BENDUNGAN KOLHUA DAN TAWARAN ALTERNATIF
SOLUSI
(Sumbangan
Pemikiran Bagi Tim 9 Pemkot Kupang)
Oleh Mariance Pellokila, SPt, MSi
(Widyaswara
Muda BP4D Prop. NTT.)
Dalam 1 (satu) pekan ini,
pemberitaan di media masa soal “Pembangunan Bendungan Kolhua” menjadi head line
dikoran-koran lokal, terinspirasi dari tulisan teman saya Aleks Koroh dalam
Opini Victory News (jumat 2 Mei 2013) dengan judul “Bijak Menelaah Proyek Bendungan
Kolhua” dengan 4 (empat) parameter pembangunan yaitu pro poor, pro growt, pro
job dan pro environment, saya sependapat karena empat parameter tersebut diatas
bersifat universal dan indikatornya jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Namun dalam tataran implementatif konseptual kita harus tetap berpegang pada
kearifan-kearifan lokal yang berlaku di Negara kita tercinta Indonesia. Jika
menelaah konteks permasalahan yang ada terkait pembangunan Bendungan Kolhua, saya kira kita harus bersepakat bahwa
“persoalan pelayanan air bersih di Kota Kupang” adalah persoalan serius, saya
yakin sekali bahwa pelbagai upaya telah dilakukan pemerintah (pusat dan daerah)
sejak Kota Kupang lahir sebagai sebuah Kota Administratif hingga menjadi Kotamadya
dengan status otonomi penuh yang resmi disandang pada tanggal 25 April 1996 hingga saat ini
(tahun 2013), problematika pelayanan air bersih di Kota Kupang masih menjadi masalah klasik yang belum terpecahkan. Kondisi
ini diperparah lagi dengan adanya perebutan aset PDAM Kabupaten Kupang yang ada
dalam wilayah administrasi Kota Kupang antara para elite pemerintahan di dua
wilayah (Kabupaten Kupang VS Kota Kupang), perseteruan diatara elite telah
menjadi konsumsi publik, timbul pertanyaan kritis ada apa sebenarnya …. ?! seharusnya
sebagai saudara tua bagi masyarakat dan pemerintahan di Kota Kupang, para elite
di Kabupaten Kupang lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan pelayanan
air bersih di Kota Kupang (maaf saya tidak sedang membahas persoalan ini).
Ketika saya mencoba
menelaah problematika “Pembangunan Bendungan Kolhua dalam Prespektif
Peningkatan Pelayanan Air Bersih di Kota Kupang”, pendekatan konseptual yang masih bersifat
abstrak sebagaimana dikemukan Pak Aleks Koroh, saya mau konkritkan kearah yang
lebih pragmatis melalui pendekatan lokal yang lebih spesifik dan ditujukan
langsung ke Anggota Tim 9 (Sembilan) bentukan pemerintah Kota Kupang agar tidak
memberikan laporan dalam bentuk talahaan teknis kepada “Bapak Walikota” asal
jadi, semaunya dan asal-asalan. Dampaknya
ketika Walikota membuat statement yang berkaitan dengan Pembangunan Bendungan
Kolhua, reaksi negative langsung muncul dari masyarakat Kolhua termasuk
beberapa elemen masyarakat ikut mendukung, jika pemerintah bersikeras membangun
Bendungan Kolhua tanpa “Konsep yang Jelas”.
Saya menduga informasi
yang disampaikan staf kepada Walikota tidak utuh, apalagi ketika pemerintah
pusat melalui Departemen Pekerjaan Umum dan diperkuat dengan adanya kunjungan Ketua
Komisi V DPRD Pusat ke lokasi proyek, kenyataan ini semakin meyakinkan pihak
pemerintah Propinsi NTT dan Kota Kupang bahwa dalam TA. 2013/2014 akan
direalisir dana sebesar Rp. 480 milyard untuk pembangunan Bendungan Kolhua, ini sebuah angka
anggaran proyek yang untuk ukuran pemerintah Kota Kupang sangat spektakuler, untuk
itu pemerintah seharusnya bentindak cermat dan cerdas ketika menyampaikan
hal-hal yang berkaitan dengan pelbagai aspek yang berhubungan baik langsung
maupun tidak langsung dengan pembangunan
Bendungan Kolhua di Kota Kupang. Untuk itu melalui media ini saya terpanggil
untuk menawarkan “Alternatif Solusi bagi pemecahan masalah pembangunan
Bendungan Kolhua” melalui sebuah pendekatan pragmatis konseptual yang bersifat
spesifik lokal NTT yang harus menjadi referensi anggota Tim 9 (Sembilan) ketika
mendalami permasalahan pembangunan Bendungan Kolhua secara komprehensif dan
holistic sebagai berikut :
Pertama : Sebagai anggota Tim 9
harus menguasai dengan baik 3 (tiga) aspek pendekatan pembangunan khas NTT
yaitu “Pendekatan Kultural – Relegius, Ekologi Ekosistim dan pendekatan
Perencanaan Terpadu yang Berkelanjutan”.
Ke
dua : Anggota Tim harus mengenali betul apa yang menjadi
kebiasaan-kebiasaan masyarakat etnis Helong sebagai mayoritas pemilik lahan di
Kolhua, termasuk tingkah laku dan keinginan masyarakatnya.
Ke tiga : Anggota Tim harus
mengetahui secara baik substansi dari “Tujuan” Proyek Pembangunan Kolhua dalam
koridor perencanaan pembangunan secara terpadu dan berkelanjutan (tidak parsial).
Dari informasi yang saya
peroleh, agenda pembangunan Bendungan Kolhua sudah dilakukan sejak tahun 2009,
dimana pihak Balai Konservasi Sumber Daya Air dan pihak Dinas PU Propinsi NTT
telah memaparkan hasil analisis rencana pembangunan Bendungan Kolhua ke
pemerintah Kota Kupang pada saat itu, dan
untuk mengkonkritkan rencana pembangunan dimaksud maka pada tahun 2011
pemerintah Kota Kupang membentuk Tim 9 (Sembilan) yang secara khusus melakukan
pendekatan dengan masyarakat Kolhua untuk melakukan diolog dengan pemilik lahan
terkait rencana pencadangan tanah seluas ± 50 Ha untuk lokasi proyek. Saya
yakin sekali bahwa diolog yang dibangun pada saat itu tidak berjalan efektif
dan tuntas, laporan staf (tim 9) yang sampai kepimpinan (kepala
daerah/Walikota) berorientasi “Asal Bapak Senang”, kenapa ? karena persoalannya
pembebasan lahan belum tuntas di masyarakat (pemilik syah atas lahan yang
dilindungi undang-undang) terkait pembangunan
Bendungan Kolhua, pemerintah Prop NTT dan Kota Kupang sudah menyiapkan dana APBD
masing-masing Rp. 4 Milyard untuk pembebasan lahan sebagaimana yang disampaikan
Walikota Kupang di beberapa media, gambaran situasi ini (pro kontra pembangunan
Bendungan Kolhua) jelas menginformasikan pada kita, bahwa telahaan teknis yang
disodorkan oleh staf kepada Gubernur NTT dan Walikota Kupang terkesan asal
jadi, seadanya dan asal-asalan, sehingga menimbulkan reaksi negative masyarakat
Kolhua pada umumnya dan pemilik lahan khususnya yang menolak secara keras
pembangunan Bendungan Kolhua.
Sampailah saya pada kesimpulan akhir
telahaan situasi yang coba saya dalami yaitu :
Pertama
: Telah terjadi “mis komunikasi” antara
Pemerintah Kota Kupang dengan pemilik lahan (areal seluas 50 ha), untuk itu
pemerintah Kota Kupang harus mereviu kembali rencana pembangunan Bendungan
Kolhua secara komprehensif (tidak hanya focus pada pembangunan fisik
konstruksi), tetapi hal-hal yang bersifat non teknis terkait pembangunan
bendungan kolhua harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan membangun diolog secara arif melalui
pendekatan yang bersifat lokal spesifik (alternative solusi yang kami
tawarkan).
Ke
dua : Tim 9 bentukan pemerintah Kota
Kupang, harus memiliki konsep yang utuh dan jelas tidak terpenggal-penggal
artinya Master Plan yang disiapkan harus benar-benar dikuasai oleh Tim 9
sehingga masyarakat menjadi jelas muatan isi konsep kebijakan konpensasi ganti
rugi lahan yang terkena dampak langsung pembangunan Bendungan Kolhua
seperti lokasi pencetakan sawah baru
berada pada lokasi areal yang mana, konsep pemberdayaan masyarakat seperti apa
dan arah kebijakan pengembangan ekowisata dan agrobisnisnya seperti apa,
semuanya harus dikemas secara sistematik terencana dan terarah dalam sebuah
metode perencanaan yang terpadu dan berkelanjutan, tidak terpenggal-pengal dan
asal-asalan. (Masyarakat Kolhua su pintar wow ….).
Ke
tiga : Tempatkanlah masyarakat Kolhua
sebagai Subjek dan Objek dari pembangunan Bendungan Kolhua, karena masyarakat
butuh kepastian bukan janji-janji kosong.
Kunci permasalahannya pada
kepiawaian Tim 9 (Sembilan) bentukan Pemerintah Kota Kupang, bersama BKSDA,
Dinas PU Propinsi NTT dalam menelaah
permasalahan yang ada, dengan menyiapkan konsep kerja yang utuh, jelas dan terarah (sistematik dan terencana) tidak
hanya menekankan pada aspek pembangunan fisik semata tetapi juga memperhatikan
aspek pembangunan non fisik dalam sebuah konsep perencanaan yang terpadu dan
berkelanjutan, disisi lain yang tidak
kalah penting yaitu membangun komunikasi dan dialog secara tepat dengan masyarakat
Kolhua pada umumnya dan pemilik lahan khususnya dalam hubungan yang saling
menghargai antar masyarakat dengan pemerintah, maka rencana pembangunan
Bendungan Kolhua yang disampaikan Pemerintah melalui Walikota Kupang, saya
yakin pasti mendapat “DUKUNGAN/DITERIMA “ , karena masyarkat Kolhua adalah juga
bagian penting dari masyarakat Kota Kupang
pada umumnya yang sangat merindukan adanya “peningkatan kualitas
pelayanan air bersih di Kota Kupang”, sehingga problematika kekurangan
persediaan air baku bagi pelayanan air bersih di Kota Kupang dapat teratasi
secara baik.
Kiranya sumbangan pemikiran ini,
bermanfaat bagi “cara kerja tim 9” yang atas nama pemerintah bertugas melakukan
upaya pembebasan tanah masyarakat untuk kepentingan publik, sebagaimana diatur
dalam perundangan yang berlaku. Selamat
bekerja ………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar