Drs. Nicolaus Nonoago, M.Si |
Orasi Ilmiah dalam rangka Kenaikan Jabatan
dari
Widyaiswara Madya ke Widyaiswara Utama
Yang terhormat Bapak Gubernur, Bapak
Wakil Gubernur, Bapak Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Yang terhormat Ibu Deputi Bidang
Pembinaan Diklat Aparatur Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
bersama Bapak Kepala Direktorat Pembinaan Widyaiswara LAN RI
Yang Terhormat Bapak Kepala BP4D
Provinsi Nusa Tenggara Timur dan seluruh jajaran BP4D.
Yang Terhormat Bapak/Ibu Kepala Dinas,
Kepala Badan, Kepala Biro dan Kepala Kantor di Lingkungan Pemda Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
Singkatnya undangan dan hadirin yang terhormat
Pada kesempatan yang berbahagia ini,
tidak lupa saya panjatkan puji dan syukut ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena hanya atas berkat dan anugerah-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menikmati
hidup ini dan hadir disini guna mengikuti orasi ilmiah yang saya sampaikan.
Bapak,
Ibu undangan sekalian yang saya hormati
Orasi ilmiah ini dimaksudkan sebagai prasyarat untuk
menduduki Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama, sekaligus sebagai
pertanggungjawaban kepada publik bahwa Widyaiswara BP4D Propinsi Nusa Tenggara
Timur merupakan pejabat yang berfungsi mengembangkan kualitas sumberdaya
aparatur Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Nusa Tenggara
Timur.
Sajian Orasi Ilmiah ini akan saya sampaikan
dalam tata urutan penyajian meliputi latar belakang, fokus dan lokus,
metodologi, landasan konseptual serta analisis, simpulan dan rekomendasi.
Substansi yang disajikan dalam Orasi ilmiah ini merupakan saripati dari
pemikiran analitis yang telah dibahas dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”
Kapabilitas Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Timur ”
Dalam era otonomi daerah saat ini, masyarakat sangat
mengharapkan kehadiran pemerintah yang berkualitas
tinggi, lebih mampu mengemban fungsi-fungsi
pelayanan yang mengutamakan kebutuhan
masyarakat, lebih mampu memberdayakan masyarakat dan lebih mengembangkan
pembangunan sosial ekonomi yang berorientasi pasar. Optimalisasi fungsi-fungsi
pemerintahan memberi harapan kepada masyarakat akan semakin luasnya rasa
keadilan, semakin tingginya tingkat kemandirian dalam mengembangkan diri dan
mampu menyelesaikan berbagai masalah yang multi-dimensional, serta semakin
baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat (Rasyid, 2002). Oleh karena itu upaya capacity building bagi aparatur di daerah, yang merupakan
faktor penentu pelaksanaan kapabilitas organisasi pemerintah daerah, yaitu 1) Self Regulating Power, yakni daerah
memiliki kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah demi kepentingan
masyarakat daerahnya; 2) Self Modifying
Power, yaitu kermampuan daerah dalam membuat peraturan secara inovatif
untuk menggali dan memanfaatkan potensi daerah dengan selalu berpedoman pada
peraturan yang lebih tinggi; 3) Creating
Local Political Support, yaitu upaya menyelenggarakan pemerintahan daerah
yang memiliki legitimasi luas dari masyarakat; 4) Managing Financial Resources, yaitu upaya mengembangkan kemampuan
mengelola sumberdaya keuangan yang mampu membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik; 5) Developing Brain Power, yaitu upaya
membangun sumberdaya aparatur pemerintah daerah yang handal dan bertumbuh pada
kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan pelaksanaan otonomi daerah.
Tuntutan akan penyempurnaan kualitas
pelayanan publik tidak hanya ditujukan pada perbaikan sistem yang berlaku,
tetapi juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusianya.
Salah satu aspek pokok dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah pendidikan
dan pelatihan, sehingga terciptalah pemerintah yang berkualitas tinggi. Pemerintah yang berkualitas tinggi akan terwujud
apabila terus dilakukan upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan aparatur
sebagai peenyelenggara pemerintahan, melalui diklat yang berkualitas. Diklat
yang berkualitas adalah diklat yang dilaksanakan oleh pengelola dan
penyelenggara serta widyaiswara yang berkompeten dan profesional. Untuk itulah
kapabilitas organisasi perlu terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Diklat
akan dilaksanakan dengan baik, berdaya guna dan berhasil guna, apabila di
dukung dengan kapabilitas organisasi yang memadai.
Bapak, Ibu hadirin yang
saya hormati
Melalui orasi ilmiah ini maka saya ingin
mengemukakan inti permasalah yang dibahas adalah “Bagaimana Meningkatkan
Kapabilitas Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Menyelenggarakan Diklat Aparatur”. Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya Kapabilitas Badan Pendidikan, Pelatihan,
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih relatif
rendah, sehingga perlu segera dilakukan upaya peningkatannya.
Perlu gambaran sekilas bahwa konsep
kapabilitas organisasi adalah kemampuan
dan kesanggupan organisasi dalam menyelenggakan kegiatan
tertentu sesuai dengan tugas dan fungsinya. Higgis dalam
Salusu (2000) menyebutkan, kapabilitas organisasi adalah konsep
yang dipakai untuk menunjuk pada kondisi lingkungan internal yang terdiri dari
dua faktor stratejik yaitu kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor
yang perlu diperhitungkan dalam melihat kemampuan internal organisasi antara
lain struktur organisasi, sumberdaya, (baik dana, maupun tenaga), lokasi,
fasilitas yang dimiliki, integritas karyawan dan integritas kepemimpinan. Honadle (1989) menyatakan, kapabilitas merupakan kemampuan
internal organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas spesifik substantif sesuai
tugas dan fungsi organisasi. Kapabilitas adalah kemampuan dan kesanggupan internal
untuk melakukan pekerjaan pada unit kerja tertentu. Mahyuddin
(2008) menyebutkan kapabilitas organisasi adalah kemampuan yang dimiliki
organisasi untuk menjalankan tujuan dan fungsinya guna mencapai tujuan spesifik
yang telah ditetapkan. Kapabilitas organisasi dapat diukur berdasarkan (1)
kemampuan kepemimpinan, (2) kemampuan sumberdaya manusia strategik, (3)
kemampuan sarana dan prasarana/infrastruktur/dana, (4) kemampuan
struktur/sistem organisasi/lingkungan. Interaksi seluruh kemampuan tersebut
menghasilkan output yang dibutuhkan masyarakat terhadap pelayanan publik. Demikian
pula Eaton
(1986) mengemukakan variabel-variabel lembaga adalah kepemimpinan, doktrin/visi, program, sumberdaya (dana dan tenaga), dan struktur
internal.
Berdasarkan pada beberapa
pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kapabilitas organisasi adalah
kemampuan, kecakapan dan kesanggupan organisasi dalam menjalankan tugas dan
fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan unsur-unsur kapabilitas organisasi yang dipilih sesuai kondisi dan
karakteristik BP4D Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dilakukan observasi, wawancara dan studi mendalam meliputi visi organisasi, sumberdaya manusia kediklatan, program diklat dan sarana prasarana kediklatan.
Bapak, Ibu hadirin yang saya muliakan
Visi adalah pernyataan tujuan kemana orgasnisasi akan dibawa, sebuah
masa depan yang lebih berhasil dibandingkan dengan kondisi sekarang (Nanus,
2001). Visi merupakan kekuatan luar biasa dalam mengubah organisasi dan
menggerakannya ke arah yang diinginkan. Kuncinya adalah menghubungkan visi
dengan anggota organisasi serta pemangku kepentingan melalui cara-cara
persuasif sehingga mampu mempengaruhi mereka untuk mengubah persepsi tentang
apa yang penting bagi mereka dan organisasi. Visi juga merupakan gagasan yang penuh kekuatan yang mendesak dimulainya
masa depan dengan mengandalkan keterampilan, bakat dan sumberdaya dalam
mewujudkannya. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan penghayatan atas
visi organisasi adalah menganggap anggota organisasi sebagai kolega yang
tertarik dan aktif terlibat menggarap visi, dengan pengertian, mereka bersemangat
dan antusias mewujudkan visi karena visi bersama/shared vision (Kouzen dan Posner dalam Nanus, 2001).
Beberapa substansi pokok yang perlu
ada dalam sebuah visi (Musakabe, 2004) adalah (1) visi merupakan arah kemana
organisasi dan orang-orang akan dibawa oleh seorang pemimpin. (2) Visi adalah
pandangan ke depan yang mampu memberi inspirasi kepada pemimpin dan yang
dipimpin untuk mencapai tujuan organisasi. (3) visi harus mampu menjembatani
masa kini dengan masa depan sesuai kondisi sosial masyarakat. (4) visi mengandung harapan bagi
orang-orang yang dipimpin. Visi adalah impian yang harus diubah menjadi
kenyataan. Kemajuan sebuah perubahaan tidak hanya karena memiliki seorang
menejer yang cakap dan terampil tetapi karena termotivasi oleh visi pemimpin
yang memiliki sense of direction yang
benar (Aa Gym dalam Musakabe, 2004). Visi bersama (shared
vision) sebuah organisasi sangat penting dalam memberi arah yang jelas
terhadap pemimpin dan anggota organisasi dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi semua program dalam mencapainya. Visi bersama hakekatnya tervokus
pada pembangunan makna bersama. Makna bersama merupakan suatu pemahaman bersama
tentang apa yang penting dimana semua komunitas organisasi mempunyai kebebasan
untuk mengatakan apa yang mereka inginkan tentang tujuan, makna dan visi, tanpa
batas rintangan atau balas dendam (Senge, 2002). Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa visi adalah pandangan jauh ke depan tentang apa yang akan
dicapai dalam kurun waktu tertentu. Visi seharusnya menjadi visi bersama
sehingga mudah dihayati dan diwujudkan dalam aktivitas sesuai tugas dan
kewenangannya.
Bapa, Ibu
hadirin yang saya muliakan
Unsur kapabilita ke dua adalah sumberdaya
manusia kediklatan. Sumberdaya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi,
dan manusia merupakan faktor strategis dalam
semua kegiatan organisasi. Manusia sebagai sumberdaya merupakan hasil
pengolahan akal dan budi yang berinteraksi dengan pengetahuan dan pengalaman.
Sumberdaya berkembang seirama dengan kegiatan manusia yang dipengaruhi ilmu dan
teknologi. Sumberdaya manusia aparatur, dengan kata kunci “daya” yang berarti
kekuatan, selalu melekat pada manusia yang mempunyai kemampuan untuk membangun
dirinya (Martoyo, 1992). Sumberdaya
manusia menjadi sangat penting dalam suatu organisasi karena semua sumberdaya
lain dapat bermanfaat apabila diberdayakan oleh
manusia. Sumberdaya yang paling penting bagi suatu organisasi adalah orang yang
memberikan kerja, bakat, kreativitas, dan semangat kepada organisasi.
Cane (1998) mengemukakan, manusia
adalah komponen yang paling penting dari suatu resep sukses. Manusia bisa
membuat semua komponen lain secara bersama-sama menyajikan keberhasilan yang
merupakan tujuan organisasi. Hanya organisasi yang menempatkan prioritas pada
sumberdaya manusialah yang akan memiliki kekuatan untuk tetap pada peringkat
teratas. Manusia aparatur sebagai sumberdaya perlu terus ditingkatkan
kemampuannya melalui diklat, baik on the
job training maupun off the job
training (Hicks yang dikutip Moenir, 1987). Cane
(1998) menyatakan kekuatan perusahaan Jepang terletak pada perhatian mereka
dalam proses, bukan pada hasil. Mereka memusatkan semua usaha manusia untuk
secara terus menerus meningkatkan apa yang belum sempurna dalam setiap tahapan
proses. Keadaan seperti ini, di Jepang disebut “Keizen” yang berarti perbaikan dengan perhatian utama pada sumberdaya
manusianya. Peningkatan kompetensi sumberdaya aparatur
dilakukan melalui salah satu cara, yaitu diklat. Untuk itulah sumberdaya
aparatur kediklatan sangat berperan dalam proses diklat aparatur. Sumberdaya
aparatur dikatakan berkualitas apabila mereka memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik,
berdayaguna dan berhasilguna dengan bekal diklat dan pengalaman memadai
untuk melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan (Sutrisno, 2003).
Sumberdaya aparatur kediklatan
dimaksud adalah pengelola dan penyelenggara
diklat serta widyaiswara.
Mereka adalah key actors dalam sistem
diklat, yang menentukan keberhasilan pelaksanaan program diklat. Widyaiswara
adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab,
dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat
Pemerintah (Per.Menpan Nomor
14 Tahun 2009). Keberhasilan suatu diklat sangat ditentukan oleh kualitas
widyaiswara dan tenaga kediklatan lainnya. Seorang widyaiswara harus memiliki
kompetensi sebagaimana Per.Ka.
LAN RI Nomor 5 Tahun 2008 yang menyatakan, Standar Kompetensi
Widyaiswara terdiri atas (1) Kompetensi
Pengelolaan Pembelajaran yaitu kemampuan widyaiswara dalam
merencanakan, menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, yang meliputi kemampuan membuat RBPMD
dan RP; menyusun bahan ajar; menerapkan pembelajaran orang dewasa; melakukan
komunikasi yang efektif dengan peserta; memotivasi semangat belajar peserta;
dan mengevaluasi pembelajaran. (2) Kompetensi
Kepribadian yaitu kemampuan Widyaiswara mengenai tingkah laku dalam
melaksanakan tugas jabatannya yang dapat diamati dan dijadikan teladan bagi
peserta Diklat, yang meliputi kemampuan menampilkan pribadi yang dapat
diteladani; melaksanakan kode etik dan menunjukkan etos kerja sebagai widyaiswara
yang profesional. (3) Kompetensi
Sosial yaitu kemampuan yang harus dimiliki dalam melakukan hubungan dengan
lingkungan kerjanya, yang meliputi
kemampuan membina hubungan dan kerjasama dengan sesama widyaiswara;
dan menjalin hubungan dengan penyelenggara atau
pengelola
lembaga Diklat. (4)
Kompetensi Substantif yaitu kemampuan yang harus dimiliki di bidang keilmuan dan
keterampilan dalam mata diklat yang diajarkan, yang
meliputi
kemampuan menguasai keilmuan dan keterampilan mempraktekkan sesuai dengan
materi diklat yang diajarkan dan menulis karya tulis ilmiah yang terkait dengan
lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya.
Tenaga kediklatan lainnya
adalah pengelola dan penyelenggara diklat. Pengelola diklat berperan sebagai
motor penggerak dalam merancang dan melaksanakan program diklat,
dan penyelenggara diklat berperan melaksanakan program diklat secara efektif. Mereka harus memahami dan
menghayati visi, misi dan strategi lembaga diklat, serta mampu
mengimplementasikan secara arif, efisien dan efektif (Mustopadidjaja, 2002). Pengelola diklat harus mampu
merevitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen kediklatan menurut
prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam mengemban tiga misi utama
lembaga diklat, yaitu 1) diklat sesuai kebutuhan; 2) penelitian dan
pengembangan sesuai substansi pembelajaran dan bidang tugas peserta; 3)
pembaruan diri dan lingkungan sesuai kebutuhan inovasi pemerintah dan
masyarakat sekitarnya (Kristiadi, 1997).
Pengelola diklat harus memiliki
kompetensi yang termuat dalam Keputusan Kepala LAN Nomor 6 Tahun 2003 tentang Management of Training (MoT) dan
penyelenggara diklat harus memiliki kompetensi yang termuat dalam Keputusan
Kepala LAN Nomor 4 Tahun 2003 tentang “Training
Officer Course” (TOC).
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
Unsur
kapabilitas ke tiga adalah program diklat. Program Diklat Aparatur
dibagi dalam tiga bagian, yaitu pre-servive
training, in-service training and
post-service training. Diklat
prajabatan ingin mempersiapkan CPNS untuk membentuk
wawasan
kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping
pembekalan pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara, bidang tugas dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas dan
perannya sebagai pelayan masyarakat (Perkalan No. 11 Tahun 2011). Diklat dalam
jabatan meliputi semua jenis dan jenjang diklat kepemimpinan,
diklat teknis dan diklat fungsional. Diklat dalam jabatan bertujuan membekali
PNS dengan kompetensi yang diperlukan dalam memangku jabatan struktural,
jabatan fungsional atau kompetensi teknis tertentu. Diklat pascajabatan
meliputi segala bentuk diklat dan non-diklat yang disajikan secara terstruktur
maupun insidental, yang bertujuan membekali dan mempersiapkan PNS dalam
menghadapi masa pensiun. Program diklat yang disusun seharusnya mengacu pada
kesesuaian antara jenis program diklat dengan kebutuhan riil dan obyektif dalam
pelaksanaan tugas pada unit kerja pemerintah. Hal ini dilakukan melalui Analisis Kebutuhan Diklat (Training Need Assessment). Dengan demikian
diharapkan diklat akan memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan kinerja
dan produktivitas pegawai. Kurikulum diklat prajabatan dan diklat kepemimpinan
ditetapkan oleh LAN selaku instansi Pembina. Setiap program diklat,
kurikulumnya mengacu pada standar kompetensi jabatan PNS tertentu. Kurikulum
diklat teknis dan diklat fungsional ditetapkan oleh Instansi Pembina Diklat
Teknis dan Diklat Fungsional (Kep.Kepala LAN Nomor 193/XIII/10/6/2001).
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
Unsur
kapabilitas ke empat adalah sarana dan prasarana kediklatan. Sarana belajar
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai
tujuan belajar. Mulyana (2004) berpendapat bahwa sarana belajar adalah
peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang
proses belajar mengajar. Sarana belajar merupakan salah satu komponen dalam
proses pembelajaran yang berperan penting terhadap pencapaian hasil belajar.
Suharsimi Arikunto (1993) juga mengatakan bahwa sarana belajar adalah semua
fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, agar tujuan pendidikan dapat berjalan lancar,
teratur, efisien dan efektif.
Sarana
diklat adalah barang bergerak, antara lain meja, kursi belajar, laptop, papan
tulis, flipchart, LCD, OHP, dan alat tulis kantor. Prasarana diklat adalah
barang tidak bergerak antara lain aula, ruang kelas, ruang diskusi, asrama,
ruang perpustakaan, tempat ibadah dan poliklinik (Peraturan Kepala LAN No.2
Tahun 2008, tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan
Pemerintah). Dalam Peraturan Kepala LAN tersebut diuraikan bahwa sarana dan
prasarana diklat termasuk dalam fasilitas diklat, yang berfungsi sebagai
penunjang penyelenggaraan program diklat.
Bapak, Ibu hadirin yang saya muliakan
Kapabilitas lembaga diklat merupakan input yang
akan diproses dalam sebuah diklat, yang akan menghasilkan output, yaitu aparatur
yang kompeten, maka berikut ini akan diuraikan pemahaman tentang konsep pendidikan
dan pelatihan. Pendidikan
dan pelatihan adalah dua kata yang memiliki makna berbeda, tetapi tujuannya
sama, yaitu meningkatkan kompetensi untuk mencapai produktivitas yang lebih
baik. Tjiptono dan Diana (1998) menyatakan pendidikan berbeda dengan pelatihan.
Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti berhubungan
langsung dengan pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan segera berarti apa yang
sudah dilatih dapat diaplikasi dalam waktu singkat. Pendidikan lebih bersifat
filosofis dan teoritis. Walaupun demikian pendidikan dan pelatihan mempunyai
tujuan yang sama, yaitu peningkatan kompetensi (kognitif, afaktif dan
psikomotorik) melalui pembelajaran. Soediarto dalam Baedhowi (2001) menyatakan
pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan potensi seseorang agar meningkat
kadar kualitas hidupnya, mampu belajar terus dalam masyarakat, serta dapat
mempertahankan hidup dalam masyarakat. Pendidikan merupakan basis utama bagi
seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Pendidikan juga merupakan
landasan utama dalam meletakkan dasar
berpikir dan pengembangan pribadi.
UNESCO yang dikutip Jalal dan Supriadi
(2001) mengangkat empat pilar penting dalam pendidikan, yaitu pendidikan
hendaknya mengembangkan kemampuan 1) belajar untuk mengetahui (learning to know); 2) belajar untuk
melakukan sesuatu (learning to do);
3) belajar menjadi seseorang (learning to
be); 4) belajar menjalani kehidupan secara bersama (learning together). Penerapan konsep tersebut di Indonesia
menunjukkan sistem pendidikan wajib mempersiapkan seluruh warga agar mampu
berperan aktif dalam semua sektor kehidupan guna mewujudkan kehidupan yang
cerdas, aktif, kreatif, dalam kerangka NKRI. Sesuai prinsip pendidikan “long life education” maka proses
pendidikan dapat berlangsung dimana saja, baik dalam keluarga, di tengah
masyarakat, bahkan di tempat
kerja. Hasibuan
(2000) menyatakan, pendidikan bertujuan meningkatkan keahlian teoritis,
konseptual dan moral karyawan, sedangkan pelatihan bertujuan meningkatkan
keterampilan teknis karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Hamalik (1993)
mengartikan pendidikan dan pelatihan aparat sebagai suatu sub-sistem pembinaan
aparat dilingkungan pemerintah yang berperan sebagai proses penyiapan aparat
dan sebagai produk dari program lembaga secara keseluruhan. Pendidikan dan
pelatihan merupakan proses pengembangan kompetensi seseorang agar mampu
menghasilkan kinerja yang lebih baik. Diklat merupakan
proses pengembangan kompetensi sumberdaya aparatur agar mampu menghasilkan
kinerja yang lebih baik (Jocious,1963). Diklat juga merupakan transfer
pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu untuk dapat melaksanakan
fungsi-fungsi tertentu di tempat kerja. Diklat akan membantu seseorang menjadi
lebih memenuhi syarat (qualified) dan
cakap (proficient) dalam melaksanakan
pekerjaannya (Dahama, 1979). Fernanda (2006) yang
menyimpulkan tujuan diklat dari PP nomor 101 Tahun 2000, bahwa arah kebijakan
dalam pengembangan sumberdaya aparatur negara tidak hanya pada upaya
meningkatkan kapabilitas intelektualnya saja, tetapi juga peningkatan sikap dan
semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan
pemberdayaan masyarakat.
Bapak, Ibu hadirin
yang saya hormati
Badan
Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang dibentuk dengan
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008,
mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam menyusun kebijakan, program dan
melaksanakan pendidikan, pelatihan aparatur PNS, penelitian dan pengembangan dengan berpedoman pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Fungsi BP4D adalah 1) Perumusan kebijakan
teknis di bidang pendidikan, pelatihan dan pengembangan; 2) Penyusunan rencana
dan program, pengelolaan dan pelaksanaan diklat dan litbang; 3) Pelaksanaan
diklat dan litbang serta bimbingan teknis; 4) Mengawasi dan mengevaluasi
pelaksanaan diklat dan litbang serta menyusun laporan.
Visi BP4D adalah “Terwujudnya Badan Pendidikan, Pelatihan Penelitian dan Pengembangan Daerah
yang unggul di bidang pendidikan dan pelatihan serta terlaksananya penelitian
dan pengembangan yang berbasis data”. Dengan mengetahui tugas pokok, fungsi dan
visi BP4D, maka sesuai vokus pembahasan studi ini yaitu kapabilitas BP4D dalam
menyelenggarakan diklat aparatur maka ditemukan berbagai data sebagai berikut.
Visi BP4D
pada dasarnya telah dijadikan acuan dalam perumusan kebiajakan operasional,
program dan kegiatan kediklatan. Akan tetapi melalui wawancara mendalam
diperoleh informasi bahwa pada umumnya sumberdaya aparatur pada BP4D, utamanya
staf, belum memahami dengan baik atas visi BP4D dimaksud karena visi BP4D belum
menjadi visi bersama (shared vision)
karena kurangnya sosialisasi dan kurangnya keterlibatan staf dalam
perumusannya. Dengan pemahaman
visi mendalam dapat menghasilkan komitmen dan memberi motivasi tersendiri bagi
aparatur dalam menjalankan tugas, karena adanya kejelasan arah dan sasaran yang
ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu.
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
Dari aspek pendidikan formal, BP4D memiliki sumberdaya aparatur yang cukup
diandalkan. Sumberdaya pengelola dan penyelenggara diklat yang berpendidikan
S-1 mencapai 39,34%, S-2 mencapai 15,57%, S-3 hanya 0,82%, SLTA dan SLTP
masing-masing 32,79% dan 0,82% serta SD mencapai 3,28%. S-1 mendominasi dengan
39,34%. Hal ini menunjukkan, sebenarnya dari sisi potensi sumberdaya manusia
kediklatan BP4D cukup memberikan kontribusi positif terhadap pelaksanaan diklat
yang efektif.
Melalui
wawancara mendalam dengan para Kepala Bidang, baik Kabid MP, Kabid TF, Kabid Pengembangan
dan Kabid Sarpra, diperoleh informasi pada dasarnya sumberdaya aparatur sudah
cukup memadai dari aspek pengetahuan dan keterampilan. Tetapi dari aspek sikap
perlu dibenahi agar mau melaksanakan tugas dengan tulus dan penuh tanggung jawab.
Mereka akan bekerja sungguh-sungguh bila ada honornya. Sebagian besar pengelola
diklat di BP4D belum berkompeten karena belum mengikuti MoT sesuai Keputusan
Kepalan Lan No 6 Tahun 2003 dan Penyelenggara Diklat belum mengikuti TOC sesuai
Keputusan Kepala LAN Nomor 3 Tahun 2006.
Selain
pengelola dan penyelenggara diklat, tenaga kediklatan lain adalah Widyaiswara.
Widyaiswara BP4D umumnya belum mengikuti ToT mata diklatpim dan prajab, dan
juga belum disertifikasi sesuai Peraturan Kepala LAN nomor 6 Tahun 2008, dalam
menyongsong pembaharuan diklat tahun 2013. Akhir bulan Desember 2011 baru 3
orang yang mengikuti ToT sekaligus sertifikasi untuk mata diklat Prinsip dan
Teknik Koordinasi Diklat Kepemimpinan Tingkat IV, sedangkan 19 mata diklatpim
IV, 20 mata diklat pim III dan 31 mata diklat prajabatan belum disertifikasi. Secara
kuantitas jumlah widyaiswara saat ini 13 orang dan pada tanggal 1 Juni 2012
sisa 12 orang. Perturan Kepala LAN No 3
Tahun 2010 mengamanatkan bahwa pengangkatan widyaiswara harus melakukan kegiatan
tatap muka minimal 500 jampel pertahun, maka BP4D minimal memiliki 25
widyaiswara.
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
Sumberdaya
manusia kediklatan yang berkualitas akan merancang dan melaksanakan program
diklat yang berkualitas juga. Hal yang ditemukan sehubungan dengan program
diklat antara lain dalam merumuskan program diklat teknis, diklat fungsional
dan diklat manajemen pemerintahan belum semuanya diawali dengan Training Need Assessment, sehingga
banyak yang kurang termotivasi mengikuti diklat karena kurang menyentuh
kebutuhan peserta dan unit kerjanya. Program diklat lebih banyak diadopsi dari
Badan Diklat Depdagri dan LAN RI.
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
Melalui analisis
lingkungan straategis untuk mengetahui kekuatan (strengths), kelemahan (weaknessess), serta peluang (opportunities)
dan ancaman (threats), diperoleh data
bahwa kekuatan BP4D adalah (1) BP4D merupakan satu-satunya lembaga diklat pemerintah
di NTT yang berpengalaman menyelenggarakan diklat aparatur, seperti Diklat
Prajabatan, Diklat Kepemimpinan, Diklat Teknis, Diklat Fungsional dan Diklat
Manajemen Pemerintahan;
(2) Adanya
komitmen pimpinan dan staf serta widyaiswara untuk menyelenggarakan diklat yang
lebih berkualitas, dimana mulai tahun 2012 kegiatan diklat aparatur yang
menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, semuanya
dilaksanakan di BP4D. Komitmen tersebut ditinjaklanjuti dengan Surat Edaran
Gubernur NTT Nomor BU.890/34/ BP4D/2011 tanggal 21 November 2011 tentang
Pemberitahuan Kegiatan Diklat Tahun Anggaran 2012; (3) Adanya
program diklat pada semua bidang di BP4D. Kelemahannya adalah (1) pengelola dan
penyelenggara diklat belum mengikuti MoT dan TOC; (2) kurangnya kuantitas dan
kualitas widyaiswara; (3) belum lengkapnya fasilitas pendukung, baik di asrama maupun di ruang kelas.
Berikut
faktor eksternal berupa peluang dan ancaman. Peluang yang diidentifikasi (1) Dukungan
Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota; (2) Adanya kebijakan Pemerintah Provinsi
untuk tidak memperpanjang usia pensiun pejabat eselon II; (3) Adanya kebijakan
diklat satu pintu oleh Kementerian Dalam Negeri, melalui
suratnya Nomor
890/2946/SJ tanggal 10 Agustus 2009 kepada semua Gubernur tentang penyelenggaraan diklat di Diklat Provinsi, yang terus
disosialisasikan.
Ancaman
(1) Pesersepsi aparatur bahwa diklat belum merupakan kebutuhan. Sampai dengan
saat ini diklat aparatur belum menunjukkan eksistensi yang sesungguhnya,
sehingga belum berani tegas menetapkan peserta yang tidak lulus diklat. Mereka
yang mengikuti Diklat Pim IV dan III, umumnya sudah diangkat menduduki jabatan
tertentu sehingga diklat hanyalah formalitas belaka; (2) Kebijakan moratorium
CPNS pada tahun 2011-2012; (3) Mutasi PNS yang cukup tinggi, mengakibatkan
siapapun yang telah di diklat pada diklat teknis tertentu akan tidak ada
manfaatnya karena tidak sesuai lagi dengan substansi tugas unit kerja baru.
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormat
Hasil
identifikasi faktor internal dan eksternal lalu dikomparasi untuk mendapatkan
bobot faktor (BF). Setelah menemukan BF, langkah berikutnya adalah menilai
kapabilitas BP4D melalui evaluasi faktor internal dan eksternal. Hasil evaluasi
akan menghasilkan total nilai bobot (TNB). TNB tertinggi akan nampak faktor
kunci keberhasilan (FKK). FKK itu bila divisualisasikan dalam Peta Posisi
Kekuatan Organisasi maka BP4D berada pada kuadraan I, dimana BP4D masih
memiliki kemampun yang dapat diunggulkan untuk melakukan perubahan kompetitif
dalam menyelenggarakan diklat, sehingga perlu segera dilakukan pembenahan agat
lebih mampu menyelenggarakan diklat aparatur yang lebih berkualitas.
Untuk lebih
cepat mendongkrak kapabilitas BP4D maka dirumuskanlah strategi sesuai FKK yang
sudah didapatkan. Dari formulasi strategi SWOT ditemukan Strategi SO adalah Tingkatkan
kapabilitas diklat dengan memanfaatkan dukungan Pemerintah Provinsi,
Kabupaten/Kota dan DPRD dalam kerangka kebijakan diklat satu pintu. Strategi WO:
Tingkatkan kualitas dan kuantitas widyaiswara dengan memanfaatkan dukungan
Pemda dan DPRD serta Kebijakan Diklat Satu Pintu. Strategi ST: Kembangkan kapabilitas BP4D dalam menyelenggarakan diklat
yang berkualitas untuk meningkatkan kompetensi aparatur dalam rangka
meminimalisasi persepsi formalisme diklat serta memanfaatkan mobilitas mutasi
PNS. Strategi WT: Tingkatkan kualitas dan kuantitas Widyaiswara, Pengelola dan
Penyelenggara Diklat untuk meminimalisasi persepsi formalisme diklat dan memanfaatkan
mobolitas mutasi PNS.
Bapak, Ibu hadirin yang saya hormati
Akhirnya saya
menyimpulkan bahwa Kapabilitas BP4PD Provinsi NTT belum diberdayakan secara
optimal dan belum mencapai harapan, sehingga penyelenggaraan diklat belum mencapai
kualitan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kuantitas dan
kualitas widyaiswara, pengelola dan penyelenggara diklat, belum lengkapnya
sarana dan prasarana pendukung sebagai faktor internal BP4D, sebagai faktor
eksternal masih adanya persepsi aparatur bahwa diklat hanya merupakan
formalitas, kebijakan moratorium penerimaan CPNS tahun 2011-2012, mutasi PNS
yang relatif cukup tinggi.
Program Diklat Teknis, Diklat Fungsional dan Diklat MP, belum dilakukan melalui
analisis kebutuhan diklat (Training Need
Assessment), sehingga belum menyentuh kebutuhan riil individu dan unit
organisasi peserta diklat. Sarana dan prasarana BP4D saat ini belum memadai
bila dibandingkan dengan volume kegiatan diklat yang semakin bertambah pada
setiap tahun.
Untuk memenuhi
tuntutan diklat yang lebih berkualitas, terutama menghadapi pembaharuan diklat
pada tahun 2013 maka pengelola diklat segera mengikuti MoT, penyelenggara
diklat segera mengikuti TOC dan widyaiswara segera mengikuti Sertifikasi dan
ToT Substantif Mata Diklat
Prajabatan, Mata Diklat Pim Tingkat IV dan
Diklat Pim Tingkat III.
Untuk menjamin
penyelenggaraan diklat yang menyentuh kebutuhan riil PNS dan organisasi sasaran
diklat, maka direkomendasikan agar selalu mengawali penyusunan program diklat
dengan analisis kebutuhan diklat (Tarining
Need assessment). Melalui analisis
kebutuhan diklat akan mempermudah perumusan tujuan dan sasaran diklat aparatur.
Sarana dan prasarana
yang ada perlu dibenahi keberadaannya, terutama membangun baru asrama setara
hotel berbintang dan ruang belajar serta ruang diskusi bagi peserta diklat.
Komitmen Pimpinan,
Staf dan Widyaiswara BP4D untuk memusatkan pelaksanaan diklat prajabatan,
diklat Kepemimpinan Tingkat IV, Diklat Kepemimpinan Tingkat III dan diklat
Teknis Fungsional serta Diklat Manajemen Pemerintahan perlu diimbangi dengan
pembenahan pada berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya
mengucapkan terimakasih kepada BP/Ibu Guru saya yang tercinta, dari SD,SMP,SMA
dan Dosen Undana Kupang, yg telah mendidik saya sehingga menjadikan saya
berhasil meraih WI Utama. Juga terima kasih kepada panitia atas pencurahan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk menyiapkan Orasi Ilmiah ini. Semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa membalas amal kebaikan seluruh panitia pelaksana.
Terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak
Gubernur,Bapak Wakil Gubernur dan
Sekda yang telah memberi dukungan sangat kuat kepada saya dalam menyelesaikan
naskaqh orasi ilmiah ini.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada
Bapak Drs. Welhelmus Lenggu, MM Kepala BP4D Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang
telah dengan tulus mendorong saya untuk segera menyelesaikan naskah orasi
ilmiah ini dan mengukuhkan saya menjadi Widyaiswara Utama.
Terima kasih yang tulus saya
sampaikan kepada Ibu Deputi Bidang Pembinaan Diklat Aparatur pada LAN RI yang
diwakili Kepala Pusat Kajian Manajemen Kebijakan, yang telah merestui saya
untuk berorasi ilmiah pada saat ini.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak
Dr. Drs. Yusuf L. Rupidara, M.Si sebagai pembahasas yang telah banyak
memberikan masukan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah sehingga menghasilkan
naskah orasi ini. Juga kepada Bapak Drs. John J. Adoe dan Drs. Robertus Rero,
MM selaku pembahas dalam seminar pra-orasi ilmiah. Tidak lupa, perkenankanlah
saya menyampai kan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan Widyaiswara yang
telah mendorong, menyemangati, bahkan berbagi ilmu dan membagi pengalamannya.
Terima kasih kepada Lembaga
Administrasi Negara, spesial kepada Tim Penilai DUPAK, lantaran hasil penilaian
kepada saya itulah, maka terbayang rasanya, apakah benar esok akan diberi
tambahan beban kepercayaan untuk mengemban tugas yang lebih berat lagi, yaitu untuk
bisa jadi Widyaiswara Utama yang profesional di BP4D Provinsi Nusa Tenggara Timur
?
Tentu,
terima kasih untuk isteri, anak-anak, anak mantu, yang selalu menemani saya
sepanjang saat.
Akhir kata,
dengan penuh rasa hormat, saya sampaikan terima kasih kepada seluruh hadirin yang
telah meluangkan waktu, tekun dan sabar mengikuti orasi ilmiah saya.
Mudah-mudahan dari pidato saya tadi ada yang dapat dipetik manfaatnya.
Mohon maaf atas
segala kekurangan dan atas segala hal yang tidak berkenan di hati para hadirin
sekalian.
Bapak/Ibu
para undangan dan hadirin sekalian yang saya hormati.
Semoga
Allah yang Maha Kuasa melimpahkan kepada kita kepedulian, kebersamaan, saling
percaya, kesabaran, kekuatan dan keteguhan iman dalam upaya menyelenggarakan
diklat aparatur yang berkualitas, demi pencapaian kompetensi aparatur daerah
Nusa Tenggara Timur tercinta.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Buku :
Cane, S.
1998. Keizen Strategies for Winning
Through Poeple (Menang Melalui
Manusia), Jakarta, Interaksara.
Dahama,
O, P. 1979. Extension and
rural welfare.
New Delhi; Ram Parsad and Sons.
Gardner, Howard. 2006. Five Monds for the Future, Havard
Business Shool Press. Boston Mass.
Hamalik,O.
1993. Pengembangan Kurikulum Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan, Bandung.
Hasibuan,
P, S, M. 2000. Manajemen Sumberdaya
Manusia. Jakarta. Bumi Aksara.
Hesselbein,
F. Dkk, 2000, The Leader of The Future
(Pemimpin Masa Depan), Jakarta.
Gramedia.
Honadle,
G. Morss. E. R. San. V. Y. Gow. B.A. 1980. Integrated
Rural Development, Washinton. Dc. Jefferson Place. N.W.
Jalal,
J. dan Supriyadi, D. 2001. Reformasi
dalam Konteks Otonomi Daerah, Yoyakarta. Adicita Karya Nusa.
Jocious, M,
J. 1963. Personnel
Management
(5Th ed). Homewood, IL.Richard D.Irwin.
Kristiadi,
B, J. 1997. Dimensi Praktis Manajemen
Pembangunan di Indonesia. Jakarta.LAN RI
Moenir,
S, A. 1987. Pendekatan Manusiawi dan
Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta. Gunung Agung.
Musakabe,
Herman. 2004. Mencari Kepemimpinan Sejati
di Tengah Krisis dan Reformasi. Jakarta. Citra Insan Pembaru.
Nanus,
Burt. 2001. Kepemimpinan Visioner.
Alih Bahasa. Fredrik Ruma, Prenhallindo. Jakarta
Ndaraha,
T. 1999. Pengantar Teori Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Jakarta, Rineke Cipta.
Prawirosentono,
S. 2008. Manajemen Sumberdaya Manusia, Kebijakan
Kinerja Karyawan, Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Era Perdagangan Bebas
Dunia. Edisi kedua. Yogyakarta. BPFE.
Salusu,
J. 2000. Pengambilan Keputusan Stratejik
untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, Gramedia.
Sedarmayanti.
2008. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Reformasi Demokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung. Refika
Aditama.
Senge,
P, M. 2002. Disiplin Kelima, Strategi dan
Alat-Alat untuk Membangun Organisasi Pembelajar, Alih Bahasa Ir. Hari
Suminto. Jakarta, Interaksara.
Sugiyono.
2001. Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta.
.........,
2008. Memahami Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Umar,
Husein. 2004. Metodologi Riset Ilmu
Administrasi, Ilmu Administrasi Negara, Pembangunan dan Niaga. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
2)
Artikel :
Baedhowi. 2001. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Dalam Sistem Manajemen Nasional, Jurnal Bisnis & Birokrasi No. 02
Vol.IX/Mei/2001, Jakarta FISIP Universitas Indonesia.
Bidang
Diklat Aparatur. 2006. Analisis Kebutuhan
Diklat di Daerah. LAN. Bandung
Fernanda,
Desi. 2006. Sinergitas Strategi
Peningkatan Kualitas Diklat Dalam Rasngka Meningkatkan Kompetensi Aparatur di
Daerah. Jurnal Diklat Aparatur. Bandung.LAN
German
Development Service. 2008. Penjajakan
Pelatihan Yang Dibutuhkan Pegawai Negeri Sipil Provinsi dan Tingkat Kabupaten
di Nusa Tenggara Timur.
Japan
international Cooperation Agency (JICA), 2007. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Lembaga
Administrasi Negara RI. 2001. Keputusan Kepala Lembaga Adminsitrasi Negara
Nomor 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman
Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
------
2003. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Bagi Penyelenggara Diklat
(Training Officer Course).
------
2003. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 6 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Bagi Pengelola Diklat (Management
of Training).
------
2008. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Widyaiswara.
------
2008. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Sertifikasi Widyaiswara.
----- 2008. Teknik-Teknik
Analisis Manajemen, Modul Pendidikan
dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III.
------
2010. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan.
Mahyuddin,
Hasbi. Tanpa tahun. Kapabilitas
Organisasi Publik. pdf-Adobe Reader
Mustopadidjaja,
R, A. 2002. Kebijakan serta Sistem
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan PNS.
Nonoago,
N. 2004. Kapabilitas Badan Pendidikan dan Pelatihan Propinsi Nusa Tenggara Timur
dalam Implementasi Kebijakan Diklat Satu Pintu. Tesis. Undana Kupang (tidak
dipublikasikan).
Pemerintah
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, www/htpp.peraturan
Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia.
........
2009. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. www/htpp.peraturan perundang-undangan negara
Republik Indonesia.
Rasyid,
R, M. 2002. Kebijakan Penyiapan Sumber
Daya Aparatur yang Profesional dalam Pelaksanaan Otonomi daerah, Jakarta,
dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol 27 Tahun 2002. Jakarta. Institur Ilmu
Pemerintahan.
Tamin,
F. 2002. Pengembangan SDM Aparatur Dalam
Meningkatkan Kinerja Birokrasi, dalam Jurnal Bisnis dan Birokrasi No.02/Vol.x/Mei/2002,
Jakarta, Fisip Universitas Indonesia.
RIWAYAT
HIDUP WIDYAISWARA
Nama
Lengkap
|
:
|
Drs.
Nicolaus Nonoago, M.Si
|
Tempat,Tgl
Lahir
|
:
|
Ngada,
7 Juni 1952
|
Nama
Instansi
|
:
|
BP4D
Provinsi NTT
|
Jabatan
|
:
|
Widyaiswara Madya
|
Pangkat,
Gol/Ruang
|
:
|
Pembina
Utama Muda, IV/c
|
Riwayat
Pendidikan:
1.
SDK
Jerebu’u I tahun 1964
2.
SMPK
Yos Soedarso Jerebu’u tahun 1968
3.
SMA
Ki Hadjar Dewantara Bajawa tahun 1971
4.
Sarjana
Muda FKK Undana Kupang tahun 1975
5.
S-1
FKKH Undana Kupang tahun 1980
6.
Magister
Administrasi Publik Undana Kupang tahun 2004.
Pengalaman
Jabatan
1.
Kasi Sarpra Bidang
Kesenian Kanwil Depdikbud Prov NTT, Pangkat/Gol Ruang, Penata, III/c sampai
Penata Tingkat I, III/d
2.
Kabag Kepegawaian
Kanwil Depdikbud Prov NTT tahun 1996-2000 Pangkat, Penata Tkt I, III/d sampai
dengan Pembina Tingkat I, IV/b
3.
Kabid Teknis
Fungsional Badan Diklat Provinsi NTT, 2001-2005, Pangkat Pembina Tingkat I,
IV/b
4. Tanggal 1 Januari
2006 diangkat dalam Jabatan Widyaiswara Madya,
Pangkat/ Golongan: Pembina Tingkat I, IV/b.
5. TMT.
1 April 2008 diangkat dalam Jabatan Widyaiswara Madya dengan Pangkat Pembina
Utama Muda, IV/c.
Keanggotaan
Profesi Ilmiah: Anggota Ikatan Sarjana FISIP Undana Kupang
Keanggotaan
Profesi:
1.
Anggota
Ikatan Widyaiswara Indonesia (IWI)
2.
Sekretaris
Pengurus Daerah IWI Nusa Tenggara Timur
3.
Pengurus
Ikatan Budaya Daerah Nusa Tenggara Timur
4.
Pengurus
Daerah ORGANDA Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kegiatan
Keprofesian:
Mengajar Sepala di lingkungan Kanwil
Dedpdikbud Provinsi NTT, tahun 1976-2000.
Mengajar Diklat Prajab, Diklat
Pim Tkt IV dan III, Diklat Teknis, Diklat Fungsional dan Diklat Manajemen
Pemerintahan di Lingkup Pemerintah Prov dan Kabupaten/Kota se NTT.
Karya Tulis
Ilmiah yang pernah dibuat:
1.
Etika
Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
2.
Menciptakan
Budaya Organisasi Pembelajar melalui Kepemimpinan Transformasional.
3.
Pengembangan
Model
Kepemimpinan Birokrasi menuju Kepemimpinan Pemberdaya pada Era Global.
4.
Kebijakan
Pemerintah Daerah dalam Mengembalikan Nusa Tenggara Timur Sebagai Gudang
Ternak.
5.
Penyelenggaraan
Pelayanan Publik Berbasis Etika.
6.
Kapitalisasi
Sosial dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.
7.
Penulisan
Modul “Observasi Lapangan Diklat Manajemen Pemerintahan bagi Kepala Desa,
Sekretaris Desa dan Ketua BPD di Provinsi Nusa Tenggara Timur”.
8.
Makna Ritus Reba Reti
Siwa di Wilayah Diaspora.
9.
Penulisan
Modul “Rencana Kerja Tindak Lanjut Pendidikan dan Pelatihan Manajemen
Pemerintahan Bagi Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Ketua BPD di Provinsi Nusa
Tenggara Timur”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar