Rabu, 10 Februari 2016

PENGARUH BUDAYA BIROKRASI, PERILAKU KERJA DAN KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA BADAN DIKLAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh:
Yohanes Ali
Widyaiswara Badan Diklat Provinsi NTT

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh empiris  variabel budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi terhadap kinerja  Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Badan Diklat Provinsi NTT. Objek penelitian adalah semua PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT. Alat analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukan secara parsial maupun simultan variabel budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi mempunyai pengaruh yang posistif dan signifikan terhadap kinerja PNS. Diantara ketiga variabel tersebut variabel Perilaku Kerja (X2) lebih besar  1,338 kali dari variabel Kompetensi (X3), dan lebih besar 3,006 kali dari variabel Budaya Birokrasi (X1), sedangkan variabel Kompetensi (X3) lebih besar 2,246 kali dari variabel Budaya Birokrasi (X1). Sumbangan nilai R2 sebesar 0,859.atau kontribusi variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja maupun variabel Kompetensi sebesar 85,90 %  terhadap  kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT. Selebihnya, sekitar 14,10 % dijelaskan oleh sebab lain di luar model.
Kata Kunci:Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, Kompetensi dan Kinerja PNS


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menghadapi era globalisasi di tengah pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan setiap daerah mampu mengurus rumah tangganya. Salah satu acuannya adalah pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai asset menuju kemandirian. SDM menempati posisi sentral dalam pengelolaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), maka dibutuhkan.SDM Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kompeten, berperilaku dan berkinerja baik
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Badan Diklat Provinsi NTT) sebagai SKPD yang mengemban fungsi koordinasi dan pelayanan teknis administrasi bidang pendidikan dan pelatihan (Diklat) aparatur, dituntut berperan aktif, kreatif dan inovatif sebagai cerminan kinerja pegawai, melalui peran nyata penyelenggaraan diklat. Peran yang dievaluasi kinerjanya adalah penyelenggaraan Diklat Teknis Fungsional, Manajemen Pemerintahan, Jabatan Struktural di Provinsi NTT, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara RI No. 2485/K.1/PDP.10.5 tanggal 14 Desember 2012.
Kinerja secara teoritik dalam banyak literatur bukanlah variabel yang berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi oleh variabel lain, diantaranya budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi (Maschab, 1991:266). Ketiga variabel saling berkaitan dan mempengaruhi kinerja pegawai. Budaya birokrasi melahirkan tata nilai / norma yang dipedomani, dihayati dan diaktualisasikan dalam perilaku kerja, sedangkan persaingan kompetensi mendorong perilaku kerja menjadi lebih baik
Birokrasi memiliki ciri khusus, menurut pemikiran Webber yang dirangkum oleh Thoha (2002:185) dan Sjamsuddin (1991:226), dimana dalam perkembangannya melahirkan budaya birokrasi. Birokrasi pada Badan Diklat Provinsi NTT menggambarkan birokrasi Webber dan melahirkan budaya birokrasi seperti: (1) budaya patron-klien di mana eselon pada tingkat bawah cenderung memenuhi kepentingan atasan meskipun itu adalah kepentingan pribadi; (2) Pembagian tugas tanggung jawab telah dilakukan secara rigit namun implentasinya kaku dan overlapping; (3) Pemberian wewenang belum sepenuhnya mengakibatkan menunggu petunjuk atasan dan asal bapak senang; (4) Regulasi prosedur / struktur kerja amat ketat, bekerja atas aturan sehingga pekerjaan yang bertujuan luhur tidak dapat dijalankan; (5) Reward yang ada melahirkan mental santai dan malas karena tidak berdasarkan prestasi kerja; (6) Penugasan pegawai tidak secara rasional berakibat tumbuhnya budaya like and dislike, terbentuknya kelompok kepentingan, kelompok senior-junior; (7) Birokrasi yang impersonal dipengaruhi kepentingan pribadi melahirkan budaya patron-klien, mental priyayi dalam bekerja. Birokrasi seperti tersebut berciri input oriented (berorientasi pada pendapatan) tidak sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi nasional yang bericirikan outcome oriented (berorientasi pada hasil) melalui layanan publik.
Birokrasi dan budaya birokrasi Badan Diklat Provinsi NTT terangkum sebagai berikut:


Birokrasi, Fakta / Realita dan Budaya Birokrasi
Pada Badan Diklat Provinsi NTT
 

Birokrasi
Budaya Birokrasi Badan Diklat Provinsi NTT
Ada/
Tdk ada
Fakta/Realita
Budaya Birokrasi
1.  Hirarki/ Struktur
Ada
Berdasarkan Perda Provinsi NTT  Nomor 12 Tahun 2013 terdapat empat tingkatan hirarki yakni:  1 orang eselon IIA (Kepala),  5 orang eselon III (Sekretaris, Kabid), 11 orang eselon IVA (Kasubag/Kasubid), 98 JFU dan JFK
Hirarkis Patron- Klien
2.  Pembagian tugas
Ada
Terdapat  pembagian tugas  yang  rinci menurut Peraturan Gubernur  NTT Nomor 39 Tahun 2013 dengan tupoksi sebanyak:  Eselon IIA:  5, Eselon  III: 30, Eselon  IV: 75 dan setiap staf memiliki uraian tugas tersendiri
Rigit, Kaku & Overlapping
3.  Wewenang
Ada
Bagaikan piramida terbalik makin ke atas makin besar. Wewenang terbesar ada pada Kepala Badan
Regulatif procedural
4.  Sistim kon-trol, regulasi
Ada
Setiap kebijakan yang diambil, program dan kegiatan berdasarkan  pada regulasi tertentu
Regulatif administrative
5.  Reward sesuai syarat.
Ada
Masih kabur belum terlaksana dengan baik. Hanya penghargaan  pengabdian pemerintah tetapi prestasi kerja tidak pernah diberikan 
Kinerja & etos kerja rendah.
6.  Rasional
Ada
Penempatan pegawai masih berdasarkan like and dislike
Berserah pada nasib belaka, prestasi rendah
7.  Impersonal
Ada
Masih kabur, karena norma birokrasi dan norma pribadi bercampur aduk .
Patron-klien, mental priyayi
Sumber data: olahan teori dan fakta pada Badan Diklat Provinsi NTT -2014



Demi mencapai reformasi birokrasi, Badan Diklat Provinsi NTT membudayakan birokrasi reformasi pada area: (a) Disiplin kerja PNS; (b) Keterlibatan PNS yang kompoten; (c) Penerapan pengetahuan teknis PNS; (d) Keseimbangan peran PNS senior dan yunior dalam kediklatan
Perilaku kerja PNS berpedoman pada budaya birokrasi. Standar budaya birokrasi dihayati, diaplikasikan dalam pola tindak yang tampak ketika PNS terlibat dalam kegiatan kediklatan. Hasil yang diharapkan, agar PNS mampu memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi kerjanya sesuai bidang tugas. Perilaku kerja PNS mencerminkan kompetensi guna melakukan tugas / fungsinya.
Perilaku kerja menurut Blomm (1908) dalam (Notoatmodjo, 2010:26-27) diklasifikasi atas tiga wilayah, yaitu pengetahuan (congnitif), afektif (affective), psikomotor (psychomotor) yang diterjemahkan ke dalam cipta, rasa dan karsa. Pengetahuan adalah hasil tahu setelah individu melihat, mendengar dan mencium yang menghasilkan pengetahuan, maka pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek. Jadi indikator dari variabel perilaku kerja adalah pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi kerja dari PNS.
Kompetensi sebagai peningkatan mutu PNS untuk berkompetisi dan mendayagunakan potensi dirinya setelah memperoleh pendidikan dan latihan. Hal ini menuntut peran aparatur untuk meningkatkan kualitas diri, terlihat dalam unjuk kerja nyata atau kinerja demi tersedianya aparatur yang mampu melaksanakan tugas, fungsi jabatan. Kompetensi menurut Sagala (2009:29) adalah kemampuan melak-sanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Setiap jenis pekerjaan memerlukan porsi yang berbeda antara pengetahuan, sikap, keterampilan. Jadi indikator kompetensi adalah
pendidikan. pelatihan sesuai bidang tugas PNS
Pengaruh budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi terhadap kinerja PNS di Badan Diklat Provinsi NTT juga dapat dipahami melalui akuntabilitas program kegiatan dan anggaran periode tahun 2009 s/d 2013.



Capaian Kinerja Kediklatan, Anggaran Belanja dan  PAD
Badan Diklat Provinsi  NTT  TA. 2009 – 2013

No
Tahun
Rencana Tahunan 
Realisasi Tiap Tahun
Ratio (%)
JD
JO
ABP (Rp)
PAD (Rp.000)
JD
JO
ABP (Rp)
PAD (Rp.000)
JD
JO
ABP
PAD
1
2009
20
865
4.310.251.330
100.000.
11
830
2.726.997.950
316.840.
55
96
63
317
2
2010
38
1449
8.046.350.300
200.000.
7
1087
7.771.078.000
560.220.
18
75
97
280
3
2011
94
3529
2.796.335.750
1.000.000.
12
473
2.508.115.100
1.215.829.
13
13
90
122
4
2012
89
3342
8.427.054.975
1.432.000.
10
280
7.641.507.881
1.776.438.
11
8
91
124
5
2013
90
3383
7.636.804.600
1.432.000.
23
792
3.695.124.688
702.144.
26
23
48
49
Sumber:  Badan Pendidikan dan PelatihanProvinsi NTT, 2014.
Keterangan: JD:Jumlah Diklat JO.:Jumlah Orang  ABP:Anggaran Belanja Program  PAD:Pendapatan Asli Daerah


Data tersebut menunjukan capaian kinerja PNS  pada Badan Diklat Provinsi NTT periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 belum efektif dan fluktuatif. Rasio target tidak sebanding dengan rasio realisasi. Prosentase capaian kinerja tertinggi untuk jumlah diklat terjadi pada tahun 2009 sebesar 55 %, dan menurun hingga 11% di tahun 2012  kemudian kembali naik mencapai 26% di tahun 2013. Kinerja jumlah orang tertinggi 96% menurun hingga 8% di tahun 2012 dan kembali naik sebesar 23% di tahun 2013. Serapan anggaran tertinggi di atas 90% pada tahun 2010-2012 dan terendah 68% pada tahun 2009 dan 48% di tahun 2013. Kinerja penerimaan pendapatan melampaui target di tahun 2009 s/d 2012 dan menurun tidak mencapai target di tahun 2013.  
 Budaya Birokrasi Badan Diklat Provinsi NTT yang dibangun demi mencapai birokrasi reformasi, nampak dalam disiplin kerja masuk dan pulang kerja, yaitu PNS hadir jam 08’00 - pulang jam 17’00 dan menggunakan  waktu kerja secara efektif. Budaya birokrasi dari segi disiplin dalam data absensi (Juni, Juli dan Agustus) tahun 2014, menunjukan disiplin PNS meningkat dari bulan ke bulan namun tetap saja terdapat PNS yang melanggar aturan disiplin. Indikasi lain tentang variabel budaya birokrasi yaitu  keterlibatan PNS yang kompoten dalam penyelenggaraan diklat terlihat menurun dan didominasi pegawai yang sama, mengakibatkan
minimnya  pengkaderan.
Penerapan pengetahuan teknis dalam tupoksi dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan. Fasilitator sebagai pengajar, baik dari struktural maupun fungsional, masih menggunakan bahan tayang maupun bahan ajar yang jarang dilakukan penyesuaian. Konsekuen-sinya realisasi tupoksi menjadi lambat dan peserta diklat dalam penyerapan bahan ajar menjadi statis. Demikian juga terdapat peran yang tidak seimbang dalam kegiatan diklat antara senior dan yunior. Dominasi  peran  mengakibatkan  pola  diklat menjadi statis dan
menurunnya minat peserta diklat.
Perilaku kerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT yang terukur dari pemahaman, analisis, aplikasi, sintesis maupun evaluasi hasil diklat secara keseluruhan menunjukkan capaiannya bervariatif. Standart norma kerja yang terus terpelihara dengan penghayatannya yang berbeda dalam perilaku kerja, kemudian pribadi PNS yang bebeda tingkat kompetentensi, sifat dan karakter mempengaruhi pola tindak setiap  PNS dalam berkinerja. Perbedaan konsep dan tindakan kerja dari aspek pemahaman, sintesis dan analisis maupun evaluasi kerja PNS berakibat efisiensi dan efektifas perilaku kerja setiap PNS akan berbeda pula.
Akumulasi fenomena variabel perilaku kerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT ditunjukan melalui indikasi pemahaman, yang kurang mendukung karena kegiatan diklat masih terpaku pada pola kerja lama. Indikasi aplikasi nampak dari tidak ada keinginan PNS untuk melakukan terobosan baru dalam kegiatan diklat dengan pendekatan yang berorientasi educatif implementative atau berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi.
Indikasi analisis, terlihat dari bahan ajar yang disajikan PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT, belum ada upaya untuk memilah/mencari hubungan antara komponen terkait dalam penyajian materi diklat, yang secara teknis dilaksanakan sesuai tupoksi PNS masing-masing. Indikasi sintesis, yaitu belum tampak formulasi baru yang dibuat untuk mengembangkan materi pembelajaran, agar sederhana dan mudah dipahami. Fenomena evaluasi, tampak dari kemampuan melakukan penilaian pelaksanaan kegiatan diklat termasuk hasil kerja peserta diklat untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan kemampuan teknis PNS. Sering capaian hasil evaluasi yang dilakukan hanya untuk memenuhi standar pelatihan dan semua peserta lulus diklat dengan nilai tinggi, dan bertentangan dengan realita.
Variabel kompetensi kerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT, terukur dari pendidikan formal, pelatihan dan ketrampilan teknis. Pendidikan formal terkait jenjang pendidikan yang dilalui. Pelatihan berhubungan pengalaman karier PNS dan jenjang pelatihan. Jadi kompetensi PNS ditinjau dari tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja, dan ketrampilan teknis. Indikasi pendidikan formal menunjukkan mayoritas PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT berpendidikan Sarjana: S1, S2, dan Doktoral (S3) mencapai 67,47%. Indikasi pelatihan dan pengalaman masa kerja menunjukan lebih dominan PNS dengan masa kerja paling lama di atas 25 tahun.
Berdasarkan indikasi masa kerja, peluang Badan Diklat Provinsi NTT untuk meningkatkan kinerja orgaisasi semakin terbuka karena rata-rata pegawai telah cukup lama menekuni pekerjaan yang sama. Indikasi PNS berdasarkan ketrampilan teknis, memperlihatkan jumlah widyaiswara, analis kepegawaian, arsiparis dan pustakawan relatif tidak sebanding dengan jumlah seluruh PNS yang ada. Kompetensi PNS menurut  LAKIP Badan Diklat Provinsi NTT Tahun 2013, bahwa secara kuantitas jumlah pegawai cukup memadai, namun dari segi kualitas perlu upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.
Fenomena tersebut diperkuat dengan hasil pengamatan terhadap variabel kompetensi kerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT, yang berkaitan dengan indikator pendidikan dan pelatihan serta ketrampilan teknis terlihat bervariatif. Kondisi ini disebabkan kegiatan Diklat yang dilaksanakan selama ini hanya Diklat Jabatan Struktural, dibanding Diklat Teknis Fungsional, menyebabkan kompetensi PNS menjadi tidak konsisten.
Terbantasnya PNS yang berkesempatan mengikuti diklat (pengelola dan penyelenggara diklat) yakni belum semuanya mengikuti diklat management of training (MoT), training officer corce (ToC) dan training of Facilitator (ToF). Bidang Diklat Teknis Fungsional dan Bidang Diklat Manajemen Pemerintahan yang belum terakreditasi, minimnya mutu layanan sarana dan prasarana kediklatan serta mutasi pegawai terdidik dan terlatih, semuanya merupakan gambaran fenomena minimnya kompetensi.
Bertolak dari uraian di atas maka, perlu dilakukan  penelitian  ilmiah  untuk mengetahui potret dan pengaruh parsial maupun simultan dari variabel budaya birokrasi, perilaku kerja, dan kompetensi terhadap variabel kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT

TELAAH PUSTAKA
Pengertian Kinerja
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan para cendikiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau prestasi. Dalam kamus Illustrated Oxford Dictionary (1998:506) kinerja diartikan sebagai  “the execution or fulfilment of a duty” (pelaksanaan atau pencapaian dari suatu tugas), atau a person’s achievement under test condition, etc (pencapaian hasil seseorang ketika diuji, dan sebagainya).
Kinerja merupakan penampilan hasil kerja dari pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini diungkapkan Irianto (dalam Sutrisno, 2010:171) bahwa kinerja aparatur negara merupakan prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Sedangkan, Miner (dalam Sutrisno, 2010:170) mengatakan bahwa kinerja adalah bagaimana seseorang dapat berfungsi dan berprilaku sesuai tugas tanggung jawabnya.
Cornick & Tiffin (dalam Sutrisno,  2010 :
 172) mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas: (1) Kuantitas adalah hasil yang dicapai PNS berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan; (2) Kualitas adalah bagaimana mutu seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu banyaknya kesalahan yang dapat dibuat, kedisiplinan dan ketepatan hasil kerja; (3) Waktu adalah jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan dan lamanya masa kerja dalam tahun yang telah dijalani. Simanjuntak (2005:1) menyatakan kinerja adalah tingkat pencapain hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Berdasarkan berapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja aparatur negara adalah hasil kerja yang dicapai aparatur negara dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang dapat dinilai dari aspek kualitas, kuantitas dan waktu kerja yang telah digunakan demi tercapainya tujuan organisasi.

 Pengukuran / Penilaian Kinerja
Pengukuran kinerja (performance  measurement) adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi agar dapat diketahui kemajuan organisasi dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas (Mahsun, 2009:26).
Setiap orang sebagai pekerja, termasuk PNS yang melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawab harus dinilai kinerjanya. Standar pengukuran prestasi kerja yang dikemukakan Sutrisno (2010:180) yaitu: (1) Kuantitas kerja;. (2)Kualitas kerja.; (3) Pengetahuan tentang pekerjaan.; (4) Pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) Keputusan yang diambil; (6) Perencanaan kerja; (7) Daerah organisasi kerja.
Penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja seseorang tentang kerja, termasuk potensi pengembangannya (Wahyudi, 2002:101). Penyebab tidak efektifnya kinerja dapat berasal dari individu, organisasi maupun lingkungan eksternal.
Budaya Birokrasi
Budaya berasal dari kata Sanksekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal (Koentjaraningrat, 1990:180). Selanjutnya. ditegaskan bahwa  sarjana  lain mengupas  kata  budaya sebagai  budi-daya yang berarti “daya dari budi”. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa. Budaya sebagai bagian dari daya dan budi melahirkan cipta rasa dan karsa membentuk kepercayaan dan nilai-nilai yang membentuk sikap seseorang tercermin pada kebebasan dalam perilaku hidup sehari-hari dalam suatu masyarakat.  Budaya sebagai suatu cara hidup (a way of life) adalah warisan sosial yang dibentuk atas pengalaman perjalanan sejarah  (Abdulah, 1991: 222).
Bedasarkan pengertian budaya yang dikemukakan, maka budaya birokrasi berkaitan dengan birokrasi sebagai lembaga yang dominan dalam kehidupan masyarakat modern, hakekatnya merupakan pembawa nilai-nilai dan berfungsi melestarikan nilai budaya. V.O. Key (dalam Abdullah (1991), menegaskan bahwa fungsi organisasi birokrasi, adalah membentuk nilai-nilai suatu budaya. Hal tujuan, prosedur, upacara, pandangan dan kebiasaan birokrasi diformalisasikan oleh nilai budaya tradisional.
Definisi birokrasi menurut Albrow dalam Abdulah (1991:225) sebagai berikut: (1) Birokrasi adalah organisasi rasional (rational organization); (2) Birokrasi adalah ketidak efisienan organisasi (organizational ineficiency) (3) Birokrasi adalah pemerintahan oleh para pejabat (rule by officials); (4) Birokrasi adalah administrasi negara (public administration); (5) Birokrasi adalah administrasi oleh para pejabat (administration by officials); (6) Birokrasi adalah bentuk organisasi dengan ciri-ciri dan kualitas tertentu seperti hirarki serta peraturan-peraturan; dan (7) Birokrasi adalah salah satu ciri masyarakat modern yang mutlak (an assential quality of modern society).
Ruanglingkup birokrasi dapat berarti organisasi rasional, ketidak efisienan organisa-si,  administrasi negara, administrasi oleh para pejabat, bentuk organisasi dengan ciri-ciri dan kualitas tertentu seperti hirarki serta peraturan, dan salah satu ciri masyarakat modern yang mutlak. Kata kunci konsep budaya birokrasi, menurut Sjamasuddin (1991:243-244) adalah penggabungan nilai tradisional dan modern, tercermin dalam perilaku birokrasi atau aparat pemerintahan di Indonesia. Aparatur birokrasi memandang dirinya sebagai ‘abdi negara’ dan ‘abdi masyarakat’. Namun penampilan sehari-hari sebagai cerminan penghayatan norma kerja, menunjukkan adanya pertentangan nilai yang harus tercermin dalam sikap aparat birokrasi.
Pengukuran Budaya Birokrasi
Faktor  pembeda  diantara  tugas  pokok
organisasi birokrasi, diantaranya model kognitif yang menerangkan norma kerja (working norms) yang dipelihara dan dipertahankan dalam organisasi. Artinya penampilan norma kerja ditentukan oleh kesadaran tentang nilai (model kognitif) berdasarkan pada pengetahuan, pengalaman yang mempengaruhi struktur organisasi, prosedur dan tata aliran pekerjaan, sikap perilaku dalam operasional serta strategi manajemen yang ditempuh dalam mencapai kebijaksanaan organisasi (Abdulah, 1991).
Indikator budaya birokrasi dalam manajemen organisasi Badan Diklat Provinsi NTT adalah birokrasi pemerintah yang umum dengan orientasi tugas-tugas yang lebih bersifat mengatur. Fakta ini diungkapkan oleh Maschab (1991) bahwa budaya birokrasi Indonesia merupakan manifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap dan perilaku yang tercermin pada orientasi birokrasi bagi masyarakat dan lingkungannya.
Indiktor lain budaya birokrasi akan tercermin dari realisasi kesepakatan bersama tentang nilai-nilai bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan (Sondang P. Siagian,1995). Oleh karena itu, budaya organisasi birokrasi akan menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota organisasi, yaitu tentang batas-batas normatif perilaku anggota, sifat dan bentuk pengendalian dan pengawasan organisasi, gaya manajerial yang dapat diterima oleh para anggota, cara kerja yang tepat, dan sebagainya.

Perilaku Kerja
Pengertian Perilaku Kerja
Thoha (1991:186) mengatakan perilaku merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya, dalam pengertian perilaku seseorang itu tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan seberapa jauh interaksi antar dirinya dengan lingkungannya. Caplan (1999) meng-artikan perilaku sebagai aktivitas manusia yang mencakup perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (covert behavior) seperti aktivitas motorik, aktivitas emosional dan kognitif, (berpidato, berdebat, menulis, bekerja, merasa merupakan covert behavior); sehinga dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah aktivitas manusia baik yang tampak maupun tidak, yang timbul karena adanya rangsangan atau tanggapan yang diterima dari lingkungannya. Perilaku juga turut ditentukan oleh hasil interaksi antara individu dengan masyarakat atau lingkungan terkait dengan segala kesibukan dan urusan.
Skiner (1938) dalam Thoha (1991), sebagai seorang ahli psikologi merumuskan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rang-sangan dari luar). Sarwono (1993), mengatakan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu brsifat nyata. Kemudian, Caplan (1999) mengartikan perilaku dalam dua pengertian. Pertama, perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami seseorang. Kedua, perilaku dalam arti sempit, adalah segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat dicermati. Perilaku seseorang terbentuk melalui proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Rolla   May  dalam  Faisal  (1985 : 213)
 mengatakan perilaku berhubungan dengan aktivitas individu yang mempunyai kesadaran sebagai pusat dirinya. Setiap individu mampu mempertahankan keinginan dan kebutuhannya. Karena itu, pandangan subjektif individu dalam merespons lingkungannya berbeda. Perbedaan individu maupun kelompok disebabkan oleh adanya perbedaan dalam kecenderungan mempertahankan keunikan dan kekhasannya.
Bentuk Perilaku Kerja
Notoatmodjo (2010) mengatakan bentuk perilaku kerja berhubungan dengan aktivitas makhluk hidup atau pekerja yang mempunyai rentang kegiatan yang teridiri dari kelompok: (1) aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain (berjalan, bernyanyi, berbicara, bekerja, menulis); dan (2) aktivitas yang tidak dapat diamati (berpikir, berfantasi dan bersikap).
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku adalah suatu respon / reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar  Terdapat dua jenis respons yaitu: Pertama, respondent response (reflexive) merupakan respon individu yang muncul akibat stimulus tertentu yang disebut eliciting stimuli menimbulkan respon yang tetap, seperti makanan yang lezat dan cahaya yang terang. Kedua, operant response (instrumental response) atau reinforcing stimuli yang berfungsi memperkuat respon.

Pengukuran Perilaku Kerja
Blomm (1908) dalam Notoatmodjo (2010:26-27) mengklasifikasi tiga wilayah perilaku, yakni pengetahuan (congnitif), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor) yang diterjemahkan ke dalam pericipta, perirasa dan peritindak. Jadi pengetahuan menjelaskan pola tindak untuk menentukan perilaku kerja seseorang atau kelompok. Sementara, pola pikir lebih bersentuhan dengan wilayah afektif, yang menjelaskan cara pikir atau yang berkaitan dengan perasaan yang akan memperjelas perilaku kerja individu atau kelompok.
Konkritnya, indikator perilaku kerja tercermin dalam pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman yang diperoleh. Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah individu melihat, mendengar, merasa, mencium yang menghasilkan pengetahuan. . Pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Wield 1996 dalam (Notoatmodjo, 2003) menyatakan pengetahuan memiliki beberapa tingkatan:
a.     Tahu (Know); diartikan sebagai reall atau memanggil memori untuk mengingatkan kembali peristiwa yang sudah terjadi minggu lalu atau sebelumnnya, sehingga pengetahuan merupakan tingkat yang paling bawah (Notoatmodjo, 2010:27).
b.     Memahami (Comprehension); Memahami bukan sekedar tahu melaikan harus dapat menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar (Notoatmodjo, 2010:28). Kategori memahami tentu dilatari oleh suatu bentuk pemahaman dan dapat terjadi pada individu atau kelompok tertentu yang memiliki pengetahuan di bidang tugas fungsi PNS
c.     Aplikasi (Application); adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya (Dewi, 2010:13). Hal ini berarti aplikasi kerja mencerinkan perilalu yang kompoten atau berpendidikan dari seorang atau kelompok yang dengan pengetahuan itu PNS mampu mengaplikasi tugas dan fungsinya secara baik.
d.     Analisis (Analysis); Menurut Dewi, (2010: 13) analisa adalah kemampuan untuk menyatakan  materi objek dalam komponen -komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi yang memiliki hubungan satu sama lain. Notoatmodjo (2010;28) menjelaskan bahwa analisis lebih cenderung tentang kemampuan individual / kelompok untuk memisahkan atau mencari hubungan antar komponen dalam objek yang diketahui, dan dapat menyusun bagan yang mempermudah pemahaman berdasarkan pengetahuan atas objek
c.     Sintesis (synthesis). Menurut Dewi. (2010: 13) sintesis adalah kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Notoatmodjo (2010:28) sintesis adalah kemampuan individu untuk meletakan objek dalam hubungan yang logis setiap komponen pengetahuan yang dimiliki.
d.     Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkenaan dengan kemampuan individu dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi dengan berpedoman pada kriteria yang telah ditentukan.
Kompetensi
Pengertian Kompetensi
Scale (1975) dalam Sutrisno (2010:202) menerangkan bahwa kompetensi berasal dari kata “competence”, yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Ditegaskan lagi bahwa konsep kompetensi seperti pendapat Spencer (1993), yaitu sesuatu yang mendasari karekteristik dari suatu individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan. Sagala (2009:29) menyatakan kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Istilah kompetensi sangat kontekstual dan tidak universal untuk semua jenis pekerjaan. Simanjuntak (2005:10) mengatakan kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Setiap jenis pekerjaan memerlukan porsi yang berbeda-beda antara pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Gordon (1988) dalam Sutrisno (2010) mengatakan aspek kompetensi memiliki makna:
1.     Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam perusahaan;
2.     Pemahaman (understanding): kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki individu.
3.     Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu guna melaksanakan tugas kerja yang dibebankan kepadanya.
4.     Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang telah  diyakini  dan   secara  psikologis
telah menyatu dalam diri seseorang.
5.     Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap rangsangan dari luar.
6.     Minat (interest), yaitu kecenderungan dalam melakukan suatu perbuatan.

2.1.4.2 Pengukuran Kompetensi
Boulter, and Hill (1996), mengatakan bahwa karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior dalam pekerjaannya karena didasari pada: (1) Skill, adalah kemampuan untuk melaksanakan sesuatu tugas dengan baik; (2) Knowledge, adalah  informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang khusus, misalnya bahasa computer; (3) Social role, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan ditonjolkan dalam masyarakat  (ekspresi nilai-nilai diri); (4) Self- Image, adalah pandangan orang terhadap diri sendiri, merefleksikan identitas; (5) Trait, karakteristik abadi dari seorang yang membuat orang berperilaku; dan (6) Motive, adalah dorongan perilaku yang secara konsisten menjadi sebab perilaku itu sendiri, misalnya dorongan menumbuhkan rasa percaya diri dan seterusnya. Kompetensi sering     
digunakan  sebagai indikator dari kinerja. Kompetensi banyak digunakan perusahaan besar dengan alasan, seperti yang dikemukakan Ruky (2003), yaitu  untuk: (1) Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai; (2) Alat seleksi karyawan; (3) Memaksimalkan produktivitas; (4) Dasar pengembangan sistem remunerasi; (5) Memudahkan adaptasi pegawai terhadap perusahaan; (6) Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi
Beberapa alasan mendasar yang menerangkan pencapaian unjuk kerja yang maksimal membutuhkan sentuhan kompetensi. McClelland dalam Usmara (2002), bahwa kompetensi yang bersifat non akademik, seperti kemampuan menghasilkan ide yang inovatif, manajemen skill, kecepatan mempelajari jaringan kerja yang berhasil memprediksi prestasi atau kinerja individu dalam pekerjaan.
Dharma (2002) dalam Sutrisno (2010: 209) menegaskan bahwa kompetensi selalu mengandung maksud dan tujuan, yang merupakan dorongan motif atau trait yang menyebabkan tindakan untuk memperoleh suatu hasil. Sumber Daya Manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberi yang terbaik bagi organisasi.
Indikator kompetensi meliputi upaya mengatasi kesenjangan antara syarat melaksanakan suatu kerjaan teknis dengan kemampuan pengeta-huan dan ketrampilan yang dimiliki setiap pegawai. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan serta ketrampilan. Sagala (2009) menyatakan indikator kompetensi PNS dilandasi oleh: (1) pendidikan dan pelatihan; serta (2) ketrampilan
yang bersifat teknis sesuai  bidang tugas PNS. Diklat menjadi dasar untuk menjelaskan pengetahuan dan pemahaman  seseorang,  baik
individu maupun kelompok terhadap pekerjaan
maupun  penyelenggaraan  diklat. Sedangkan ketrampilan menyangkut skill atau kemampuan teknis sesuai bidang tugas sebagai output dari hasil pelatihan yang bersifat mandiri.

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pendukung tesis ini adalah:






No
Peneliti
Masalah yang diteliti
Hasil Penelitian
1.                     
Priyatmoko
(1991)
Budaya Politik dan Perilaku Birokrasi Lokal (Studi Kasus di Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya birokrasi dan perilaku birokrasi lokal sebenar nya terdapat dilema. Dilema yang dihadapi bersumber pada kesenjang-an yang sering ter-jadi  antara keharusan politik dan keharusan administrasi serta kesenjangan antara periori-tas pusat dan daerah. Namun, harapannya ada pada banyaknya pemuda yang berpendidikan tinggi yang sekaligus tidak terlalu terikat oleh pengalaman buruk politik masa lalu dan men jadi faktor yang lebih mendinamiskan kehidupan politik pada aras lokal sesuai dengan kearifannya untuk menjamin transparansi pengelolaan birokrasi lokal yang lebih baik.
2.                     
Fitriyadi  (2001)
Pengaruh Kompetensi Skill, Kowledge, Ability  Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Operator PD. Bangun Banua Propinsi Kalimantan Selatan.
Kompetensi skill non teknis, Knowledge dan  Ability mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Secara parsial yang paling besar memberi pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan adalah variabel kompetensi Knowledge.
3.                     
Rosidah (2004)


Pengaruh kompetensi Komunikasi terhadap Kinerja karyawan.


Kompetensi komunikasi mempunyai hubungan positif dengan kinerja karyawan. Apabila kompetensi komunikasi mengalami kenaikan, maka tingkat kinerja karyawan juga mengalami kenaikan
4.                     
Sahara  (2010)
Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Kompeten si terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas komunikasi dan Informatika Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Kompetensi Pegawai mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.





Kerangka Pemikiran


Skema kerangka pemikiran tulisan ini adalah:




KINERJA  PNS :
·      Capaian hasil kerja dalam kegiatan diklat.
·      Minat kepesertaan diklat
·      Efisiensi kerja atau mutu diklat.  

KOMPETENSI :
1.     Pendidikan
2.     Pelatihan

BUDAYA BIROKRASI:
1.     Kedisiplinan Kerja PNS
2.     Keterlibatan PNS  yang kompoten dalam kegiatan diklat.
3.     Penerapan pengetahuan teknis dalam diklat sesuai tupoksi.
4.    Keseimbangan peran antara senioritas dan yunioritas.


PERILAKU KERJA:
1.     Pemahaman
2.     Aplikasi
3.     Analisis
4.     Sintesis
5.     Evaluasi
 











 




Keterangan :
                   : Pengaruh  Simultan
                   : Pengaruh  Persial







Budaya birokrasi adalah manifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap dan perilaku yang tercermin pada orientasi birokrasi terhadap masyarakat dan lingkungan (Abdulah, 1991:247). Jadi indikator budaya birokrasi merupakan variabel yang mengatur hasil kerja, dan bagaimana cara
 mencapai prestasi kerja yang efisien &  efektif.
Perilaku kerja berpengaruh terhadap kinerja PNS seperti pandangan Blomm (1908) dalam (Notoatmodjo, 2010:26-27) membagi  perilaku ke dalam tiga wilayah, yaitu pengetahuan (congnitif), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor) yang diterjemahkan ke dalam cipta (kongnitif), rasa (afektif) dan karsa (psikomotor) atau pericipta, perirasa dan peritindak. Intinya, indikator yang diangkat




tentang objek kajian ini, adalah pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi dari kinerja PNS dalam pekerjaan kediklatan.
Variabel berikut adalah kompetensi kerja. Sagala (2009:29) mengatakan kompetensi lebih menjelaskan kemampuan PNS melaksanakan suatu jenis pekerjaan tertentu setelah memperoleh pendidikan dan latihan. Jadi pendidikan dan pelatihan sesuai bidang tugas PNS adalah indikator kompetensi kajian ini,

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
PNS Badan Diklat Provinsi NTT sebanyak 115 orang adalah populasi. Teknik penarikan sampel adalah Random  Sampling dengan jumlah sampel 89 orang ditetapkan menurut rumus Slovin
Identifikasi, Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Identifikasi, Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dapat dijelaskan pada Tabel berikut ini.


   Identifikasi, Definisi Operasional, Pengukuran Variabel


No
Variabel
Indikator
Sub Indikator
Item
Skala
1
Kinerja PNS
a.  Capaian hasil kerja  kegiatan diklat
Kuantitas kerja yang efektif atau memenuhi target
1-3
Likert
b.  Minat kepesertaan diklat
Kemampuan PNS mensosialisasikan diri.dan organisasi  
4-5
c.  Efisiensi atau mutu diklat.
·    Hasil penilaian terhadap hasil diklat yaitu: Pratest   dan Postest
6-8
2.
Budaya Birokrasi

a.  Kedisiplinan kerja PNS
-    Datang tepat waktu (pukul 08’00 wita)
-     Pulang tepat waktu (pukul 17’00 wita)
9-10

Likert
b.  Keterlibatan PNS yang kompoten
-    Keterlibatan PNS dalam Kepanitian Diklat.
-    Keterlibatan PNS Sebagai Tutorial.
-    Keterlibatan PNS mensosialisasikan Badan Diklat.
11-13
c.  Penerapan pengetahuan teknis
-    Muatan teori 30%
-    Mendemonstrasikan unjuk kerja kegiatan diklat 70%
14-15
d.  Keseimbangan peran senioritas dan yunioritas
-    Peran senior jangan dominan dalam diklat
-    Yunioritas diberi ruang untuk berekpresi.
16-17
3.
Perilaku Kerja

a.  Pemahaman
Kemampuan PNS. memahami tupoksi  dalam kediklatan
18-19
Likert
b.  Aplikasi kerja
Simulasi kerja selama diklat.
20-21
c.  Analisis kerja
Mampu memilah atau mencari hubungan antar komponen terkait dalam penyajian materi diklat.
 22-23
d.  Sintesis kerja
Mampu menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
24-25
e.  Evaluasi kerja
Mampu melakukan penilaian terhadap kemampuan peserta diklat, hasil kerja
26-27
4.
Kompe-
tensi
a.  Pendidikan  
-    Diploma,  S1, S2
28-29
Likert
b.  Pelatihan 
-    Ketrampilan Khusus  (ToT, ToC, ToF)
30-32


Pemahaman  yang sama atas definisi operasional variabel penelitian dari tabel tersebut dapat dirincikan sebagai berikut:
1.     Kinerja PNS merupakan capaian hasil kerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT, yang tampak dari demonstrasi atau unjuk kerja dalam kegiatan diklat, baik dari jumlah diklat, jumlah perserta diklat dan mutu diklat yang diselenggarakan, sehingga secara kuantitas dan kualitas dapat mewujudkan SDM  PNS yang profesional paskah diklat.
Indikator Kinerja  PNS diukur dari aspek:
a.     Capaian hasil kerja kegiatan diklat, yaitu: kemampuan  penyelenggaraan diklat dengan hasil kerja maksimal.
b.     Minat  kepesertaan  diklat,  yaitu  tujuan
memperkenalkan dan mensosialisasi manfaat kegiatan diklat, agar dapat menarik minat peserta dalam mengikuti diklat yang diselanggarakan.
c.     Efisiensi kerja atau mutu diklat, adalah capaian hasil kerja dilihat dari mutu diklat yang terukur dari materi yang disajikan dan daya serap PNS selama mengikuti   diklat   yang  diperoleh   dari hasil penilaian atau evaluasi.
2.     Budaya  Birokrasi,  adalah  manifestasi  sistem kepercayaan atau nilai-nilai yang dihayati, dari warisan tradisi atau kebiasaan (lokal) yang diberlakukan sebagai norma kerja PNS Badan Diklat Provinsi NTT.
Indikator dan pengukurannya meliputi:
a.     Disiplin   kerja  PNS,  adalah  ketetapan
waktu masuk dan pulang kantor bagi PNS setiap hari kerja sesuai kesepakatan yang telah dibuat bersama sebelumnya.
b.     Keterlibatan PNS yang kompoten dalam kegiatan diklat, adalah proses melibatkan PNS sedemikian rupa agar semua pihak yang kompeten dengan kegiatan diklat dapat mengambil peran secara merata.
c.     Penerapan pengetahuan teknis dalam diklat sesuai tupoksi, adalah orientasi kegiatan diklat yang megarah pada implementasi kerja nyata, agar peserta diklat memahami cara kerja paska diklat.
d.     Keseimbangan peran antara senioritas dan yunioritas, adalah kesepakatan memberi ruang yang sama untuk bekerja secara profesional, bagi senior dan yunior untuk mendapat hasil kerja diklat  yang terbaik.
3.     Perilaku  Kerja,  adalah   pola  tindak   PNS
Badan Diklat Provinsi NTT, sebagai penyelenggara atau pendidik yang terukur dari pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi penyelenggaraan Diklat.
Indikator Perilaku Kerja ddiukur dari aspek:
a.     Pemahaman, adalah kemampuan PNS terhadap tugas pokok dan fungsinya, serta muatan materi agar persiapan dan pelaksanaan kegiatan diklat mudah dicapai dan dipahami oleh peserta sesuai jenis dan tingkatan diklat.
b.     Aplikasi kerja adalah kemampuan PNS mengaplikasikan materi yang dipelajari dan terukur melalui simulasi kerja selama berlangsungnya kegiatan diklat.
c.     Analisis kerja, adalah kemampuan PNS memilah atau mencari hubungan antar komponen yang terkait dalam penyajian materi diklat agar pelaksanaan tugas secara teknis  dilaksanakan  PNS  sesuai
dengan tupoksinya.
d.     Sintesis kerja, adalah kemampuan PNS  untuk menyusun formulasi baru, guna mengembangkan materi pembelajaran, yang sederhana dan mudah dipahami.
e.      Evaluasi kerja, adalah kemampuan PNS melakukan penilaian terhadap model kerja yang ditampilkan guna mengukur sejauh mana pemahaman dan kemampuan teknis PNS 
4.     Kompetensi  kerja,  adalah kemampuan PNS
mendayagunakan potensi dirinya setelah mendapat diklat maupun ketrampilan yang bersifat teknis, kemudian diimplementasikan
pada kegiatan diklat.
a.    Pendidikan, adalah latar belakang pendidikan formal dari PNS yang dipersiapkan dan memenuhi standar kompetensi dasar  tugas kediklatan.
b.     Pelatihan, adalah kemampuan teknis PNS sebagai pihak penyelenggara diklat di dalam melakukan kegiatan proses belajar mengajar kepada para peserta diklat sesuai spesifikasi dan tupoksinya

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berupa daftar kuesioner yang terangkum dalam pertanyaan-pertanyaan. Item skala penelitian disusun berdasarkan skala likert atas pernyataan dengan scoring 5,4,3,2,1 atau: Sangat Setuju, Setuju, Netral, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data variabel budaya kerja, perilaku
 kerja, kompetensi dan kinerja PNS dihimpun menurut sifatnya yakni data kuantitatif dan data kualitatif. Sedangkan data menurut sumbernya terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data  adalah kuesioner, wawancara, dan dokumentasi
Uji Validitas dan Reliabilitas
pernyataan tersebut dapat melakukan fungsinya Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kuesioner yang disebarkan dapat menjaring data atau informasi yang dibutuhkan menggunakan teknik korelasi product moment model  Pearson’s dengan ketentuan: Jika p value lebih besar dari Ī¬ = 0,01, atau 0,05 berarti pernyataan-pernyataan responden dalam kuesioner tersebut, adalah valid, atau data.
Uji reliabilitas dilakukan guna mengukur
 sejauh  mana  kuesioner  yang   diajukan  dapat
memberi hasil yang sama, jika dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama pada waktu yang berlainan. Uji  reliabilitas dilakukan dengan melihat koefisien Alpha Cronbach dengan ketentuan apabila interval alpha cronbachnya lebih dari 0,60, maka pertanyaan reliable (Riduwan , 2004).
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif adalah analisis capaian indikator, yang  berdasarkan jumlah jawaban responden untuk masing masing item pernyataan lalu dibagi skor ideal dan dikalikan dengan 100%.  Rumusnya adalah:
Ę© JR
CI =                       X 100%
SI
Hasilnya    dikategorikan   sesuai   pembobotan,
sebagaimana  pendapat Riduwan (2004):0 - 20%  = Sengat Tidak Setuju, 21 – 40 %  = Tidak Setuju, 41– 60 %  = Netral, 61 – 80 %  = Setuju, 81 – 100 %  = Sangat Setuju.
Anlaisis Inferensial
Teknik Analisis Regresi Linear Berganda
Y= bo  +  biXi + b2X2 + b3X3+  Šµ
Model regresi linear berganda  menggunakan rumus :


 Dimana:
Y=   Kinerja PNS
 b =  Koefisien regresi variabel independent
bo/Ī±  =   Konstanta
X1    =   Budaya Birokrasi
X2    =   Perilaku Kerja
 X3   =   Kompetensi Kerja
 e       =   Sisa residual (error)

Uji Asumsi Klasik
Pendugaan atau estimasi koefisien regresi berganda harus memenuhi beberapa asumsu dengan melakukan tiga uji asumsi klasik yaitu: (1) Tidak ada multikolinearitas diantara variabel bebas (tolerance < 0,10 atau sama dengan  VIF > 10 (Ghozali 2009:28); .(2) Sebaran data harus normal (p < Ī±); dan (3) Speifikasi model persamaan benar; (4) Tidak ada herokedastisitas.

Pengujian Hipotesis
Uji Hipotesis Secara Simultan ( Uji F)
Pengujian ini untuk mengetahui apakah semua variabel independent secara bersamaan mempengaruhi variabel kinerja PNS. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai kritis F dengan nilai Ftest (Fratio) dari analysis of variances yang mencakup:     
a.     Merumuskan hipotesis
Ho:Ī²i ═ 0  dan  Ho  :    Satu Ī²i Fo.
b.     Menentukan tingkat signifikan
Harapan tingkat signifikansi adalah Ī±═5 %
atau confidence interval sebesar 95% dan dengan degree of freedom (k-1) dan (n-k), dimana n adalah jumlah observasi dan k merupakan variabel regresor.
c.     Menghitung nilai Fhitung
Nilai F hitung menggunakan rumus:
                 R² / (k-1)
Fhitung =                           
                (1R²)/ (n-k)
Dimana :  i adalah 1,2,3, …..,m
d.     Membandingkan Fhitung dengan FTabel
Ketentuannya adalah sebagai berikut:
Jika P > Ī±, berarti secara simultan Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, Kompetensi berpengaruh tidak signifikan terhadap Kinerja PNS;  dan jika P < Ī±, berarti secara simultan variabel Budaya Kerja, Perilaku Kerja dan Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS.
Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Pengujian ini untuk memastikan  variabel independent secara parsial mempengaruhi variabel dependent, dan dilakukan dengan  membandingkan nilai kritis dengan nilai ttest (tratio) pada Tabel Analysis of Variance.dengan tahapan:
a.     Merumuskan hipotesis
Ho  :  Ī²i =  0   dan  Ho  : Ī²i  ≠ 0  
b.     Merumuskan nilai thitung
Tingkat signifikan yang diharapkan adalah Ī±═1 hingga 10 % dengan degree of freedom atau df (n-k-1), dimana k merupakan jumlah variabel independent atau variabel regresor.
c.     Menghitung nilai thitung  dengan rumus:
                    bi
thitung (i) =      
                   Sbi
d.     Membandingkan nilai thitung  dengan tTabel
dengan ketentuan:
Jika P > Ī±, berarti secara parsial variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, dan Kompetensi berpengaruh  tidak signifikan terhadap Kinerja PNS; Jika P < Ī±, berarti secara parsial Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, dan Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS.

Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinasi (R2) merupakan koefisien pengukur kontribusi dari variabel bebas terhadap perubahan variabel Kinerja PNS kalau variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, Kompetensi berubah. Koefisien ini dihitung dengan rumus (Sugiyono,2008: 224)  
    

HASIL PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT berjumlah 115 orang.  Berdasarkan pangkat/gol. terdapat 31 orang (gol II),  84 orang (gol.III dan IV). Umumnya 78 % pegawai berpendidikan S1,S2, S3 dan sisanya berpendidikan menengah dan diploma. Masa kerja 1-15 tahun: 54 orang dan 16 -24 tahun 61 orang 

Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Salah satu syarat menggunakan analisis regresi,  apabila data-data yang dianalisis harus menyebar secara normal atau mendekati normal dibuktikan dengan sebaran data dan grafik Histogram maupun normal P-Plot. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Grafik Histogram maupun Grafik Normal P-Plot, data-data umumnya menyebar secara normal. Ini bukti data-data hasil analisis regresi dapat dibenarkan dan dapat digunakan untuk memperdiksi nilai variabel terikat, jika terjadi perubahan variabel bebas dalam penelitian ini.

Uji Multikolinearitas
Hasil uji multikolinearitas) dengan menggunakan Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), menunjukkan bahwa setiap variabel independen  menjadi variabel dependen dan diregresikan dengan variabel independen lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan ada multikolinearitas adalah tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF > 10. Hasil uji diperoleh nilai tolerance berkisar antara 0,521 sampai dengan 0,576 dan nilai VIF berkisar 1,737 sampai dengan 1,920. Jadi terbukti tidak ada multikolinearitas yang serius.

Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji yang terlihat pada grafik Scatterplot, dapat diambil keputusan bahwa tidak ada pola yang jelas seperti titik menyebar di atas dan di bawah angkah 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Dengan kata lain, asumsi heterokedasitisitas tidak diterima, karena (a) pada gambar pertama titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, (b) pada gambar kedua titik-titik menyebar tidak menunjukkan pola tertentu.

Analisis Regresi Linear Berganda
Model analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini, bertujuan menguji pengaruh variabel Budaya Birokrasi (X1), Perilaku Kerja (X2), Kompetensi (X3) terhadap Kinerja PNS (Y) pada Badan Diklat NTT.
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan persamaan linear sebagai berikut:
 Y = 0,158 X1 + 0,475 X2 + 0,355 X3.
Nilai koefisien regresi variabel Perilaku Kerja (X2) lebih dominan  1,338 kali dari variabel Kompetensi (X3), dan lebih besar 3,006 kali dari variabel Budaya Birokrasi (X1), sedangkan variabel Kompetensi (X3) lebih besar 2,246 kali dari variabel Budaya Birokrasi (X1). Hal ini membuktikan bahwa pemahaman PNS terhadap muatan materi diklat, serta kemampuan mengaplikasikan, memilah komponen materi diklat, menyusun formulasi materi, pengembangan  pembelajaran, evaluasi hasil kerja lebih berpengaruh, dibanding kepatuhan terhadap budaya biroktasi dan latar pendidikan formal maupun tingkatan pelatihan teknis dalam peningkatan kinerja PNS (Y) pada Badan Diklat Provinsi NTT. Sebaliknya, penurunan indikasi perilaku kerja, akan diikuti menurunnya kinerja.
Akumulasi dari nilai koefisien regresi ketiga variabel, baik Budaya Birokrasi (X1), Perilaku Kerja (X2), dan Kompetansi (X3) tersebut, setidaknya telah membuktikan bahwa perilaku kerja menempati posisi sentral dalam mempengaruhi kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT. Perilaku kerja merupakan implementasi nyata dari kemampuan PNS falam hal pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi kerja. Sementara, budaya birokrasi dan kompetensi merupakan bagian integral dari perilaku kerja untuk meningkatkan capaian kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT.

Pengujian Hipotesis
Uji Simultan (Uji F)
Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) menegaskan bahwa variabel budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja PNS.
Hasil pengolahan regresi berganda adalah bahwa nilai Fhitung = 79,679. Besarnya nilai FTabel  dengan Ī± = 0,05 dan dk pembilang  k = 2 serta dk penyebut = n-k-1 = 87 diperoleh nilai 3,65. Berarti Fhitung 79,679 > FTabel  = 3,65 yang berarti variabel Budaya Birokrasi (X1), Perilaku Kerja (X2), dan Kompetensi (X3) secara simultan mempunyai  pengaruh yang signifikan terhadap variabel Kinerja PNS (Y).
Hasil pengujian terhadap  uji  simultan  ANOVAtable  dengan   nilai Fhitung sebesar 79,679 dengan probabilitas atau tingkat signifikansi 0,000. Jadi nilai probabilitas lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05, maka variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja dan Kompetensi pada Badan Diklat Provinsi NTT, secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Kinerja PNS sehingga H2 diterima.

Uji Parsial (Uji t)
1.     Uji Parsial Variabel Budaya Birokrasi  Terhadap Kinerja PNS.
Hasil uji statistik variabel Budaya Birokrasi (X1) menunjukkan nilai thitung sebesar 2,133 dengan nilai singnifikan sebesar 0,036. karena nilai signifikan (0,036) lebih kecil dari tingkat alfa yang digunakan 0,05 (5%) maka keputusannya menerima hipotesis alternatif (Ha) dan menolak hipotesis Nol (H0). Artinya, secara parsial variabel Budaya Birokrasi (X1) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS
2.     Uji Parsial Variabel Perilaku Kerja Terhadap Kinerja PNS
Hasil uji statistik variabel perilaku kerja (X2) menunjukan nilai thitung sebesar 6,175 dengan nilai singnifikan sebesar 0,000. Karena nilai signifikan (0,000) lebih kecil dari tingkat alfa yang digunakan 0,05 (5%) maka keputusannya menerima hipotesis alternatif (Ha) dan menolak hipotesis Nol (H0). Artinya, secara parsial variabel Perilaku Kerja (X2) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS
3.     Uji Parsial Variabel Kompetensi Terhadap Kinerja PNS
Hasil uji statistik variabel kompetensi (X3) menunjukkan nilai thitung sebesar 4,854 dengan nilai singnifikan sebesar 0,000. Karena nilai signifikan (0,000) lebih kecil dari tingkat alfa yang digunakan 0,05 (5%) maka keputusannya menerima hipotesis alternatif (Ha) dan menolak hipotesis Nol (H0). Artinya, secara parsial variabel Kompetensi (X3) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja PNS

Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan output Model Summary nilai R2 sebesar 0,859.  Nilai ini menunjukan bahwa, 85,90 % variabel Kinerja PNS dijelaskan oleh variasi ketiga variabel independent, yaitu variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja dan Kompetensi. Selebihnya, 14,10 % dijelaskan oleh sebab lain di luar model

Pembahasan Hasil Penelitian
Ulasan hasil penelitian, baik deskriptif analisis dan analisis statistik infrensial, menunjukkan adanya keterkaitan dengan teori-teori yang digunakan dalam konteks penelitian ini, maupun terhadap hasil penelitian terdahulu. Hal ini dapat menjadi pembanding bahwa budaya birokrasi, perilaku kerja dan kompetensi adalah variabel independen yang berpengaruh secara simultan atau parsial terhadap variabel kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT.

Pengaruh Budaya Birokrasi Terhadap Kinerja PNS
Hasil analisis terhadap variabel Budaya Birokrasi yang terukur dari disiplin kerja PNS; keterlibatan PNS yang kompoten dalam kerja; penerapan pengetahuan teknis PNS; yang kompeten. keseimbangan peran antara PNS senior dan yunior, semuanya memperlihatkan pengaruh yang positif  terhadap variabel kinerja PNS pada Badan Diklat  Provinsi NTT. Kondisi ini diperkuat dengan hasil analisis deskriptif yang memperlihatkan total skor jawaban responden sebesar 2409, skor ideal sebesar 4005, dan capaian indikator sebesar 60,10 %  atau  dikategori cukup  baik. Sementara, hasil uji statistik inferensial terhadap variabel Budaya Birokrasi  juga menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 2,133, dengan nilai singnifikan sebesar 0,036. Dengan demikian, kekuatan pengaruh budaya birokrasi terhadap kinerja PNS di Badan Diklat Provinsi NTT, adalah positif dan signifikan yang terindikasi dari kedisiplinan kerja PNS, keterlibatan PNS yang kompeten dalam kediklatan, terbangkitnya PNS yang kompeten menerapkan pengetahuan teknis dalam kegiatan diklat maupun terjadinya keseimbangan peran  senioritas  dan  yunioritas
 dalam penyelenggaraan diklat.
Akumulasi indikator variabel budaya birokrasi tersebut, mencerminkan konsensus terhadap norma kerja atau tata nilai yang harus dihayati dan diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas secara terstruktur sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban. Kedisiplinan yang terukur dari kepatuhan PNS terhadap jam kerja, penghargaan PNS terhadap waktu, kerja sehingga dapat menyelesaikan beban tugas tepat waktu dan tepat sasaran atau bahkan melampaui target dengan prestasi kerja yang tinggi. Demikian juga halnya dengan keterlibatan PNS yang kompeten, berkaitan erat dengan penerapan pengetahuan teknis. Kedua hal ini merupakan gambaran dari loyalitas PNS terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai PNS di bidang kediklatan. Terakhir adalah indikator pembagian peran yang layak antara senioritas dan yunioritas, tujuannya untuk melanggengkan kaderisasi di bidang kediklatan. PNS yunior diberi ruang untuk berperan merupakan harapan baru untuk menggantikan posisi PNS senior karena mutasi atau pensiun.
Fakta tersebut juga  diungkapkan oleh Maschab (1991:247) bahwa budaya birokrasi Indonesia merupakan menifestasi sistem kepercayaan nilai-nilai yang dihayati, sikap dan perilaku yang tercermin pada orientasi birokrasi terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Intinya, penghayatan terhadap nilai-nilai yang telah terbangun dalam suatu konsensus organisasi, akan mencerminkan budaya birokrasi apabila norma kerja itu tumbuh dalam lingkup birokrasi, termasuk Badan Diklat  Provinsi NTT Tata nilai atau norma kerja biasanya dilandasi oleh warisan budaya yang telah ada sebelumnya, meskipun berlaku tidak secara langsung. Namun yang pasti budaya birokrasi hampir dipastikan tumbuh dan berkembang secara gradual dalam diri setiap individu PNS. Hal ini juga akan mencerminkan sikap dan perilaku PNS, dalam mewujudkan hasil kerja yang maksimal guna terwujudnya tujuan organisasi, termasuk pencapaian target kediklatan yang optimal di lingkup birokrasi yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi NTT sesuai kewenangan yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Hasil penelitian ini hampir  mirip dengan penelitian dari Priyatmoko (1991), bahwa harapan terbesar dari pengelolaan birokrasi itu ada pada banyaknya pemuda yang berpendidikan tinggi, atau yang lebih rasional untuk menjamin transparansi pengelolaan birokrasi lokal yang lebih baik. Indikasi konkritnya, melalui penghayatan tata nilai seperti kedisiplinan kerja, keterlibatan langsung, penerapan pengetahuan teknis untuk meningkatkan kinerja PNS yang lebih transparan dan akuntabel

Pengaruh Perilaku Kerja Terhadap Kinerja
Perilaku kerja dan kinerja adalah dua variabel yang saling mempengaruhi. Perilaku mencerminkan hampir segala sesuatu yang dialami, atau sebaliknya perilaku menerangkan suatu reaksi yang dapat diamati. Sementara, kinerja lebih memperlihatkan unjuk kerja atau demonstrasi kerja yang dapat dinilai dan diukur.  Jadi antara perilaku kerja dan kinerja sama-sama memperlihatkan aksi dan reaksi dari suatu perbuatan yang dapat dilihat dan diukur.
Hasil analisis membuktikan variabel perilaku kerja (X2) mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja PNS (Y)  pada Badan Diklat Provinsi NTT. Hal ini terlihat dari total skor jawaban responden sebesar 2598  dengan skor ideal sebesar 4450, dan capaian indikator sebesar 58,40%,  atau  dikategorikan cukup  baik. Sedangkan, hasil analisis statistik inferensial (uji t) untuk variabel perilaku kerja (X2) menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 6,175 dengan nilai singnifikan sebesar 0,000.
Jaminan terhadap pencapaian kinerja yang tinggi, ditentukan juga oleh perilaku kerja PNS di bidang kediklatan. Kapasitas PNS dalam pelaksanaan tugas dan fungsi harus mengacu pada indikator perilaku kerja yang diperoleh melalui pendidikan formal atau nonformal. Keduanya  memberikan   kontribusi terhadap indikator perilaku kerja PNS. Konkritnya, indikator perilaku kerja tercermin dalam pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman yang diperoleh. Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah individu melihat, mendengar, merasa dan mencium. Pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek
Pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja PNS dalam penelitian ini, merupakan cerminan dari pengetahuan PNS melalui pemahaman, aplikasi kerja, analisis kerja, sintesis kerja dan evaluasi kerja yang dapat menunjang PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT guna meningkatkan kinerjanya di bidang kediklatan, baik capaian kuantitatif, kemampuan menarik minat peserta melalui sosialisasi maupun kualitas mutu diklat yang dapat dipertanggung jawabkan. Semakin luas pengetahuan PNS Badan Diklat Provinsi NTT tentang kediklatan, maka dipastikan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis kerja dan evaluasi kerja akan semakin  lebih baik.

Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja PNS
Hasil analisis  sebelumnya menunjukkan bahwa variabel Kompetensi (X1) mempunyai pengaruh yang positif  terhadap kinerja PNS (Y) pada Badan Diklat Provinsi NTT. Hasil analisis deskriptif yang memperlihatkan total skor jawaban responden sebesar 1282 dan skor ideal dari variabel kompetensi sebesar 2225, sehingga capaian indikator kompetensi adalah 57,60%  dan masuk kategori cukup baik. Hasil uji statistik inferensial untuk variabel Kompetensi (X1) menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 4,854 dengan nilai singnifikan sebesar 0,000.
Pengaruh kompetensi terkait dengan kemampuan PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT mendayagunakan potensi dirinya setelah memperoleh pendidikan dan pelatihan serta ketrampilan teknis yang diaplikasikan pada kegiatan diklat. Pendidikan, adalah latar belakang pendidikan formal fasilitator yang dipersiapkan dan memenuhi standar kompetensi dasar dalam melakukan kegiatan diklat. Sedang, Pelatihan, adalah kemampuan teknis PNS dalam melakukan kegiatan demi proses belajar mengajar sesuai spesifikasi dan tupoksi PNS
Hasil analisis terhadap kedua aspek kompetensi PNS memperlihatkan kemampuan yang bervariasi. Perbedaan kemampuan dalam berkompetensi,  mempengaruhi kinerja PNS  dalam kegiatan diklat. Sutrisno (2010:202) mengatakan prinsip kompetensi yang diduga dapat memprediksi kinerja yaitu: (a) Membandingkan individu yang berhasil dalam pekerjaannya dengan individu yang tidak berhasil; (b) Mengidentifikasikan pola pikir dan perilaku individu yang berhasil. Pengukuran kompetensi harus menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka ketimbang menggantungkan kepada pengukuran seperti tes pilihan alternatif jawaban.
Kompetensi diperlukan untuk membang-kitkan harapan yang baru kepada  pegawai yang pada dasarnya sudah diketahui kemampuan kompetensinya dalam bekerja. Perbandingan antara pegawai yang mampu dengan yang kurang mampu dapat memberi semangat baru bagi PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT untuk meningkatkan kinerjanya Hasil penelitian ini mendukung penelitian Fitriyadi (2001), yang menyimpulkan bahwa secara parsial yang paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah variabel kompetensi Knowledge.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.     Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa capaian indikator variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja, dan Kompetensi PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT berkategori cukup baik sedangkan variabel Kinerja PNS berkategori baik.
2.     Hasil penelitian menunjukkan secara parsial dan simultan variabel Budaya Birokrasi, Perilaku Kerja dan Kompetensi berpengaruh positif dan signifikansi terhadap Kinerja PNS pada Badan Diklat Provinsi NTT, dimana variabel Perilaku Kerja (X2) lebih dominan 1,338 kali dari variabel Kompetensi (X3), dan lebih besar 3,006 kali dari variabel Budaya Birokrasi (X1), sedangkan variabel Kompetensi (X3) lebih besar 2,246 kali dari variabel Budaya Birokrasi (X1)
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka disarankan  kepada Manajemen Badan Diklat Provinsi NTT agar: (1) Mengoptimalkan Perilaku Kerja PNS dalam memahami, mengaplikasi teori, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi kerja PNS secara mendalam guna mencapai pola diklat terbaik 2) Mendorong PNS meningkatkan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan teknis; (3) Mematuhi budaya birokrasi reformasi menuju layanan publik terbaik melalui peningkatan disiplin, keseimbangan peran senior dan yunior, optimalisasi penerapan pengetahuan teknis, memanfaatkan PNS yang kompeten dalam kediklatan.

---




DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Syukur. 1991. Budaya Birokrasi Indonesia. Jakarta : PT Utama Grafiti
Arikunto S., 1993, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,  Jakarta: Rineka Cipta
Armstrong, and Angela Baron, 1988, Perfomance Management The New Realities, Institute of Personel and Development, London,
Badan Diklat Provinsi NTT  Tahun 2013, Renstra Badan Diklat Provinsi NTT  Tahun 2013- 2018.
_____, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Badan Diklat Provinsi NTT Tahun 2013
Biro Hukum Setda Provinsi NTT, 2013, Peraturan Gubernur NTT No. 39 Tahun 2013 .
Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT, 2010, Pembinaan Karier  Pegawai Negeri Sipil , Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT.
Boulter, Dalziel dan Hill, 1996, Managerial Psychology, Fourth Edition, The University of Chicago.
Caplan Robert and David P. Narton, 1999. The Strategy Focoused Organization, Harvard Business School Press.
Dewi M.  2010. Aplikasi Pendekatan Keperawatan Dalam Pencegahan Penyakit Akut. Bandung: Rafika Aditama.
Faisal A. 1985. Pendidikan Perilaku. Bandung: Rafika Aditama.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Universitas Dipoegoro, Yogyakarta
Hanafiah Nanang dan Suhana Cucu. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Rafika Aditama.
Kartasapoetra G., dan Kreimers, 1987, Sosiologi Umum, Balai Pustaka, Jakarta.
Keban, Yeremis. T. 1995. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah: Pendekatan Manajemen dan Kebijakan.  Makalah Seminar. Yogyakarta: Fisipol UGM.
Koentjaraningrat, 1990, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta-Jakarta
Kreitner Robert; and Kinicki Angelo. 2005. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). Jakarta : Salemba Empat.
Mahsun, 2009. Kinerja Organisasi. Jakarta : PT. Utama Grafiti  Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
Mangkunegara Perabu Anwar A.A. 2000.  Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:  PT. Remaja Rosdakarya.
Maschab Mashuri. 1991. Budaya  Birokrasi Pemerintah Indonesia. Jakarta : PT. Utama Grafiti.
Moeldjono. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Nazir, Moh., 1988, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Notoatmojo,2010, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka   Cipta, Jakarta.
Prawirosentono, S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat Membangun Organisasi Kompetetif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta: BPFE UGM .
Riduwan, 2004, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung: CV. Alfabeta.
Ruky Ahmad. 2003. Sumber Daya Manusia Berkualitas. Jakarta : Gramadia Pustaka Utama.
Sagala Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.  Bandung: Alfabeta.
Sarwono. 1993. Perilaku Kesehatan. Bandung: Alfabeta.
­­­­2003. Pendidikan Keperawatan Sebuah Pendekatan Sikap dan Perilaku. Bandung: Alfabeta.
Sedarmayanti, W., 2009, Manajemen dan Evaluasi kinerja, Jakarta : FEUI.
Siagian Sondang P. 1996. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Simajuntak J. Payaman. 2005. Manajemen dan Evaluasi kinerja. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Sjamsuddin Nazaruddin. 1991. Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta: PT. Utama Grafiti Untuk Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
Spencer and Spencer.1993. Competence at Work. New York: John Wiley & Sons Inc.
Sugiyono, 1993, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.
­­­__, 2008.  Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Sumijatun, 2011. Membudayakan Etika Dalam Praktik Keperawatan. Bandung: Alfabeta
Sutrisno Edy. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Thoha Mifta, 1991, Dimensi-Dimensi   Prima   Ilmu Administrasi Negara, Jilid I, Rajawali Press, Jakarta.
______,2002, Perspektif Perilaku Birokrasi (Dimensi-  Dimensi   Prima   Ilmu Administrasi negara) Jilid II, Cetakan 3, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Usmara. 2002.  Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Amara Books.

Wahyudi. 2002. Penilaian Kinerja Dalam Pendekatan Empirik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Tidak ada komentar:

Posting Komentar