Iklim Pembelajaran Orang Dewasa
dalam PeningkatanKompetensi
Oleh,
Belajar adalah suatu aktivitas konstruktif yang
dibutuhkan oleh individu, kelompok, organisasi dan masyarakat bahkan negara
dalam rangka mencapai berbagai tujuan strategis. Tujuan-tujuan dimaksud
sejatinya bermuara pada kemampuan untuk mengelola berbagai sumber daya untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama.
Walaupun demikian, tidak semua organisasi baik pada
sektor publik, swasta, dan nirlaba memandang bahwa hal belajar (pembelajaran)
adalah penting. Pertama, ada yang memandang bahwa hal belajar adalah tidak
berguna dan tidak relevan karena membuang banyak waktu dan dana. Kedua, ada
pula yang melihat bahwa pembelajaran adalah menarik tetapi tidak layak/perlu
untuk dilaksanakan. Yang terakhir, ada pandangan yang memandang bahwa
pembelajaran perlu dilaksanakan karena akan sangat bermanfaat bagi pengembangan
kompetensi individu dan kemajuan organisasi (I. Cunningham, The Wisdom of Strategic Learning1994, hal.7).
Dapat dikatakan bahwa kedua pandangan pertama adalah
bersifat negatif terhadap hal pembelajaran. Bila suatu organisasi memiliki
pandangan dimaksud apalagi pandangan pertama, maka akan sulit bagi organisasai
untuk dapat mengembangkan kapasitasnya dengan baik sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan/cliennya. Pada saat yang sama, lingkungan di
mana sebuah organisasi berada terus berubah dengan cepat dan sulit diprediksi.
Oleh karena itu, sejatinya pembelajaran bagi setiap organisasi adalah penting
dan harus dilaksanakan, sehingga ia dapat mengikuti perkembangan terkini di
dalam mengelola organisasi dengan cara terbaik. Di sinilah, pembelajaran orang
dewasa menjadi krusial karena sejatinya setiap anggota organisasi adalah orang
dewasa, yang memerlukan pendekatan dan iklim khusus dalam proses
pembelajarannya.
Iklim Pembelajaran Orang Dewasa
Andragog (pakar dalam pembelejaran orang dewasa) meyakini
bahwa keberhasilan pembelajaran orang dewasa membutuhkan iklim tertentu.
Atmosphere dimaksud merupakan prasyarat
bagi terciptanya suasana yang kondusif . Menurut Malcolcm Knowels dalam
bukunya Andragogy in Actionmenekankan setidak-tidaknya ada dua aspek besar yang
perlu dipertimbangkan yakni, iklim institusional dan iklim dari situasi
belajar. Kedua iklim ini perlu tercipta terlebih dahulu agar proses
pembelajaran orang dewasa dapat berlangsung dengan baik dan mencapai
tujuan-tujuannya. Oleh karenanya, pengetahuan dan pemahaman tentang iklim
pembelajaran dimaksud adalah penting. Hal ini vital tidak hanya bagi
widyaiswara, fasilitator, guru, dosen dan pengelola pendidikan orang dewasa,
tetapi juga bagi pembelajar itu sendiri.
a.
Iklim institusional
Iklim dalam ranah ini berkaitan dengan beberapa hal
krusial yang sesungguhnya merupakan landasan bagi terwujudnya iklim situasi
pembelajaran yang kondusif. Hal-hal penting dimaksud antara lain, statemen kebijakan
lembaga yang mengandung suatu komitmen mendalam
yang menghargai pengembangan sumberdaya manusia dalam mencapai misi dari
lembaga tertentu. Seiring dengan itu, ketersediaan dana yang memadai adalah
vital untuk mendukung upaya-upaya pengembangan kapasitas SDM. Keterlibatan staf
SDM pada proses pengambilan keputusan sebagai individu yang memahami kebijakan
dan program pengembangan SDM, sangat diperlukan. Ketersediaan fasilitas fisik
untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan pembelajaran juga tak dapat diabaikan.
Akhirnya system pemberian penghargaan pada prestasi pribadi yang bertumbuh pada
individu dan supervisor juga akan berkontribusi signifikan bagi iklim lembaga
pembelajaran yang sehat. (Knowles 1999, hal. 259).
b.
Iklim pembelajaran kondusif orang dewasa
Menurut
Knowles ada 6 (enam) elemen penting yang dapat membentuk atmosfir pembelajaran
orang dewasa yang kondusif. Elemen-elemen dimaksud antara lain:
·
Iklim saling menghargai.
Orang cenderung akan terbuka terhadap suatu pembelajaran jika mereka merasa
dihormati. Perasaan dihormati biasanya menempatkan orang pada suatu posisi
untuk segera menyerap pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang akan
disampaikan. Jika mereka merasa sebaliknya, diremehkan, dikecilkan, dan
tertekan, maka akan banyak energi yang perlu mereka gunakan untuk menghilangkan
perasaan yang tak mengenakan tersebut.
·
Iklim kerjasama
ketimbang persaingan. Kondisi kolaborativ menempatkan fasilitator dengan
perserta, perserta dengan peserta akan memandang diri mereka sebagai sesama
penolong ketimbang pesaing. Dalam berbagai ranah pembelajaran orang dewasa
sumber kekayaan pengetahuan, pengalaman dan pengetahuan ada pada sesama peserta
pembelaran, karena itu adalah penting untuk merangsang peserta agar selau
menyediakan sumber dimaksud dan membagikannya bagi rekan-rekannya.
·
Iklim yang mendukung
ketimbang yang menghakimi/menguji. Suasana mendukung pertama-tama harus
terlihat dari tutur kata dan perilaku fasilitator. Para peserta pembelajaran
harus dapat melihat dan merasakannya. Jika hal ini terjadi, maka mereka
kemudian akan menularkannya dalam relasi pembelajaran antara mereka.
·
Iklim saling percaya.
Fasilitator lebih baik memperkenalkan dirinya sebagai seorang manusia biasa
ketimbang sebagai seorang ahli, karena dapat menyebabkan rasa curiga dan kurang
percaya peserta, sebagaimana reaksi orang kepada pihak yang berwenang (guru,
dosen, dan pakar). Adalah cukup baik apabila mereka dapat memanggil nama
fasilitator dengan nama depan saja. Tidak perlu dipanggil guru, widyaiswara,
professor dan sebagainya.
·
Iklim yang menyenangkan
(lucu, gembira). Pembelajaran mesti menjadi sesuatu yang sangat menggembirakan
bagi kita. Oleh karena itu, fasilitator perlu membuatnya menjadi suatu
kegembiraan yang dapat dinikmati setiap peserta. Adalah baik apabila fasilitator
dapat membuat humor yang spontan, bukan yang menyinggung dan kurang sopan.
·
Iklim yang manusiawi.
Pembelajaran adalah suatu aktifitas manusiawi; pelatihan adalah untuk binatang
seperti anjing dan kuda. Oleh karena itu, fasilitator harus membangun iklim
dimana peserta merasa diperlakukan
sebagai manusia, bukan sebagai objek. Fasilitator perlu memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai manusia seperti: tempat duduk yang nyaman,
frekwensi istrahat yang cukup, ventilasi dan pencahayaan yang baik,
ketersediaan minuman dingin dan teh/kopi, dan lain-lain (1996, hal. 259-260).
Implementasi
Penerapan model pembelajaran untuk orang dewasa dan anak
secara substansial berbeda. Artinya, penekanan pada kapasitas “berbagi
pengetahuan dan pengalaman” adalah krusial pada pembelajaran orang dewasa. Pada
bagian lain untuk pembelajara model pedagogy (Pendidikan anak) peserta didik
diposisikan sebagai “penyerap pengetahuan” sedangkan guru sebagai pemberi
pengetahuan. Akan tetapi dari elemen-elemen pembelajaran orang dewasa
sebagaimana disampaikan oleh Knowels di atas, sejatinya dewasa ini telah
diterapkan pula pada pembelajaran anak, yang dalam konteks Indonesia dikenal
dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan). Dengan kata
lain, elemen andragogy telah diterapkan pula pada pedagogy. Oleh karena itu
adalah tidak relevan untuk mempertentangkan kedua model tadi dari perspektif
elemen pembelajaran di atas.
Suatu hal penting dalam pembelajaran orang dewasa, peserta harus secara antusias dan sukarela
mengikuti suatu pembelajaran. Dalam prakteknya khusus pada organisasi sektor
publik di NTT pada umumnya peserta Diklat mengikuti kegiatan tertentu karena
telah ada Surat Keputusan yang mengaturnya. Oleh karena itu, banyak peserta
yang mengikuti kegiatan secara terpaksa sehingga berakibat pada hasil
pembelajaran yang kurang optimal. Sebaiknya dalam setiap Kediklatan (pembelajaran)
yang akan diselenggarakan para pesertanya harus diseleksi terlebih dahulu.
Dengan demikian akan diketahui hasrat, minat dan motivasi peserta secara
persis. Sehingga peserta yang akan mengikuti adalah mereka yang mempunyai
semangat dan hasrat yang kuat untuk belajar. Dengan demikian tujuan
pembelajaran akan dapat dicapai secara optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar