Minggu, 12 Mei 2013



MEMANGKAS PRAKTEK KORUPSI MELALUI LPSE

Oleh: Ondy Ch. Siagian, SE.M.Si
Widyaiswara BP4D Provinsi NTT

Salah satu isi dari Inpres Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2012 adalah mewajibkan pelaksanaan pengadaan secara elektronik (e-Procurement) dan kewajiban yang sama juga terdapat pada Inpres Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2013 sekaligus penegasan 100% pelelangan pada Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Insitusi lainnya (K/L/D/I)  prosesnya dilakukan secara elektronik (e-Procurement), Inpres ini sekaligus sebagai momentum berakhirnya era pelelangan secara manual yang sarat dengan praktek-praktek korupsi.

Oleh karenanya penulis memiliki keyakinan bahwa alasan dikeluarkannya Inpres tersebut khususnya butir yang terkait dengan pelelangan atau pengadaan barang/jasa dikarenakan dalam pelaksanaannya masih kerap diwarnai penyalahgunaan dengan praktek-praktek KKN yang berdampak pada kerugian negara. Hal ini diperkuat dengan pengaduan yang masuk ke KPK, sebanyak 80% diantaranya adalah kasus yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pendek kata sebagian besar orang mungkin juga sudah mengetahui bahwa proses Pengadaan Barang/Jasa di pemerintahan ini merupakan ladang bagi para koruptor.

Paradigma Baru Sistem Pengadaan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, merupakan langkah baru sistem pengadaan barang/jasa pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)  yang berfungsi mewujudkan pengadaan yang ideal di Indonesia, berhasil membuat inovasi dengan penerapan sistem pengadaan secara elektronik (e-Procurement). Tindaklanjutnya adalah memfasilitasi pembentukkan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di setiap K/L/D/I, yang sampai dengan saat ini telah terbentuk 543 LPSE yang tersebar di 33 Provinsi.
e-Procurement pada prinsipnya adalah mengubah pola pikir, dari sesuatu yang sifatnya manual dan rawan penyalahgunaan menjadi sistem yang elektronik sistemik yang mengurangi tatap muka. Sistem ini secara tidak langsung memicu terciptanya pasar pengadaan yang kompetitif dan sehat. Siapapun bisa mengajukan diri menjadi penyedia, dan bersaing secara fair dalam memberikan penawaran, melalui sistem ini setiap penyedia memiliki kesempatan yang sama, tidak ada lagi diskriminatif, jaminan transparansi karena sistemnya bisa dipantau bersama-sama. Dengan meminimalisir tatap muka antara panitia dan penyedia, maka praktek kongkalikong dapat makin dihilangkan.

Manfaat LPSE
Ada empat manfaat yang bisa dipetik melalui LPSE. Pertama adalah, menyehatkan proses demokratisasi dengan akuntabilitas dan transparasi karena masyarakat dapat memantau proses pengadaan, ikut serta sebagai penyedia, ataupun mengawasi proses jalannya pengadaan barang/jasa pemerintah yang semuanya tercatat secara elektronik melalui LPSE. Kedua, sistem LPSE lebih efektif dan mudah dibandingkan melakukan pelelangan secara manual, penyedia cukup mendaftar sekali dan tidak berbelit-belit, sehingga barang/jasa yang dihasilkan akan sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Ketiga adalah efisiensi, dengan sitem LPSE banyak biaya-biaya yang dapat dihemat baik dari sisi pemerintah maupun penyedia. Dari pengalaman LPSE yang sudah berjalan, rata-rata efisiensi setelah menggunakan sistem e-Procurement berkisar 12% yang kemudian dapat dianggarkan kembali untuk  perbaikan dalam pelayanan publik dan infrastruktur, jika dibandingkan dengan cara manual efisiensi yang didapat sudah barang tentu lebih kecil. Manfaat yang terakhir adalah dari segi ekonomi, akan didapat pasar yang lebih luas, semua penyedia akan memperoleh kesempatan yang sama dan karena sistem e-Procurement teragregasi atau menyatu dan terhubung dengan LPSE lainnya diseluruh Indonesia, maka penyedia memiliki peluang untuk mengikuti pelelangan diseluruh Indonesia pula.
Kalau manfaatnya sebegitu besar, lalu kenapa masih ada pemerintah yang tidak atau enggan menggunakan LPSE? Karena dengan adanya regulasi dan kesiapan infrastruktur LPSE di 33 Provinsi, serta pelatihan bagi pengguna yang rutin dilaksanakan oleh LPSE, seharusnya tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk tidak menggunakan sistem ini. Masyarakat boleh curiga bagi pemerintah yang tidak menggunakan e-procurement, apakah masih ada kepentingan lain di luar kepentingan pengadaan barang/jasa?.
Pelelangan melalui LPSE seharusnya merupakan strategi efektif bagi pemerintah untuk mencegah praktek-praktek KKN. Karena Iklim pengadaan barang/jasa pemerintah akan semakin kondusif, terciptanya  transparansi dan akuntabilitas, persaingan menjadi semakin sehat, sekaligus mendukung percepatan pelaksanaan APBN dan APBD.  Akhirnya good governance dan efisiensi anggaran dapat tercapai, serta tidak ada lagi praktek-praktek kongkalikong yang selama ini mewarnai pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar