Selasa, 17 Desember 2013



Membangun SDM NTT Menghadapi AEC 2015

Titik Kristinawati, S.Pd.I, MA
Widyaiswara pada BP4D Provinsi NTT

Tulisan ini berangkat dari sebuah cerita diatas MRT (sebutan kereta api yang menjadi alat trasportasi di Singapura), yang membawa kegelisahan penulis akan kesiapan masyarakat NTT dalam menghadapi AEC (Asean Economic Community) 2015. Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun asal india sedang berada di dalam MRT, terlihat dia baru pulang sekolah, seorang teman saya bertanya padanya, “ kamu berbicara bahasa inggris sempurna, dimana kamu belajar?”. Anak tersebut menjawab,” saya belajar bahasa inggris di sekolah saja. Saya belajar dengan keras, saya harus mampu berbicara bahasa inggris dengan sempurna karena saya harus menjaga negara saya, saya tidak mau negara saya diambil negara lain”. Jawaban tersebut sentak menohok hati saya. Serta merta saya memikirkan bagaimana dengan masyarakat NTT, dimana aku bekerja disana. Jika kita memaknainya, anak kecil tersebut telah menyadari penuh bagaimana AEC (Asean Economic Community) atau lebih mudah dikenal dengan perdagangan bebas di Asia Tenggara,  mau tidak mau pada tahun 2015 harus dihadapi semua orang di 10 negara Asean (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja) serta negara-negara lain yang telah menandatangani perjanjian bilateral (India, China, Jepang, Korea, Australia dan Selandia Baru).

Pertanyaannya kemudian, apakah masyarakat NTT secara keseluruhan mengetahui informasi terkait AEC? Sungguh ironis memang, ketika saya bertanya pada salah satu mahasiswa di Perguruan Tinggi ternama  tentang AEC, dan dia justru balik bertanya pada saya ,” apakah AEC itu ?”. Mahasiswa yang notabene lebih dekat dengan arus informasi, dibanding masyarakat awam. Saat ini, di daerah lain seperti Surabaya dan Jakarta, mulai membangun kesadaran masyarakat, pemerintah serta para stakeholder dengan melaksanakan sosialisasi baik melalui seminar, maupun publikasi media. Bahkan Pemkot Bandung sedang mengkaji sebuah terobosan dalam mempersiapkan peningkatan SDM masyarakatnya, yakni setiap kamis, mewajibkan warga untuk berbicara bahasa inggris.
Berbagai pihak mesti berbenah menghadapi AEC. Berlakunya AEC di Indonesia pada tahun 2015, maka negara lain di ASEAN memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan usaha atau Investasi di daerah kita. Untuk menangkap peluang tersebut, warga harus siap. Jika tidak, kita akan menjadi buruh di tanah kita sendiri. Kita harus membangun kesadaran bersama, bahwasanya kita harus menjadi bos di tanah kita sendiri.

Membangun SDM yang Berkualitas
Bangsa yang sumberdaya manusianya berkualitas, menurut Soedijarto (2008), di bidang ekonominya memiliki kemampuan untuk mengolah dan mengelola sumber daya alam, mengembangkan teknologi, menghasilkan komoditas yang bermutu dan dapat bersaing di pasar dunia, mampu mengelola modal dan mengelola perdagangan yang dapat bertahan dan maju secara berkesinambungan.
Nusa Tenggara Timur merupakan Provinsi yang memiliki Sumber daya alam yang tidak kalah dengan daerah lain. Dari sisi geografis, NTT terdiri dari pulau-pulau, dengan keindahan pantai dan lautnya. Pengembangan pariwisata boleh jadi alternatif pilihan menjelang AEC 2015. Hal yang perlu dilakukan kemudian adalah rangkaian penyiapan sumber daya manusia NTT yang terintegrasi. Sementara masih banyak daftar panjang yang harus dilakukan, tentunya ini terkait dengan soft skill masyarakat NTT. Mendorong mental dan kesanggupan bersaing, serta entrepreneurship.Masalah daya saing yang semakin terbuka dalam pasar dunia merupakan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan daya saing yang tinggi, niscaya tenaga kerja kita tidak mampu menembus persaingan global. Dengan demikian, pada era perberlakuan AEC (Asean Economic Community) 2015 sebagai bagian dari AFTA, alokasi SDM NTT kekurangan para ahli untuk mengisi tuntutan globalisasi.
Dengan begitu, seandainya kita tidak dapat menyesuaikan terhadap berbagai kondisi yang tercipta akibat globalisasi, maka yang mungkin akan terjadi adalah gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan Sumber Daya alam yang tak terolah dan buruh murah. Sehingga masalah kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi semakin tajam dan tingkat ketergantungan pada negara maju semakin berlipat. Menurut World Competitiveness Report , Indonesia, dalam kancah persaingan global menempati urutan ke-45 alias terendah dari seluruh negara yang diteliti, dibawah Singapura yang menempati urutan ke-8 , Malaysia pada urutan ke-34, Cina pada urutan ke-35 , Filipina ke-38 dan Thailand ke-40. 
Oleh karena itu, NTT yang kaya akan kekayaan sumber daya alam harus mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat sembari membenahi Sumber daya manusia yang kualified sesuai dengan basis sumber daya alam yang dimiliki. Ini artinya, masing-masing daerah memiliki arah kebijakan yang berbeda-beda sebagaimana pluralitas kedaerahannya. Dengan begitu, kita telah mencoba memutus mata rantai ketergantungan pada pihak luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar