Minggu, 18 Agustus 2013



Terbakarnya Kantor Gubernur NTT: Realitas Buruknya Menejemen Kebakaran di Provinsi NTT

Oleh : Alexander B. Koroh
Widyaiswara Muda BP4D NTT

Pakar ilmu pemerintahan Indonesia, Prof. Dr. Ryas Rasyid dalam bukunya Makna Pemerintahan, menegaskan bahwa salah satu tugas utama pemerintah pada setiap level adalah: melindungi warganya dari berbagai bahaya dan ancaman yang dapat mereduksi dan atau menghancurkan kualitas hidup warganya. Oleh karena itu, adalah sudah sepatutnya bila dalam banyak tujuan, sasaran, program dan kegiatan, pemerintah mengelaborasi dan membumikan tugas utama di atas. Perlindungan individu dan masyarakat dari bahaya kebakaran adalah salah satu hal penting yang harus dikelola oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara tepat dan sungguh-sungguh, bukan secara asal-asalan dan ngaur. Terbakarnya Kantor Gubernur NTT pada hari Jumat lalu (9 Agustus 2013), yang kemudian diikuti oleh tebakarnya rumah salah seorang warga Kelurahan Kayu Putih (Sabtu, 10 Agustur 2013), menunjukkan betapa buruknya sistem pengelolaan bahaya kebakaran di Provinsi ini.

Perlu Kolaborasi
Pemerintah Daerah sejatinya memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola bahaya kebakaran di wilayahnya. Kapasitas financial dan legitimatif merupakan elemen sumber daya publik yang bila dikelola dengan tepat dapat menghadirkan kapasitas daerah dalam menghadapi dan mengatasi setiap bahaya kebakaran. Tentunya tidak hanya dua elemen indikator input yang ada di atas, tetapi juga kemampuan Pemerintah Daerah untuk membangun kerja sama dengan setiap pemangku kepentingan akan semakin meningkatkan kapasitas daerah dalam mengelola bahaya kebakaran. Hal ini sangat penting karena Pemerintah Daerah memiliki berbagai keterbatasan namun melalui kolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya maka akan tercipta sinergi yang dapat menutupi berbagai kekurangan yang ada.
Seiring dengan itu, pengelolaan bahaya kebakaran adalah suatu upaya yang mesti dijalankan secara bersama karena sifatnya yang komprehensif, ia tidak dapat dilaksanakan secara partial. Dengan kata lain, sejak tahap perencanaan Rencana Umum dan Detail Tata Ruang Kota, implementasi, dan evaluasi Rencana dimaksud aspek pengelolaan kebakaran harus mendapat tempat utama. Misalnya untuk setiap pemukiman penduduk akses masuk, jalan, dan ketersediaan air harus mendukung proses pengelolaan bahaya kebakaran. Dengan demikian maka apabila terjadi kebakaran maka relatif akan mudah untuk mengatasinya. Jalan yang memadai akan memudahkan mobil pemadam kebakaran dan pasukannya untuk menjalankan tugas mulianya, selanjutnya ketersediaan air yang cukup juga akan sangat mendukung petugas dan warga sekitar untuk ikut membantu di kala kebakaran terjadi.
Praktek Terbaik
Pengalaman penulis ketika belajar di Inggris dan Selandia Baru, menunjukkan bahwa Pemerintah di negeri ini dan pemangku kepentingannya telah melakukan the best practice(praktek terbaik) menejemen bahaya kebakaran. Pertama, setiap gedung: rumah, kantor, perusahaan, gudang, sekolah, rumah sakit, stasiun, dan seterusnya memiliki system peringatan dini bahaya kebakaran. Alat peringatan dini akan mengeluarkan suara peringatan apabila ada asap  di dalam ruangan termasuk asap karena memasak atau merokok, suara peringatan akan berhenti setelah ruangan tidak berasap. Oleh karena itu, api sudah segera diketahui dengan cepat, dan pemadaman pada saat api masih kecil dapat segera dilakukan; hal ini jauh lebih mudah dan ampuh. Selanjutnya, untuk beberapa rumah di pemukiman, dan setiap gedung besar terdapat selang pemadam kebakaran yang panjangnya 50 meter dengan air yang tersedia selama 24 jam sehingga langsung digunakan oleh warga di saat kebakaran terjadi, sebelum tibanya pasukan pemadam kebakaran jika kebakaran tak dapat diatasi warga setempat. Seiring dengan itu, setiap gedung memiliki emergency exit(pintu darutat) yang dapat digunakan saat terjadinya kebakaran. Bagi setiap pendatang baru akan segera diberitahukan di mana posisi pintu darurat, dan cara menggunakannya.
Petugas pemadam kebakaran bekerja sama dengan semua pihak dan secara rutin melakukan sosialisasi dan latihan (simulasi) jika terjadi kebakaran. Pada saat simulasi biasanya petugas pemadam mengajak beberapa peserta untuk menjadi relawan pemadam kebakaran ditempatnya dengan tugas tertentu yang disepakati bersama. Berkaitan dengan ini, unit pemadam kebakaran sangat dihargai/dihormati dan didukung dengan semua kelengkapan penyelamatan mutakhir. Mobil pemadam kebakaran berada dalam kondisi siap dioperasikan kapan saja, dengan petugas pemadam kebakaran yang berdidikasi tinggi; pemadam kebakaran adalah elemen utama civil defence (Pertahanan Sipil(Hansip)) bandingkan dengan Hansip kita yang tidak jelas tugasnya.
Perlu Menerapkannya
Perbaikan dan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam mengelola bahaya kebakaran merupakan suatu keharusan. Hal ini perlu dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Karena jika tidak demikian maka kehadiran suatu pemerintahan adalah tidak bermakna karena kehilangan kapasitas untuk melindungi individu dan masyarakatnya dari bahaya yang menyebabkan penderitaan bahkan kematian. Merujuk pada penjelasan di atas, tampak bahwa terdapat ruang yang luas bagi Pemerintah Daerah dan semua pemangku kepentingan untuk memperbaiki sistem pengelolaan bahaya kebakaran. Niat baik, keinginan untuk lebih bermanfaat dan terus belajar untuk meperbaiki sistem pengelolaan bahaya kebakaran, kemudian menerapkannya secara tepat akan terus meningkatkan kualitas pengelolaan bahaya kebakaran yang bermuara pada kapasitas perlindungan warga yang memadai. Terbakarnya Kantor Gubernur NTT kiranya menjadi momentum dan titik berangkat bagi Pemerintah Daerah untuk memperbaiki kinerja pengelolaan bahaya kebakaran secara sungguh-sungguh.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar