Jumat, 24 Januari 2014



PEMIMPIN DALAM PERSPEKTIF
KECERDASAN EMOSIONAL

Oleh : Benediktus Belang Niron.SS.M.Si
(Widyaiswara Pada Badan Diklat Propinsi NTT)
             
             
Menjadi syarat mutlak sebuah kecerdasan emosional (EQ) bagi seorang pemimpin dalam melakukan kepemimpinan yang efektif, mengharuskan pemimpin  sangat perlu untuk mengetahui elemen-elemen dari aspek kecerdasan yang relevan dengan dunia kerja dan menerapkan peranan sebagai pemimpin yang efektif dalam  sebuah organisasi, fasilitator hubungan dengan masyarakat, agen perubahan, mediator konflik dan penegak disiplin serta berusaha senantiasa untuk selalu melatih diri dalam meningkatkan kecerdasan emosional yang dimiliki.    Kane (1998) menyoroti kepemimpinan yang sepatutnya dimiliki pada era digital sekarang ini yaitu : 1/kompetensi dasar seperti : inteligensi, integritas dan perhatian(carcing); 2/keterampilan/pengetahuan meliputi:membangun tim (team building),mengorganisir bawahan; 3/sikap terhadap keberhasilan pemimpin, yaitu memiliki komitmen perbaikan yang terus menerus, berpikir berbeda dan menjalin kerja sama dengan intraorganisasi. Pandangan yang lebih tajam disoroti bahwa pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi yang baik secara langsung dapat mempengaruhi kinerja bawahannya dan produktifitas dalam segala hal. Seorang pemimpin yang efektif menggunakan pengaruh hubungan personil dalam mempengaruhi seseorang dimana hubungan personil dibangun menggunakan keterampilan kecerdasan emosional.       Keberhasilan seseorang dalam kehidupan tidak lagi mendasarkan pada aspek kognitif yaitu berupa intelegensi ( IQ) tetapi aspek efektif yaitu kecerdasan emosi (EQ), yaitu kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi, memahami emosi orang lain, motivasi tinggi, bersikap kreatif, memiliki empati, bersikap toleransi dan sebagainya yang merupakan karakteristik yang jauh lebih penting dari sekedar inteligensi. Dengan kata lain Kecerdasan emosi sebagai Prediktor kesuksesan ditempat kerja, serta  kepuasan karir . Untuk mengendalikan emosi sehingga mempunyai dampak terhadap pekerjaan, kecerdasan emosional dapat dibagi kepada empat cabang yaitu: pengelolaan dan pengaturan emosi, pengertian dan pertimbangan mengenai emosi, dasar penerimaan pengalaman emosional, dan perasaan dan penilaian emosi.


DIMENSI-DIMENSI KECERDASAN EMOSI
              Goleman membagi 2 dimensi besar dari kerangka kecerdasan emosi,yaitu :1/kompetensi diri ( personal competency), yaitu bagaimana mengatur diri sendiri yang terdiri dari, a/ kesadaran diri ( self  awareness), yaitu mengetahui dan mengenal perasaan diri sendiri; b/ mengatur diri sendiri ( self regulation/managing emotions), yaitu kemampuan mengatur perasaannya, c/ memotivasi diri (motivating self); yaitu kecenderungan yang memfasilitasi dirinya sendiri untuk mencapai tujuan walaupun mengalami kesulitan dan kegagalan. (2) Kompetensi Sosial ( Social Competence); yaitu mengatur hubungan dengan orang lain, yang terdiri dari : a/ empati,dimana kesadaran untuk memberikan perasaan/perhatian, kebutuhan dan kepedulian kepada orang lain, b/ Memelihara hubungan sosial, yaitu mengatur emosi dengan orang lain, keterampilan sosial seperti kepemimpinan, kerja team, kerjasama dan negosiasi.
FASILITATOR HUBUNGAN MASYARAKAT
Pemimpin harus memiliki hubungan baik dengan masyarakat, sehingga kompetensi sosial yang dimiliki berupa Empati bisa memahami keberadaan orang lain, dapat menangkap bahasa tubuh dan ekspresi non verbal serta mampu melihat orang lain dengan latar belakang budaya yang berbeda ( cross culture understanding). Dalam Kajian lanjutan  hal- hal yang perlu di perhatikan adalah : *Agen Perubahan;Peranan sebagai agen perubahan yaitu : a/ Mendiagnostik kebutuhan untuk perubahan, b/ Mengembangkan suatu inovasi, c/ Mengorientasikan semua target terhadap perubahan yang diusulkan, d/ Mengantisipasi masalah dan daya tahan terhadap perubahan yang diusulkan. Seorang pemimpin sebagai agen perubahan harus memiliki sikap terbuka untuk menerima perubahan sebagai dimensi dari kompetensi sosial.*Penegak Disiplin;Konsep disiplin yang modern tidak harus menghukum tetapi lebih menekankan pada pendekatan positif dalam konteks pendekatan manusiawi human relation). Dalam melakukan fungsi sebagai penegak disiplin, pemimpin harus lebih menekankan pada kecerdasan emosi daripada pendekatan kekuasaan (power). (Penulis adalah Widyaiswara pada Badan Diklat Propinsi NTT – HP. 081338649262)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar