Selasa, 17 Desember 2013



Iklim Pembelajaran Orang Dewasa

 dalam PeningkatanKompetensi
Oleh,
Drs. Alexander Koroh, MPM

Belajar adalah suatu aktivitas konstruktif yang dibutuhkan oleh individu, kelompok, organisasi dan masyarakat bahkan negara dalam rangka mencapai berbagai tujuan strategis. Tujuan-tujuan dimaksud sejatinya bermuara pada kemampuan untuk mengelola berbagai sumber daya untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Walaupun demikian, tidak semua organisasi baik pada sektor publik, swasta, dan nirlaba memandang bahwa hal belajar (pembelajaran) adalah penting. Pertama, ada yang memandang bahwa hal belajar adalah tidak berguna dan tidak relevan karena membuang banyak waktu dan dana. Kedua, ada pula yang melihat bahwa pembelajaran adalah menarik tetapi tidak layak/perlu untuk dilaksanakan. Yang terakhir, ada pandangan yang memandang bahwa pembelajaran perlu dilaksanakan karena akan sangat bermanfaat bagi pengembangan kompetensi individu dan kemajuan organisasi (I. Cunningham, The Wisdom of Strategic Learning1994, hal.7).

Dapat dikatakan bahwa kedua pandangan pertama adalah bersifat negatif terhadap hal pembelajaran. Bila suatu organisasi memiliki pandangan dimaksud apalagi pandangan pertama, maka akan sulit bagi organisasai untuk dapat mengembangkan kapasitasnya dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan/cliennya. Pada saat yang sama, lingkungan di mana sebuah organisasi berada terus berubah dengan cepat dan sulit diprediksi. Oleh karena itu, sejatinya pembelajaran bagi setiap organisasi adalah penting dan harus dilaksanakan, sehingga ia dapat mengikuti perkembangan terkini di dalam mengelola organisasi dengan cara terbaik. Di sinilah, pembelajaran orang dewasa menjadi krusial karena sejatinya setiap anggota organisasi adalah orang dewasa, yang memerlukan pendekatan dan iklim khusus dalam proses pembelajarannya.

Iklim Pembelajaran Orang Dewasa
Andragog (pakar dalam pembelejaran orang dewasa) meyakini bahwa keberhasilan pembelajaran orang dewasa membutuhkan iklim tertentu. Atmosphere dimaksud merupakan prasyarat  bagi terciptanya suasana yang kondusif . Menurut Malcolcm Knowels dalam bukunya Andragogy in Actionmenekankan setidak-tidaknya ada dua aspek besar yang perlu dipertimbangkan yakni, iklim institusional dan iklim dari situasi belajar. Kedua iklim ini perlu tercipta terlebih dahulu agar proses pembelajaran orang dewasa dapat berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan-tujuannya. Oleh karenanya, pengetahuan dan pemahaman tentang iklim pembelajaran dimaksud adalah penting. Hal ini vital tidak hanya bagi widyaiswara, fasilitator, guru, dosen dan pengelola pendidikan orang dewasa, tetapi juga bagi pembelajar itu sendiri.
a.     Iklim institusional
Iklim dalam ranah ini berkaitan dengan beberapa hal krusial yang sesungguhnya merupakan landasan bagi terwujudnya iklim situasi pembelajaran yang kondusif. Hal-hal penting dimaksud antara lain, statemen kebijakan lembaga yang mengandung suatu komitmen mendalam  yang menghargai pengembangan sumberdaya manusia dalam mencapai misi dari lembaga tertentu. Seiring dengan itu, ketersediaan dana yang memadai adalah vital untuk mendukung upaya-upaya pengembangan kapasitas SDM. Keterlibatan staf SDM pada proses pengambilan keputusan sebagai individu yang memahami kebijakan dan program pengembangan SDM, sangat diperlukan. Ketersediaan fasilitas fisik untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan pembelajaran juga tak dapat diabaikan. Akhirnya system pemberian penghargaan pada prestasi pribadi yang bertumbuh pada individu dan supervisor juga akan berkontribusi signifikan bagi iklim lembaga pembelajaran yang sehat. (Knowles 1999, hal. 259).
b.     Iklim pembelajaran kondusif orang dewasa
Menurut Knowles ada 6 (enam) elemen penting yang dapat membentuk atmosfir pembelajaran orang dewasa yang kondusif. Elemen-elemen dimaksud antara lain:
·           Iklim saling menghargai. Orang cenderung akan terbuka terhadap suatu pembelajaran jika mereka merasa dihormati. Perasaan dihormati biasanya menempatkan orang pada suatu posisi untuk segera menyerap pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang akan disampaikan. Jika mereka merasa sebaliknya, diremehkan, dikecilkan, dan tertekan, maka akan banyak energi yang perlu mereka gunakan untuk menghilangkan perasaan yang tak mengenakan tersebut.
·           Iklim kerjasama ketimbang persaingan. Kondisi kolaborativ menempatkan fasilitator dengan perserta, perserta dengan peserta akan memandang diri mereka sebagai sesama penolong ketimbang pesaing. Dalam berbagai ranah pembelajaran orang dewasa sumber kekayaan pengetahuan, pengalaman dan pengetahuan ada pada sesama peserta pembelaran, karena itu adalah penting untuk merangsang peserta agar selau menyediakan sumber dimaksud dan membagikannya bagi rekan-rekannya.
·           Iklim yang mendukung ketimbang yang menghakimi/menguji. Suasana mendukung pertama-tama harus terlihat dari tutur kata dan perilaku fasilitator. Para peserta pembelajaran harus dapat melihat dan merasakannya. Jika hal ini terjadi, maka mereka kemudian akan menularkannya dalam relasi pembelajaran antara mereka.
·           Iklim saling percaya. Fasilitator lebih baik memperkenalkan dirinya sebagai seorang manusia biasa ketimbang sebagai seorang ahli, karena dapat menyebabkan rasa curiga dan kurang percaya peserta, sebagaimana reaksi orang kepada pihak yang berwenang (guru, dosen, dan pakar). Adalah cukup baik apabila mereka dapat memanggil nama fasilitator dengan nama depan saja. Tidak perlu dipanggil guru, widyaiswara, professor dan sebagainya.
·           Iklim yang menyenangkan (lucu, gembira). Pembelajaran mesti menjadi sesuatu yang sangat menggembirakan bagi kita. Oleh karena itu, fasilitator perlu membuatnya menjadi suatu kegembiraan yang dapat dinikmati setiap peserta. Adalah baik apabila fasilitator dapat membuat humor yang spontan, bukan yang menyinggung dan kurang sopan.
·           Iklim yang manusiawi. Pembelajaran adalah suatu aktifitas manusiawi; pelatihan adalah untuk binatang seperti anjing dan kuda. Oleh karena itu, fasilitator harus membangun iklim dimana peserta merasa diperlakukan  sebagai manusia, bukan sebagai objek. Fasilitator perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai manusia seperti: tempat duduk yang nyaman, frekwensi istrahat yang cukup, ventilasi dan pencahayaan yang baik, ketersediaan minuman dingin dan teh/kopi, dan lain-lain (1996, hal. 259-260).

Implementasi
Penerapan model pembelajaran untuk orang dewasa dan anak secara substansial berbeda. Artinya, penekanan pada kapasitas “berbagi pengetahuan dan pengalaman” adalah krusial pada pembelajaran orang dewasa. Pada bagian lain untuk pembelajara model pedagogy (Pendidikan anak) peserta didik diposisikan sebagai “penyerap pengetahuan” sedangkan guru sebagai pemberi pengetahuan. Akan tetapi dari elemen-elemen pembelajaran orang dewasa sebagaimana disampaikan oleh Knowels di atas, sejatinya dewasa ini telah diterapkan pula pada pembelajaran anak, yang dalam konteks Indonesia dikenal dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan). Dengan kata lain, elemen andragogy telah diterapkan pula pada pedagogy. Oleh karena itu adalah tidak relevan untuk mempertentangkan kedua model tadi dari perspektif elemen pembelajaran di atas.
Suatu hal penting dalam pembelajaran orang dewasa,  peserta harus secara antusias dan sukarela mengikuti suatu pembelajaran. Dalam prakteknya khusus pada organisasi sektor publik di NTT pada umumnya peserta Diklat mengikuti kegiatan tertentu karena telah ada Surat Keputusan yang mengaturnya. Oleh karena itu, banyak peserta yang mengikuti kegiatan secara terpaksa sehingga berakibat pada hasil pembelajaran yang kurang optimal. Sebaiknya dalam setiap Kediklatan (pembelajaran) yang akan diselenggarakan para pesertanya harus diseleksi terlebih dahulu. Dengan demikian akan diketahui hasrat, minat dan motivasi peserta secara persis. Sehingga peserta yang akan mengikuti adalah mereka yang mempunyai semangat dan hasrat yang kuat untuk belajar. Dengan demikian tujuan pembelajaran akan dapat dicapai secara optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar