PENINGKATAN PELAYANAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Oleh : Johny
C.M.Lapuisaly, SE, MM
(Widyaiswara
Muda BP4D Prov. NTT)
Persepsi
masyarakat yang selama ini cenderung dijadikan sebagai objek pelayanan sehingga
masyarakat dianggap yang harus melayani,perlu
dihilangkan. Setiap aparat pemerintah selaku
Pegawai Negeri sipil (PNS) harus mulai bersikap
profesional dalam memberikan pelayanan dan menjadikan masyarakat yang harus
dilayani.
PNS
adalah Pemberi Pelayanan
Pelayanan itu hanya
dirasakan, tidak berwujud. Norman (1991) mengetengahkan klasifikasi pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayanan
sifatnya tidak dapat diraba, sangat berlawanan dengan barang jadi.
2. Pelayanan
itu terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah
tindak sosial.
3. Produksi
dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada
umumnya, kejadiannya bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.
Menurut Undang-undang Nomor
43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki
kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
professional. Selaku pelayan masyarakat, PNS harus memberikan pelayanan yang
terbaik atau prima kepada penerima pelayanan tanpa pandang bulu. Jadi PNS
berkewajiban memberikan pelayanan atau melayani, bukan minta dilayani.
Pelayanan adalah suatu
bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan (KEPMENPAN 63/2003). Berdasarkan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tersebut di
atas bahwa hakekat dari pelayanan adalah
pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat.
Realita menunjukkan
bahwa tidak secara otomatis menyelesaikan permasalahan pelayanan publik oleh
instansi pemerintah yang selama ini bercitra buruk, berbelit-belit, lamban. Hal
tersebut berkaitan dengan seberapa jauh berbagai peraturan pemerintah disosialisasikan
di kalangan aparatur pemerintah dan masyarakat, serta bagaimana infrastruktur
pemerintahan, dana, sarana, teknologi, kompetensi sumberdaya manusia (SDM),
budaya kerja organisasi disiapkan untuk menopang pelaksanaan berbagai peraturan
tersebut, sehingga kinerja pelayanan publik menjadi terukur dan dapat
dievaluasi keberhasilannya.
Sebenamya untuk
berhasil melaksanakan tugas fungsinya dalam melayani masyarakat seorang PNS
hanya perlu berinteraksi langsung dengan masyarakat yang dilayani karena salah
satu sifat manusia adalah perasaan yang ingin dihargai dan dihormati.
Pelanggan/masyarakat yang merasa dihargai akan termotivasi untuk berinteraksi
dengan kita. Sikap menghargai pelanggan/masyarakat adalah sikap memanusiakan
dan menempatkan diri pelanggan/masyarakat sebagai orang yang paling penting.
Hal ini untuk menjaga dan memelihara kelangsungan hubungan antara instansi
dengan pelanggan/masyarakat. Sehingga salah satu cara yang dapat digunakan adalah
perasaan menghargai terhadap orang yang dilayani.
Pelayanan Terbaik
Pelayanan yang terbaik,
disebut terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau
dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Apabila instansi pelayanan
belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan disebut sangat baik atau
terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat atau mampu memuaskan pihak yang
dilayani (pelanggan). Jadi pelayanan prima dalam hal ini sesuai dengan harapan
pelanggan. Tentunya agar keprimaan suatu pelayanan dapat terukur, bagi instansi
pemberi pelayanan yang belum memiliki standar pelayanan, maka perlu membuat
standar pelayanan prima sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Secara sederhana, pelayanan
terbaik biasanya disebut juga pelayanan prima, (excellent service), adalah suatu pelayanan yang
terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain,
pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan
yang memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan
harapan dan kepuasan pelanggan/masyarakat.
Berbeda dengan
organisasi privat, pengukuran kinerja organisasi publik sulit dilakukan karena
belum menemukan alat ukur kinerja yang sesuai. Kesulitan dalam
pengukuran kinerja organisasi publik
sebagian muncul karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya
sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki
stakeholders jauh lebih banyak dan
kompleks ketimbang organisasi privat. Stakeholders
dari organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang berbenturan
satu sama lain. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga berbeda-beda. Para pejabat birokrasi,
misalnya, seringkali menempatkan pencapaian target sebagai ukuran kinerja
sementara masyarakat pengguna jasa lebih suka menggunakan kualitas pelayanan
sebagai ukuran kinerja.
Penilaian terhadap
kualitas pelayanan dilakukan pada saat pemberian pelayanan, yaitu terjadinya
kontak antara pelanggan dengan petugas pemberi pelayanan (Service Contact Person). Kualitas pelayanan akan terlihat dari
kesesuaian pelayanan yang diterima pelanggan degan apa yang menjadi harapan dan
keinginan pelanggan tersebut.
Upaya Perbaikan
Kualitas (TQM)
Total quality Management (TQM) menurut
Tjiptono (1995) adalah pendekatan yang digunakan untuk menyatakan kualitas atas
dasar solusi permasalah
dengan menggunakan data yang akurat, dibangun atas dasar keterlibatan dan
partisipasi seluruh jajaran manajemen tingkat atas sampai dengan pegawai
fungsional yang melalui proses tertentu dengan fokus pada orientasi pelanggan,
pengendalian kualitas dengan sistim yang dikembangkan dalam manajemen.
Lindsay (1997) mengemukakan tiga konsep
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni pertama Responsivitas (responsiveness)
: menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan
tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas
bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk
mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data
masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat. Kedua Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan
kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau
sesuai dengan kebijakan
organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai
dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian
dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan
prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi. Ketiga Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada
seberapa benar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para
pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas dapat diperoleh
dari berbagai sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politik,
dan oleh masyarakat.
Akhirnya penulis menyadari
bahwa kinerja aparatur dalam memberikan pelayanan
tergantung dari aparatur itu sendiri. Dengan demikian diharapkan selaku pemberi
pelayanan publik selalu berupaya merubah paradigma senang dilayani menjadi
gemar melayani.
PENUTUP/KESIMPULAN
Birokrasi sebagai wujud organisasi
sektor publik tidak terlepas dari pengaruh perubahan paradigma tersebut. Produktivitas kerja yang diberikan aparatur
birokrasi (birokrat) akan sangat menentukan kelangsungan hidup birokrasinya. Ingat dan selalu ingat,
Aparatur Pemerintah harus menyadari bahwa dirinya sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Lindsay,
1997, The Management And Control Of The
Quality, United States.
SK Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003,
tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik,
Penyempurnaan dari KepMenpan 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan
Umum.
UU No. 43/1999, tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Tjiptono, Fandi (1995), Total Quality Management, Andi Offset,
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar