KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH BERBASIS PENELITIAN
BUKAN SEKEDAR PERENCANAAN SPECULATIVE CONJECTURE
Oleh :
Wehelmina
Lodia Kause
Peneliti pada Badan Pendidikan, Pelatihan,
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi
NTT
Dalam suatu wawancara mendalam (indepth interview) dan Forum Grup
Diskusi (FGD) yang dilakukan oleh Peneliti Badan Pendidikan, Pelatihan
Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi NTT dan Badan Litbang Kementerian Hukum dan HAM RI terkait kerjasama
penelitian tentang Kajian Implementasi Kebijakan Pertambangan di Provinsi NTT, secara
khusus saya tertarik dengan konsep
perencanaan partisipatif sebagai langkah
awal yang dilakukan oleh pemangku kebijakan di daerah. Fokus persoalan yang
menarik adalah ketika masyarakat dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan
yang bertindak sebagai subyek pembangunan padahal untuk menghasilkan suatu kebijakan
yang berkualitas perlu tahapan-tahapan yang panjang dengan analisis yang mendalam.
Menurut Wrihatnolo dan
Dwidjowijoto (1996) perencanaan
partisipatif adalah proses perencanaan yang diwujudkan dalam musyawarah dimana
sebuah rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku
pembangunan (stakeholders) seperti aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif,
dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha, kelompok profesional,
organisasi-organisasi non-pemerintah. Bagi pemerintah perencanaan partisipatif
adalah sebuah model perencanaan terbaik namun, ironisnya perencanaan
partisipatif maupun bottom up yang
dianggap sebuah model perencanaan terbaik justru mendatangkan sikap pro dan
kontra di kalangan masyarakat. Contoh kebijakan pemerintah daerah di Provinsi
NTT yang menuai sikap penolakan oleh
masyarakat seperti kebijakan Tambang Marmer di Fatumnasi Kabupaten TTS tahun
2006, yang berujung penghentian dan pencabutan ijin pertambangan oleh Bupati.
Demikian pula tambang emas di Kabupaten Lembata yang mengalami nasib yang sama
dengan marmer di TTS yang berakhir pada pemberhentian pertambangan di wilayah
tersebut. Kasus lainnya, seperti Tambang
Marmer di Tiwutoka, desa Ondorea kecamatan Nangapanda kabupaten Ende, Tambang
Mangan di Serise, Luwuk, Lingko Lolok dan Torong Besi Desa Robek kecamatan Reo
Manggarai, Tambang emas di Wanggameti di Kabupaten Sumba
Tengah, tambang mangan di TTS dan berbagai permasalahan pertambangan lainnya
yang menimbulkan sikap penolakan oleh masyarakat bahkan timbul pula konflik
internal dan ekternal terkait dengan kebijakan tersebut.
Kebijakan Berbasis Penelitian
Menyadari
kemajuan informasi dan fenomena globalisasi maka tentu saja dituntut paradigma
baru dalam perencanaan pembangunan. Paradigma kebijakan berbasis penelitian di
dunia ketiga sangat kontras dengan Negara-negara maju. Di Negara-negara maju, penelitian
mendahului pengembangan sedangkan di dunia ketiga pengembangan mendahului penelitian.
Heartland theory yang dikenalan oleh
Sir Halford J. Mackinder ahli geography dari Inggris yang menulis
paper pada tahun 1904 “The Geographical
Pivot of History” disebutkan bahwa jika anda ingin menguasai dunia, maka
kuasailah Eropa. Teori tersebut sangat mempengaruhi pola pikir bangsa barat.
Dalam sejarah terlihat bahwa barat menguasai bangsa-bangsa Asia Afrika karena
mengandalkan ilmu pengetehuan dan teknologi. Penelitian sebagai gambaran ilmiah
tentang masa depan pembangunan bangsanya. Demikian pula teknologi yang
dikembangkan membuat mereka berhasil menguasai wilayah Asia Afrika. Melalui
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki, barat terus “memeras”
negara-negara berkembang. Kekayaan alam negara-negara berkembang terus dikeruk
untuk keuntungan yang maksimal.
Beberapa
negara di Asia seperti Jepang dan China serta India mulai mengembangkan
pembangunan berbasis penelitian. Pusat-pusat penelitian dibangun, jumlah
institut-institut teknik ditambah, alokasi pendanaan ditingkatkan, generasi
terbaik dilibatkan dan masih banyak upaya lainnya. Jepang yang miskin sumber
daya alam sudah diakui kemajuannya dalam teknologi, demikian pula China dan
India yang muncul sebagai New Emerging
Power di dunia. Melihat kondisi ini, maka sudah saatnya bagi bangsa
Indonesia untuk belajar dari Jepang, China dan India. Indonesia bahkan pernah
memiliki IPTN yang pada saat masih beroperasi mampu membuat dunia kagum.
Sayang program tersebut terhenti di tengah jalan. Meskipun demikian, tentu
tidak ada kata terlambat untuk memulai.
Sekelumit
persoalan yang dialami bangsa Indonesia dan Pemerintah Daerah di wilayah
Provinsi NTT dapat diselesaikan dengan pendekatan berbasis penelitian untuk
mencari model-model kebijakan berkualitas terkait mencapai arah pembangunan
yang jelas dan terukur. Dalam konteks tersebut, Pemerintah Provinsi NTT perlu membuat
perencanaan kebijakan pembangunan daerah berbasis penelitian. Model perencanaan yang terbaik menurut
pemerintah seperti perencanaan partisipatif dan bottom up belum menjawab
kebutuhan masyarakat justru belum
memiliki basis data yang cukup dan lengkap (spekulative conjecture) untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang
berkualitas namun membuka peluang masuknya berbagai kepentingan-kepentingan
didalamnya.
Pentingnya Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan Litbang Sebagai
Penunjang Utama Pembangunan Daerah
Undang-undang
dasar 1945 (Amandemen) Pasal 31 ayat 5 yang menyebutkan bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dan persatuan bangsa untuk
memajukan beradaban serta kesejahteraan umat manusia” karena itu
penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
sangat penting dan mutlak diperlukan.
Sebuah
Negara atau bangsa yang maju harus didukung oleh penelitian, pengembangan dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Ketertinggalan suatu
bangsa pada umumnya sangat ditentukan oleh ketertinggalan dalam penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi meskipun memiliki potensi sumberdaya alam
yang melimpah apalagi jika potensi sumberdaya alam itu sudah semakin terbatas,
maka tuntutan akan kebutuhan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
semakin penting dan mendesak. Dalam kondisi seperi itulah bangsa
Indonesia khususnya Pemerintah Provinsi
NTT harus merasa perlu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penguatan
kelembagaan penelitian dan pengembangan di daerah. Penguatan kelembagaan
litbang juga didukung oleh Permendagri
No.20 Tahun 2011 tentang Penelitian dan Pengembangan terkait dengan
pembentukan lembaga penelitian di lingkungan pemerintahan daerah. Beberapa
Provinsi lain di Indonesia sudah membentuk lembaga penelitian dan pengembangan
daerah.
Pembentukan
dan penguatan kelembagaan penelitian dan pengembangan di daerah perlu dilakukan
dengan merubah pola pikir (mindset)
tentang peran penelitian sebagai
penunjang utama pembangunan daerah. Inovasi dan teknologi baru perlu terus
ditumbuh-kembangkan oleh lembaga-lembaga penelitian atau perseorangan yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi seperti lembaga pendidikan tinggi, badan penelitian dan pengembagan
daerah, balai-balai peneltian, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTT perlu
membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) di daerah dan meningkatkan
kapasitas peneliti sehingga memiliki kemampuan profesional dalam melakukan
penelitian dalam kelembagaan penelitian dan pengembangan. Dengan demikian dalam
menjalankan peranan kebijakan perencanaan pembangunan daerah Provinsi NTT, peranan Badan Perencanaan
Pembangunan (Bappeda) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD) dalam proses perancangan kebijakan public
memiliki posisi yang sama penting (srtategis). Sehingga kualitas kebijakan
perencanaan pembangunan daerah turut ditentukan oleh suatu proses penelitian
sebagai input untuk menghasilkan produk perencanaan yang berkualitas. Paradigma
baru dalam kebijakan perencanaan pembangunan harus berbasis penelitian sebab
jika kebijakan pemerintah masih berdasar pada speculative conjecture maka kita pasti tersisih dan tertinggal dari kancah
persaingan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar