MM Kepala BP4D Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang telah dengan tulus mendorong saya untuk segera menyelesaikan naskah orasi ilmiah ini dan mengukuhkan saya menjadi Widyaiswara Utama.
Terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada Ibu Deputi Bidang Pembinaan Diklat Aparatur pada LAN RI yang diwakili Kepala Pusat Kajian Manajemen Kebijakan, yang telah merestui saya untuk berorasi ilmiah pada saat ini. 
  Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Dr. Drs. Yusuf L. Rupidara, M.Si sebagai pembahasas yang telah banyak memberikan masukan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah sehingga menghasilkan naskah orasi ini. Juga kepada Bapak Drs. John J. Adoe dan Drs. Robertus Rero, MM selaku pembahas dalam seminar pra-orasi ilmiah. Tidak lupa, perkenankanlah saya menyampai kan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan Widyaiswara yang telah mendorong, menyemangati, bahkan berbagi ilmu dan membagi pengalamannya.
        Terima kasih kepada Lembaga Administrasi Negara, spesial kepada Tim Penilai DUPAK, lantaran hasil penilaian kepada saya itulah, maka terbayang rasanya, apakah benar esok akan diberi tambahan beban kepercayaan untuk mengemban tugas yang lebih berat lagi, yaitu untuk bisa jadi Widyaiswara Utama yang profesional di BP4D Provinsi Nusa Tenggara Timur ?
Tentu, terima kasih untuk isteri, anak-anak, anak mantu, yang selalu menemani saya sepanjang saat.
Akhir kata, dengan penuh rasa hormat, saya sampaikan terima kasih kepada seluruh hadirin yang telah meluangkan waktu, tekun dan sabar mengikuti orasi ilmiah saya. Mudah-mudahan dari pidato saya tadi ada yang dapat dipetik manfaatnya.
Mohon maaf atas segala kekurangan dan atas segala hal yang tidak berkenan di hati para hadirin sekalian.
       Bapak/Ibu para undangan dan hadirin sekalian yang saya hormati.
Semoga Allah yang Maha Kuasa melimpahkan kepada kita kepedulian, kebersamaan, saling percaya, kesabaran, kekuatan dan keteguhan iman dalam upaya menyelenggarakan diklat aparatur yang berkualitas, demi pencapaian kompetensi aparatur daerah Nusa Tenggara Timur tercinta.
DAFTAR PUSTAKA
1)      Buku :
Cane, S. 1998. Keizen Strategies for Winning Through Poeple (Menang Melalui Manusia), Jakarta, Interaksara.
Dahama, O, P. 1979. Extension and rural welfare. New Delhi; Ram Parsad and Sons.
Gardner, Howard. 2006. Five Monds for the Future, Havard Business Shool Press. Boston Mass.
Hamalik,O. 1993. Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, Bandung.
Hasibuan, P, S, M. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta. Bumi Aksara.
Hesselbein, F. Dkk, 2000, The Leader of The Future (Pemimpin Masa Depan), Jakarta. Gramedia.
Honadle, G. Morss. E. R. San. V. Y. Gow. B.A. 1980. Integrated Rural Development, Washinton. Dc. Jefferson Place. N.W.
Jalal, J. dan Supriyadi, D. 2001. Reformasi dalam Konteks Otonomi Daerah, Yoyakarta. Adicita Karya Nusa.
Jocious, M, J. 1963. Personnel Management (5Th ed). Homewood, IL.Richard D.Irwin.
Kristiadi, B, J. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia. Jakarta.LAN RI
Moenir, S, A. 1987. Pendekatan Manusiawi dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta. Gunung Agung.
Musakabe, Herman. 2004. Mencari Kepemimpinan Sejati di Tengah Krisis dan Reformasi. Jakarta. Citra Insan Pembaru.
Nanus, Burt. 2001. Kepemimpinan Visioner. Alih Bahasa. Fredrik Ruma, Prenhallindo. Jakarta
Ndaraha, T. 1999. Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Rineke Cipta.
Prawirosentono, S. 2008. Manajemen Sumberdaya Manusia, Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Era Perdagangan Bebas Dunia. Edisi kedua. Yogyakarta. BPFE.
Salusu, J. 2000. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, Gramedia.
Sedarmayanti. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Reformasi Demokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung. Refika Aditama.
Senge, P, M. 2002. Disiplin Kelima, Strategi dan Alat-Alat untuk Membangun Organisasi Pembelajar, Alih Bahasa Ir. Hari Suminto. Jakarta, Interaksara.
Sugiyono. 2001.  Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta.
........., 2008. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Umar, Husein. 2004. Metodologi Riset Ilmu Administrasi, Ilmu Administrasi Negara, Pembangunan dan  Niaga. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
2)   Artikel :
Baedhowi. 2001. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Sistem Manajemen Nasional, Jurnal Bisnis & Birokrasi No. 02 Vol.IX/Mei/2001, Jakarta FISIP Universitas Indonesia.
Bidang Diklat Aparatur. 2006. Analisis Kebutuhan Diklat di Daerah. LAN. Bandung
Fernanda, Desi. 2006. Sinergitas Strategi Peningkatan Kualitas Diklat Dalam Rasngka Meningkatkan Kompetensi Aparatur di Daerah. Jurnal Diklat Aparatur. Bandung.LAN
German Development Service. 2008. Penjajakan Pelatihan Yang Dibutuhkan Pegawai Negeri Sipil Provinsi dan Tingkat Kabupaten di Nusa Tenggara Timur. 
Japan international Cooperation Agency (JICA), 2007. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Lembaga Administrasi Negara RI. 2001. Keputusan Kepala Lembaga Adminsitrasi Negara Nomor 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. 
------ 2003. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Bagi Penyelenggara Diklat (Training Officer Course).
------ 2003. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 6 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Bagi Pengelola Diklat (Management of Training).
------ 2008. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Widyaiswara.
------ 2008. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Sertifikasi Widyaiswara.
-----  2008. Teknik-Teknik Analisis Manajemen, Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III.
------ 2010. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan.
Mahyuddin, Hasbi. Tanpa tahun. Kapabilitas Organisasi Publik. pdf-Adobe Reader
Mustopadidjaja, R, A. 2002. Kebijakan serta Sistem Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan PNS.
Nonoago, N. 2004.  Kapabilitas Badan Pendidikan dan Pelatihan Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam Implementasi Kebijakan Diklat Satu Pintu. Tesis. Undana Kupang (tidak dipublikasikan).
Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, www/htpp.peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia.
........ 2009. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. www/htpp.peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia.
Rasyid, R, M. 2002. Kebijakan Penyiapan Sumber Daya Aparatur yang Profesional dalam Pelaksanaan Otonomi daerah, Jakarta, dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol 27 Tahun 2002. Jakarta. Institur Ilmu Pemerintahan.
Tamin, F. 2002. Pengembangan SDM Aparatur Dalam Meningkatkan Kinerja Birokrasi, dalam Jurnal Bisnis dan Birokrasi No.02/Vol.x/Mei/2002, Jakarta, Fisip Universitas Indonesia.



RIWAYAT HIDUP WIDYAISWARA
Nama Lengkap
:
Drs. Nicolaus Nonoago, M.Si
Tempat,Tgl Lahir
:
Ngada, 7 Juni 1952
Nama Instansi  
:
BP4D Provinsi NTT
Jabatan
:
Widyaiswara   Madya
Pangkat, Gol/Ruang
:
Pembina Utama  Muda, IV/c 

Riwayat Pendidikan:
1.    SDK Jerebu’u I tahun 1964
2.    SMPK Yos Soedarso Jerebu’u tahun 1968
3.    SMA Ki Hadjar Dewantara Bajawa tahun 1971
4.    Sarjana Muda FKK Undana Kupang tahun 1975
5.    S-1 FKKH Undana Kupang tahun 1980
6.    Magister Administrasi Publik Undana Kupang tahun 2004.
Pengalaman Jabatan           
1.    Kasi Sarpra Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Prov NTT, Pangkat/Gol Ruang, Penata, III/c sampai Penata Tingkat I, III/d
2.    Kabag Kepegawaian Kanwil Depdikbud Prov NTT tahun 1996-2000 Pangkat, Penata Tkt I, III/d sampai dengan Pembina Tingkat I, IV/b
3.    Kabid Teknis Fungsional Badan Diklat Provinsi NTT, 2001-2005, Pangkat Pembina Tingkat I, IV/b
4.  Tanggal 1 Januari 2006 diangkat dalam Jabatan Widyaiswara Madya, Pangkat/ Golongan: Pembina Tingkat I, IV/b.
5.  TMT. 1 April 2008 diangkat dalam Jabatan Widyaiswara Madya dengan Pangkat Pembina Utama Muda, IV/c.
Keanggotaan Profesi Ilmiah: Anggota Ikatan Sarjana FISIP Undana Kupang
Keanggotaan Profesi:
1.        Anggota Ikatan Widyaiswara Indonesia      (IWI)
2.        Sekretaris Pengurus Daerah IWI Nusa Tenggara Timur
3.        Pengurus Ikatan Budaya Daerah Nusa Tenggara Timur
4.        Pengurus Daerah ORGANDA Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kegiatan Keprofesian: Mengajar Sepala di lingkungan  Kanwil Dedpdikbud Provinsi NTT, tahun 1976-2000.
       Mengajar Diklat Prajab, Diklat Pim Tkt IV dan III, Diklat Teknis, Diklat Fungsional dan Diklat Manajemen Pemerintahan di Lingkup Pemerintah Prov dan Kabupaten/Kota se NTT.
Karya Tulis Ilmiah yang pernah dibuat:
1.        Etika Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
2.        Menciptakan Budaya Organisasi Pembelajar melalui Kepemimpinan Transformasional.
3.        Pengembangan Model Kepemimpinan Birokrasi menuju Kepemimpinan Pemberdaya pada Era Global.
4.        Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Mengembalikan Nusa Tenggara Timur Sebagai Gudang Ternak.
5.        Penyelenggaraan Pelayanan Publik Berbasis Etika.
6.        Kapitalisasi Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.
7.        Penulisan Modul “Observasi Lapangan Diklat Manajemen Pemerintahan bagi Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Ketua BPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur”.
8.        Makna Ritus Reba Reti Siwa di Wilayah Diaspora.       
9.        Penulisan Modul “Rencana Kerja Tindak Lanjut Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Pemerintahan Bagi Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Ketua BPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur”.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar