Minggu, 25 Januari 2015

PERTARUNGAN KOALISI DALAM PERSPEKTIF WAWASAN KEBANGSAAN

PERTARUNGAN KOALISI
DALAM PERSPEKTIF WAWASAN KEBANGSAAN
Oleh : Ir. Mardiana Kalumbang, MM
Widyaiswara pada Badan Diklat Provinsi NTT

Melihat perkembangan di Lembaga DPR-RI  , kita dihadapkan pada tontonan menarik, perihal persaingan bahkan pertarungan dalam perpolitikan bangsa indonesia antara Koalisi Indonesia hebat dan koalisi Merah Putih. Aktifitas Kedua koalisi ini lebih sering  dipertontonkan seiring dengan selesainya prosesi pemilihan presiden dan dimulainya prosesi pemilihan ketua di lembaga tinggi negara , DPR, DPD dan MPR dimana pada prosesi pemilihan presiden, dimenangkan oleh KIH dan pada pemilihan pimpinan legislatif di menangkan oleh KMP.puncak dari pertarungan kedua koalisi ini adalah terbentuknya DPR tandingan yang sudah tentu tidak sah, karna DPR-RI yang sah di lantik oleh MA.
Menyaksikan tontonan tersebut, mari kita merefleksikan kembali, kenapa dan apa itu koalisi. Koalisi  pada dasarnya di bentuk untuk memperkuat barisan dalam menjalankan program2 kerja yang telah disusun, Koalisi itu merupakan gabungan dari berbagai elemen untuk melaksanakan program yg di maksud.Koalisi  di perlukan jika dirasa kekuatan tidak cukup untuk mensukseskan program2 yang ada, anggota koalisi tidak ada batasan, semakin banyak anggota koalisi maka semakin sukses dalam menjalankan program2. Dengan catatan seluruh anggota Koalisi harus sepaham dan memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan program2, karena itulah maka  pada 2 periode masa pemerintahan SBY, koalisi dibangun melalui keterlibatan partai pada kabinet. Pada masa pemerintahan Jokowi, dikarenakan koalisi yang mendukungnya kalah jumlah, maka profesionalitas dan keberpihakan pada rakyatlah yang harus di bentuk, tetapi koalisi pendukung Jokowi/pemerintah, mengambil kebijakan dengan memperebutkan kekuasaan di legislatif, maka kunjungan yang telah dilakukan oleh Jokowi pada pimpinan koalisi Merah Putih menjadi kurang berarti lagi.
Pertarungan kedua koalisi di DPR-RI, seharusnya tidak terjadi, kalau pemahaman tentang wawasan kebangsaan dari semua stakeholder yang berada di senayan, cukup. Wawasan kebangsaan adalah “ cara pandang bangsa indonesia tentang diri dan lingkungannya, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah yang di landasi Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI (pasal 1 :1 Permendagri no 71, tahun 2012, ttg pedoman pendidikan Wawasan Kebangsaan)
Dalam wawasan kebangsaan, ada beberapa prinsip-prinsip hubungan antar Lembaga Negara, diantaranya adalah Supremasi Konstitusi, Sistem Presidentil, pemisahan kekuasaan dan check and Balances. Adanya perubahan UUD 1945, maka hubungan antara kekuasaan eksekutif /presiden, kekuasaan legislatif oleh DPR (dalam hal tertentu DPD sbg co-legislator) dan kekuasaan yudikatif yang dilakukan oleh MA dan MK merupakan perwujudan sistem cheks and balances. Sistim ini dimaksudkan untuk mengimbangi pembagian kekuasaan yang dilakukan agar tidak terjadi penyalah gunaan kekuasaan oleh lembaga pemegang kekuasaan tertentu atau terjadi kebuntuan dalam hubungan antar lembaga. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan suatu kekuasaan selalu ada peran lembaga lain. Contohnya, dalam kekuasaan pembuatan undang-undang oleh DPR, membutuhkan kerja sama dengan DPD dan Presiden, dan bahkan Undang undang yang telah disetujui DPR dan presiden pun tidak dapat dijalankan bila oleh MK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Disisi lain, presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahannya, mendapat pengawasan dari DPR, pengawasan tidak hanya dilakukan setelah suatu kegiatan dilaksanakan, tetapi  mulai dari perencanaan pembangunan dan alokasi anggarannya.karna DPR memiliki fungsi anggaran secara khusus, selain fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Dan disisi lain DPR tidak dapat menjatuhkan presiden atau wakil presiden kecuali karena alasan pelanggaran hukum. Usulan DPR tersebut juga harus melalui forum hukum di MK sebelum diajukan ke MPR
. Dari uraian diatas, dapat dikatakan, dari perspektif wawasan keangsaan, Koalisi adalah cara untuk mewujudkan penentuan kepada siapa kewenangan di berikan, koalisi juga menjaga agar kewenangan yang diberikan, tidak disalah gunakan untuk kerugian negara, dan koalisi juga bukan cara untuk menjegal sesama lembaga tinggi negara untuk menjalankan kewenanganya.Koalisi dapat menyeimbangkan kekuasaan, dan bila dimaknai untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, maka kita harus bersyukur dengan perkembangan fungsi dari koalisi yang terbantuk di negara kita.
Mengurus negara besar dengan  kebhinekaan yang luas ini, memerlukan pemimpin baik presiden, maupun pemimpin  dan anggota lembaga tinggi negara lainnya, dengan wawasan kebangsaan yang benar. Kita memerlukan semua elemen bangsa dalam menjalankan kewenangannya masing-masing, tidak merasa superior dan “menang-menang an” atau imperior dan “kalah-kalahan “, tetapi perlu persatuan dan kebersamaan membangun dan membawa bangsa ini makin dekat menuju cita-citanya sesuai UUD 1945 yaitu kesejahteraan yang adil dan beradab. Persatuan tidak sama dengan bagi-bagi jatah kekuasaan dan seragam dalam berpendapat, tetapi persatuan dalam mewujudkan  cita-cita yang sama walaupun cara yang berbeda.
Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata, bahwa semua bangsa memerlukan suatu Konsep cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya, atau jika konsepsi dari cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah “Dalam Bahaya” (Soekarno).

Mungkinkah Indonesia yang kita cintai ada Dalam Bahaya ? apakah kondisi di Senayan memberi tahukan pada kita dan bangsa-bangsa diluar sana, bahwa Indonesia yang kita cintai, seperti telur yang berada di ujung tandung, tinggal jatuh dan pecah. Ngeri memikirkannya, mari kita sebagai bangsa yang masih mempunyai nurani bahwa keutuhan melalui persatuan bangsa Indonesia adalah hal yang paling utama, mari memupuk rasa bangga akan kebersamaan dan persatuan kita sebagai bangsa Indonesia. Semoga Tuhan tetap menyayangi Bangsa Indonesia dan menambahkan kejayaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar