Jumat, 24 Januari 2014



PENTINGKAH KONSIENTISASI AKAN NILAI BUDAYA KERJA BIROKRASI ?
(Suatu Refleksi Filosofis Tentang Proses Membangkitkan Kesadaran
Menurut Konsep Paulo Freire)
Oleh : Gregorius Mau Tae, S. Fil
(Widyaiswara Badan Diklat Provinsi NTT)

Pendahuluan
Pertanyaan reflektif di atas akan menghantar kita sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat pada suatu permenungan  akan berbagai masalah yang muncul di dunia kerja birokrasi di Indonesia. Selalu hangat dalam ingatan kita betapa banyaknya  keluhan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik. Hal ini tentu sangat beralasan, mengingat tingkat disiplin dan kinerja aparatur pemerintah secara umum masih belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat luas.  Citra buruk saat ini yang disandang juga lebih dikarenakan kurang ditaatinya nilai-nilai budaya kerja aparatur seperti disiplin, jujur, taat hukum, keterbukaan, adil, netral, komitmen, konsisten, tranparansi, akuntabilitas, tingkat kompetensi (knowledge, skill, attitude) yang masih perlu terus ditingkatkan

Menurut data Kementerian PAN, pada kondisi awal pelaksanaan budaya kerja yang merupakan persoalan perilaku aparatur, terdapat berbagai budaya kerja negatif yang terindikasi dalam rendahnya konsistensi terhadap visi dan misi organisasi, serta belum adanya sistem yang jelas untuk mengukur kinerja pegawai dan tindak lanjut hasilnya, sering terjadi penyimpangan dan kesalahan kebijakan publik yang berdampak luas pada masyarakat, terjadi arogansi, penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, dan dalam praktik, sulit dibedakan antara ikhlas/tidak ikhlas dan jujur/tidak jujur. Selain itu, ternyata masih banyak pejabat yang KKN, menyebabkan meluasnya KKN pada pegawai, dunia usaha dan masyarakat. Kondisi ini diperparah lagi dengan budaya suap yang bukan merupakan rahasia sehingga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku, serta tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai melanggar aturan.
Dalam rangka memperbaiki persepsi, pola pikir dan perilaku aparatur negara yang menyimpang dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, sekaligus mempercepat pembarantasan praktek KKN tersebut,  sedapat mungkin diatasi  dengan  melakukan reformasi birokrasi secara keseluruhan, sehingga dapat menjadi birokrasi yang efisien dan efektif dengan aparatur yang bersih, transparan, dan professional dalam menjalankan tugasnya. Langkah strategis yang harus dilakukan adalah melakukan upaya peningkatan kinerja aparatur negara dengan menerapkan nilai budaya kerja. Pelaksanaan penerapan pengembangan budaya kerja dilakukan dengan internalisasi kepada aparatur apakah dengan metode percontohan pada instansi tertentu atau dengan mengadakan internalisasi bertahap dari pimpinan terus ke bawah, dari Pusat ke Daerah.
Mencermati kinerja aparatur selama ini, rasanya langkah strategis tersebut belum berjalan baik. Di sana sini masih banyak penyelewengan terhadap nilai-nilai budaya kerja yang nyatanya lahir dari falsafah Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini terindikasi dalam rendahnya kinerja aparatur pemerintah. Lantas muncul pertanyaan, apakah sudah ada kesadaran aparatur pemerintah untuk melaksanakan langkah strategis tersebut?  Kalau belum, bagaimana membangkitkan kesadaran tersebut ?

Konsientisasi : Proses Membangkitkan Kesadaran Akan Nilai-Nilai Budaya Kerja Birokorasi
Berangkat dari konsep budaya  kerja, penulis akan menghantar kita masuk dalam refleksi tentang bagaimana membangitkan prsoses kesadaran akan nilai-nilai budaya kerja birokrasi. Budaya kerja  adalah merupakan falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang kemudian tercermin dalam perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai suatu “kerja” atau “bekerja”. Sedangkan dalam konteks pemerintahan, budaya kerja diartikan sebagai cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap “kerja”, dapat dipahami sebagai cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi terbaik.
Untuk mewujudkan nilai-nilai budaya kerja yang seolah-olah hilang, diperlukan adanya suatu proses pembangkitan kesadaran yang oleh seorang Filsuf Brasil, Paulo Freire disebut konsientisasi, dari kata conscience (sadar).  Menurut Freire, konsientisasi lahir dari permenungan atas  kesadaran manusia untuk menggeluti dunia dan realitasnya dengan penuh sikap kritis dan daya-cipta, dan hal itu berarti mengandaikan perlunya sikap orientatif yang merupakan pengembangan bahasa pikiran yakni bahwa hakekatnya manusia mampu memahami keberadaan dirinya dan lingkungan dunianya, yang dengan bekal pikiran dan tindakannya ia merubah dunia dan realitas. Manusia adalah penguasa atas dirinya, dan karena itu fitrah manusia adalah menjadi merdeka, menjadi bebas.
Dalam permenungan penulis, sebagai aparatur pemerintah kita belum menyadari betapa kita melupakan hakekat manusiawi ini. Konsientisasi sebagai suatu proses pembangkitan kesadaran, sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Konsientisasi dilakukan untuk memahami dan mengimplementasikan budaya kerja secara lebih baik yang sebenarnya merupakan tatanan kerja sehari-hari yang sudah kita kenal selama ini.
Bagaimana dengan  makna kesadaran itu sendiri ? Kalau kita melihat secara sederhana kesadaran  itu merupakan sebuah rasa kepekaaan terhadap sesuatu hal yang direfleksikan dari hati. Jika kita sedalami lebih jauh lagi kesadaran ini pada intinya merupakan hasil dari penyatuan antara hati dengan otak terhadap kebenaran yang sebenarnya. Memang jika melihat arti kesadaran secara sekilas itu hanya hal biasa-biasa saja. Tetapi jika kita mau melihatnya lebih dalam tentang apa itu kesadaran maka kita akan tahu sesungguhnya kesadaran itu mempunyai kekuatan yangluar biasa bahkan bisa menyebabkan perubahan yang luar biasa baik dalam kehidupan beragama, bernegara dan bermasyarakat
Jadi pertanyaan yang timbul adalah bagaimana bisa kesadaran itu mempunyai kekuatan yang begitu besar? Jawabanya simpel saja, karena kesadaran itu melebihi kepandaian manusia sendiri dan boleh dikatakan sebagai refleksi dari tindak tanduk kita sehari-hari. Logikanya begini, mengapa banyak sekali orang yang merokok, apakah mereka tidak tahu bahaya dari merokok, pada hal sebagian dari perokok itu termasuk juga dokter yang tahu mengenai akibat dari merokok, lantas bila mereka tahu mengapa mereka juga merokok? Jawabanya karena mereka belum punya kesadaran mengenai bahaya dari merokok bukan tidak mengetahui mengenai akibat yang ditimbulkan oleh rokok.
Begitu juga dalam mencermati keadaan yang terjadi di akhir-akhir ini,tak dapat dipungkiri, para pemimpin kita asyik berpolitik memperturutkan hawa nafsu saja tanpa peduli dengan tujuan dan cita-cita negara. Sebenarnya ini tidak perlu terjadi kalau saja semua wakil dan pemimpim kita mempunyai kesadaran tentang apa fungsi dia dan apa yang akan dia lakukan berkenanan dengan tugas yang diemban rakyat kepadanya. Tetapi kayaknya akhir-akhir ini kita melihat jika konsep kesadaran itu sudah mulai agak jauh dari dalam kehidupan sehari-hari dalam negara kita, padahal bila kita sadari sebenarnya kesadaran itu juga yang membedakan antara manusia dan binatang, sebab hanya manusia saja yang dibekali kesadaran ini yang direfleksikan melalui hati oleh Sang Pencipta. Kalau kondisinya sudah seperti ini apa lagi yang bisa kita banggakan selaku makluk yang paling mulia di muka bumi ini. Sebenarnya konsep kesadaran itu tidak akan mudah datang dengan sendirinya dalam kehidupan kita, karena kesadaran ini mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan perilaku kita sehari-hari, dimana apa dan bagaimana kita akan terefleksi dengan sendirinya di bawah pengendalian hati kita masing-masing. Contohnya seorang koruptor tentu tahu korupsi itu tidak baik dan berdosa, tetapi mengapa dia  tetap melakukanya? Jadi jawabanya karena perbutananya itu telah membutakan hatinya untuk melihat kebenaran sehingga rasa kesadarannya telah hilang dari hatinya.
Proses pembangkitan kesadaran akan budaya kerja adalah proses menyadarkan orang (aparatur pemerintah) akan nilai-nilai budaya kerja itu sendiri yang selama ini seolah-olah hilang. Lewat refleksi ini, penulis seyogyanya membantu untuk mengingat sembari merenungkan betapa pentingnya nilai-nilai budaya kerja yang telah dirumuskan dengan begitu mendalam oleh Kementerian PAN. Nilai-nilai tersebut antara lain : 1) Kepemimpinan dan Keteladanan, 2) Wewenang dan Tanggungjawab, 3) Keadilan dan Keterbukaan, 4) Semangat dan motivasi, 5) Keberanian dan Kearifan,6) Integritas dan profesionalitas, 7) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, 8) Dedikasi dan loyalitas, 9) Keteguhan dan Ketegaran, 10) Keikhlasan dan Kejujuran, 11) Rasionalitas dan Kecerdasan emosi, 12) Kebersamaan dan dinamika kelompok, 13) Ketepatan/keharmonisan dan kecepatan, 14) Disiplin dan keteraturan kerja, 15) Ketekunan dan Kesabaran, 16) Komitmen dan Konsisten, dan 17) Kreativitas dan Kepekaan.
Akhir dari permenungan ini, marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing seberapa besarkah kita memiliki rasa kesadaran tersebut? Minimal untuk tidak berbohong pada diri kita sendiri dengan memahami hakikat hidup ini. karena dengan adanya refleksi pada diri kita masing-masing penulis akan konsep kesadaran yang dimulai pada peribadi masing-masing akan mampu memicu tumbuhnya kesadaran nasional sehingga mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih maju tanpa dipenuhi oleh kebohongan yang nyata-nyata akan diminta pertanggungjawaban kelak nantinya. Dalam hubungannya dengan perwujudan warna konsientisasi nilai budaya kerja sehari-hari, sangatlah penting setiap orang membangkitkan kesadaran untuk meningkatkan produktifitas berupa perilaku yang tercermin antara lain dalam sikap; kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, kreasf, dinamis, konsekuen, konsisten, responsif, mandiri dan semakin baik. Sadarilah bahwa terhadap pekerjaan apapun haruslah memiliki sikap senang bekerja, ibarat berkreasi cari kepuasan dengan kesibukan sendiri dan terpaksa bekerja demi kelangsungan hidup. Terhadap  perilaku waktu bekerja, hendaklah selalu rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, berkemauan keras, mempelajari tugas dan kewajibannya, dan suka membantu sesama. Mudah-mudahan dengan bangkitnya kesadaran akan nilai-nilai budaya kerja, apa yang menjadi cita-cita, mimpi dan harapan aparatur pemerintah dapat tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar