Minggu, 25 Januari 2015

MEMBEDAH ANGGARAN BERBASIS KINERJA


(Catatan Kritis bagi Anggota Legislatif Periode 2014 - 2018)
Disampaikan oleh Mariance Pellokila
Widyaswara  Badan Diklat Propinsi NTT

Dalam ruang publik, khususnya media elektronik seperti TV dan Facebook termasuk Media Massa ditingkat Nasional maupun Lokal. Kita disajikan tontonan menarik para elite politik tingkat nasional di ruang dewan yang terhormat, berbagai trik-trik menarik dimainkan dimana masyarakat menjadi bingung “kualisi Merah Putih VS kualisi Indonesia Hebat dengan Demokrat si Anak Kancil yang Nakal mengambil posisi sebagai kualisi Penyeimbang”  luar biasa “ kaum awam seperti kita-kita ini yang sock pintar politik dengan pongahnya membangun persepsi dengan argumentasi kacangan mulai berdebat tanpa makna, karena kita rakyat kebanyakan ini hanya jadi penonton doang, tidak ada untungnya sama sekali, itulah potret buram negeriku nan elok Indonesia ku, fenomena politik yang terjadi pada aras Nasional maupun Lokal pada saat ini, menggelitik saya untuk membagi pengalaman dengan teman-temanku yang saat ini menyandang predikat sebagai “Anggota Dewan yang terhormat” tugas anda mengemban amanat rakyat semakin berat karena rakyat yang anda wakili semakin sadar akan hak dan kewajibannya jika anda hanya “Datang, Duduk, Dengar, Diam dan Duit atau berpredikat 5D maka anda telah mengecwakan dan menghianati kepercayaan masyarakat yang telah memilih anda untuk duduk sebagai “Legislator”.
Dalam rubrik ini, saya mnyumbangkan sedikit pengetahuan yang ada, kiranya berguna bagi teman-teman dalam menambah referensi ketika menjalankan kewajibannya dalam menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang anda wakili dalam konteks menjalankan salah satu hak DRPD dibidang keuangan dan administrasi khususnya dalam hal pengelolaan anggaran pembangunan baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Bagi teman-teman legislator  telah 2 (dua) kali masa jabatan pastinya sudah piawai dalam memahami dan mendalami substasni anggaran berbasis kinerja yang terkristaslisasi dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) namun bagi teman-teman legislator yang baru memulai kiprahnya sebagai anggaota DPRD tentunya membutuhkan waktu dan kemauan keras untuk beradaptasi agar menjadi anggota DPRD yang kredibel dan handal dalam mengemban amanat rakyat yang diwakilinya, baik melalui diklat fungsional maupun  seminar pengembangan kapasitas anggota DPRD, semuanya itu tentu membutuhkan waktu. Namun kondisi lingkungan kerja seorang legislator saat ini dibutuhkan kecepatan dalam bertindak, itulah sebabnya saya terdorong untuk berbagi pengetahan dengan teman-teman anggota DPRD yang baru khususnya di Provinsi NTT.  
Hampir 75% energi seorang legislator bertumpu pada aras pembahasan dan pengesahan (penerbitan) Peraturan Daerah tentang APBD (tingat I maupun II) tahun berjalan selama 5 (lima) tahun 2014 -2019, sebagai langkah awal teman-teman mulailah mengumpulkan pelbagai refernasi yang berkaitan dengan kisi-kisi APBD antara lain Dokumen penunjang yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan  Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan masih banyak referensi yang bisa dipakai sebagai rujukan, namun satu hal yang pasti untuk kepentingan lokal (daerah Tingkat I dan II) buku wajib yang harus dipegang seorang legislator adalah Peraturan Daerah (Perda) yang memuat isi dan penjelasan  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pelajari baik-baik isi dan muatannya karena inti dari seluruh proses pertanggung jawaban politik pemerintah daerah melalui Kepala Daerah (Tingkat I maupun II), sering dikenal dengan “master plan pembangunan daerah lima tahunan sesuai dengan masa jabatan Kepala Daerah”,  dalam dokumen tersebut terdapat kerangka pikir kesisteman yang secara akademis dapat dipertanggung jawabkan. Secara sederhana kita akan menemukan 4 (empat) variabel terikat yang saling mempengaruhi yaitu “input – proses – out put dan outcome” dari setiap program pembangunan dan kebijakan strategis yang dikembangkan setiap tahunnya dengan target maupun sasaran yang terukur. Persoalan yang  dijumpai baik pada aras pemerintahan (ekesekutif) maupun legislatif (DPRD)  tidak konsistensi  menjalankan komitmen politik  tertuang dalam Perda Lima Tahunan (RPJMD) dengan APBD tahunan. Yang sering diperdebatkan dalam ruang sidang DPRD yang terhormat ketika membahas RAPBD, lebih banyak yang bersifat pragmatis dan parsial, dari pengalaman , ketika membahas RAPBD sebelum disyahkan menjadi sebuah Perda APBD, karena didesak oleh kepentingan-kepentingan tertentu pihak pemerintah (eksekutif) yang dimotori Tim Pelaksana Anggaran Pemerintahan Daerah (TPAD) dengan ketua Sekretaris Daerah (sekda) sering bermain diranah abu-abu, artinya bahwa usulan program kegiatan maupun anggaran tendensi lebih terfokus pada filosofi “Program mengikuti Anggaran bukan sebaliknya”, dan jika para legislator tidak fokus dan cerdas (berpengalalamn) dalam mendalami substansi anggaran berbasis kinerja maka setiap pengajuan anggaran (RAPBD) oleh pemerintah daerah pasti mulus-mulus saja.
Contoh kasus yang  dijadikan bahan pencerahan, untuk ditelaah dan dianalisa bersama Dalam RPJMD Prop NTT 2013-2018 (Perda No. 1 tahun 2014), diketahui bahwa Misi  Pertama adalah Meningkatkan pelayanan pendidikan dalam rangka terwujudnya mutu pendidikan, kepemudaan dan keolahragaan yang berdaya saing;  jika kita merujuk pada substasni Anggaran berbasis Kinerja konten dari Misi ini harus dapat diukur secara kuantitatif sederhananya misalkan salah satu target/sasaran lima tahunan mutu pendidikan di NTT seperti apa  ? Bagi saya sasaranya harus  terbaca secara kuantitatif  dimulai dari tingkatan pendidikan TK, SD, SMP dan SMU  terhadap Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni berapa  ?. Bagaimana  Rasio Rombongan Belajar terhadap Prasarana maupun Sarana yang ada, bagaimana dengan rasio Guru dan Murid pada setiap tingkatan berapa idealnya termasuk berapa anggaran (investasi) yang dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di NTT sejak 2013-2018, selanjutkan diturunkan kedalam rencana program kegiatan tahunan dengan target dan sasaran-sasaran tertentu yang telah ditentukan diawal disain anggaran sektoral. Dalam konteks inilah  tidak ada kesesuain arah kebijakan dan konsisten alokasi anggaran maupun sasaran kunci yang  menjadi komitmen bersama antar Pemerintah dan DPRD ketika mengesyahkan Perda No. 1 tahun 2014  (harus ada konsisten pada aras kebijakan maupun sararan/target terukur antar dokumen mulai dari RPJMD – RKPD –KUA – RAPBD – APBD - RKA). Sebagai bahan uji petik anda mulai mencoba konsistensi isi APBD 2013  ke 2014 atau Kebijakan Program Peningkatan Mutu Pendidikan di NTT,  jika ditemukan kondisi sebaliknya dari apa yang seharusnya dipedomani dalam filosofi anggaran berbasis kinerja maka menjadi tugas seorang legislator untuk mempertanyakan kenapa, dan jika jawaban pemerintah bersifat diplomatis dan cenderung abu-abu maka dapat disimpulkan bahwa “Pemerintah sedang berspekulasi dibalik ketidak pahaman seorang legislator. Namun jika seorang legislator  dengan pengetahuan yang cukup terkait pejabaran Anggaran Berbasis Kinerja dalam tataran implemantatif yang terukur, maka nilai tawar dimata eksekutif akan tinggi (dihormati dan disegani  oleh eksekutif sebagai eksekutor anggaran).  
  Diakhir pertemuan ini, saya ingin para legislator di  (Propinsi dan Kabupaten/Kota) agar  mempelajari metode pengamatan program/kegiatan pembangunan yang sederhana melalui pendekatan  SMART dimana sebuah program/kegiatan pembangunan harus memenuhi aspek Spesifik (bersifat khusus dapat dinalar dan logis (fokus) tentang target atau sasaran program yang ingin dicapai), Measurable (terukur secara kuantitatif maupun kualitatif (soal waktu pelaksanaan, jumlah anggaran teralokasi, Tim Teknis yang menjalankan kegiatan, dstnya);  Achievable (program kegiatan dapat dijangkau/rasional tidak ambisius), Relevant (setiap program harus memiliki korelasi rasional dengan Misi, Tujuan dan Sasaran serta Arah Kebijakan Pembangunan (RPJP – RPJMD – RKPD – KUA – PPAS – RAPBD – APBD – RKA) Time Releted (dibatasi waktu  harus jelas berapa waktu efektif yang diperlukan artinya bahwa setiap nomenklatur program pembangunan harus dibatasi waktu, hindari program/kegiatan yang cenderung berulang (statis/cendrung bias dan menjadi tidak efektif dan efisien). Jika metode sederhana ini sedikit dapat dikuasai seorang legislator, maka predikat 5 D yang menjadi momok seorang legislator dapat dihindari, selamat berkarya dan sukses dalam menjalankan amanah rakyat NTT.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar