PENTINGKAH KONSIENTISASI AKAN
NILAI BUDAYA KERJA BIROKRASI ?
(Suatu Refleksi Filosofis
Tentang Proses Membangkitkan Kesadaran
Menurut Konsep Paulo Freire)
Oleh :
Gregorius Mau Tae, S.
Fil
(Widyaiswara
Badan Diklat Provinsi NTT)
Pendahuluan
Pertanyaan
reflektif di atas akan menghantar kita sebagai aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat pada suatu permenungan
akan berbagai masalah yang muncul di dunia kerja birokrasi di Indonesia.
Selalu hangat dalam ingatan kita betapa banyaknya
keluhan masyarakat terhadap kinerja aparatur
pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik. Hal
ini tentu sangat beralasan, mengingat tingkat disiplin dan kinerja aparatur
pemerintah secara umum masih belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat luas. Citra buruk saat ini yang disandang juga lebih dikarenakan kurang ditaatinya nilai-nilai budaya kerja aparatur
seperti disiplin, jujur, taat hukum, keterbukaan, adil, netral, komitmen,
konsisten, tranparansi, akuntabilitas, tingkat kompetensi (knowledge, skill, attitude) yang masih
perlu terus ditingkatkan.
Menurut data Kementerian PAN, pada kondisi awal pelaksanaan budaya kerja
yang merupakan persoalan perilaku aparatur, terdapat
berbagai
budaya kerja negatif yang terindikasi dalam
rendahnya konsistensi
terhadap visi dan misi organisasi, serta belum adanya
sistem yang jelas untuk mengukur kinerja pegawai dan tindak lanjut hasilnya, sering
terjadi penyimpangan dan kesalahan kebijakan publik yang berdampak luas pada
masyarakat, terjadi arogansi, penyalahgunaan wewenang
atau kekuasaan, dan dalam praktik, sulit
dibedakan antara ikhlas/tidak ikhlas dan jujur/tidak jujur. Selain itu, ternyata masih banyak pejabat yang KKN, menyebabkan meluasnya KKN
pada pegawai, dunia usaha dan masyarakat.
Kondisi ini diperparah lagi dengan budaya suap yang bukan merupakan rahasia
sehingga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku, serta tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai
melanggar aturan.
Dalam rangka memperbaiki persepsi, pola pikir dan
perilaku aparatur negara yang menyimpang dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat, sekaligus mempercepat pembarantasan
praktek KKN tersebut, sedapat mungkin
diatasi dengan melakukan reformasi
birokrasi secara
keseluruhan, sehingga dapat menjadi birokrasi yang efisien dan efektif dengan
aparatur yang bersih, transparan, dan professional dalam menjalankan tugasnya. Langkah
strategis yang harus dilakukan adalah melakukan upaya peningkatan kinerja
aparatur negara dengan menerapkan nilai budaya kerja. Pelaksanaan penerapan
pengembangan budaya kerja dilakukan dengan internalisasi kepada aparatur apakah
dengan metode percontohan pada instansi tertentu atau dengan mengadakan
internalisasi bertahap dari pimpinan terus ke bawah, dari Pusat ke Daerah.
Mencermati kinerja aparatur selama ini, rasanya
langkah strategis tersebut belum berjalan baik. Di sana sini masih banyak
penyelewengan terhadap nilai-nilai budaya kerja yang nyatanya lahir dari
falsafah Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini terindikasi dalam rendahnya
kinerja aparatur pemerintah. Lantas muncul pertanyaan, apakah sudah ada
kesadaran aparatur pemerintah untuk melaksanakan langkah strategis tersebut? Kalau belum, bagaimana membangkitkan kesadaran
tersebut ?
Konsientisasi : Proses Membangkitkan Kesadaran Akan Nilai-Nilai Budaya
Kerja Birokorasi
Berangkat dari konsep budaya
kerja, penulis akan menghantar
kita masuk dalam refleksi tentang bagaimana membangitkan prsoses kesadaran akan
nilai-nilai budaya kerja birokrasi. Budaya kerja adalah merupakan falsafah yang didasari oleh
pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong yang membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi
yang kemudian tercermin dalam perilaku,
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan
yang terwujud sebagai suatu “kerja” atau “bekerja”. Sedangkan dalam konteks pemerintahan, budaya kerja diartikan sebagai cara pandang
atau cara seseorang memberikan makna terhadap “kerja”, dapat dipahami sebagai
cara pandang serta suasana hati yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar
nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang tinggi dan
bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi terbaik.
Untuk mewujudkan nilai-nilai budaya kerja yang
seolah-olah hilang, diperlukan adanya suatu
proses pembangkitan kesadaran yang oleh seorang Filsuf Brasil, Paulo Freire disebut konsientisasi, dari kata conscience (sadar). Menurut Freire, konsientisasi lahir dari permenungan atas kesadaran manusia
untuk menggeluti dunia dan realitasnya dengan penuh sikap kritis dan
daya-cipta, dan hal itu berarti mengandaikan perlunya sikap orientatif yang
merupakan pengembangan bahasa pikiran yakni bahwa hakekatnya manusia mampu
memahami keberadaan dirinya dan lingkungan dunianya, yang dengan bekal pikiran
dan tindakannya ia merubah dunia dan realitas. Manusia adalah penguasa atas
dirinya, dan karena itu fitrah manusia adalah menjadi merdeka, menjadi bebas.
Dalam permenungan penulis, sebagai aparatur pemerintah
kita belum menyadari betapa kita melupakan
hakekat manusiawi ini. Konsientisasi sebagai suatu proses pembangkitan
kesadaran, sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Konsientisasi dilakukan untuk memahami
dan mengimplementasikan budaya kerja secara lebih baik yang sebenarnya
merupakan tatanan kerja sehari-hari yang sudah kita kenal selama ini.
Bagaimana dengan makna kesadaran itu sendiri ? Kalau kita melihat secara sederhana
kesadaran itu merupakan sebuah rasa
kepekaaan terhadap sesuatu hal yang direfleksikan dari hati. Jika kita sedalami
lebih jauh lagi kesadaran ini pada
intinya merupakan hasil dari penyatuan antara hati dengan otak terhadap
kebenaran yang sebenarnya. Memang jika melihat arti kesadaran secara sekilas
itu hanya hal biasa-biasa saja. Tetapi jika kita mau melihatnya lebih dalam
tentang apa itu kesadaran maka kita akan tahu sesungguhnya kesadaran itu mempunyai
kekuatan yangluar biasa bahkan bisa
menyebabkan perubahan yang luar biasa baik dalam kehidupan beragama, bernegara
dan bermasyarakat
Jadi
pertanyaan yang timbul adalah bagaimana bisa kesadaran itu mempunyai kekuatan
yang begitu besar? Jawabanya simpel saja, karena kesadaran itu melebihi
kepandaian manusia sendiri dan boleh dikatakan sebagai refleksi dari tindak
tanduk kita sehari-hari. Logikanya begini, mengapa banyak sekali orang yang
merokok, apakah mereka tidak tahu bahaya dari merokok, pada hal sebagian dari
perokok itu termasuk juga dokter yang tahu mengenai akibat dari merokok, lantas
bila mereka tahu mengapa mereka juga merokok? Jawabanya karena mereka belum
punya kesadaran mengenai bahaya dari merokok bukan tidak mengetahui mengenai
akibat yang ditimbulkan oleh rokok.
Begitu
juga dalam mencermati keadaan yang terjadi di
akhir-akhir ini,tak dapat dipungkiri, para pemimpin kita asyik
berpolitik memperturutkan hawa nafsu saja tanpa peduli dengan tujuan dan
cita-cita negara. Sebenarnya ini tidak perlu terjadi kalau saja semua wakil dan
pemimpim kita mempunyai kesadaran tentang apa fungsi dia dan apa yang akan dia
lakukan berkenanan dengan tugas yang diemban rakyat kepadanya. Tetapi kayaknya
akhir-akhir ini kita melihat jika konsep kesadaran itu sudah mulai agak jauh
dari dalam kehidupan sehari-hari dalam negara kita, padahal bila kita sadari
sebenarnya kesadaran itu juga yang membedakan antara manusia dan binatang,
sebab hanya manusia saja yang dibekali kesadaran ini yang direfleksikan melalui
hati oleh Sang Pencipta. Kalau kondisinya sudah seperti ini apa lagi yang bisa
kita banggakan selaku makluk yang paling mulia di muka bumi ini. Sebenarnya
konsep kesadaran itu tidak akan mudah datang dengan sendirinya dalam kehidupan
kita, karena kesadaran ini mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan perilaku
kita sehari-hari, dimana apa dan bagaimana kita akan terefleksi dengan
sendirinya di bawah pengendalian hati kita masing-masing. Contohnya seorang
koruptor tentu tahu korupsi itu tidak baik dan berdosa, tetapi mengapa dia tetap melakukanya? Jadi jawabanya
karena perbutananya itu telah membutakan hatinya untuk melihat kebenaran sehingga
rasa kesadarannya telah hilang dari hatinya.
Proses pembangkitan kesadaran akan budaya kerja adalah
proses menyadarkan orang (aparatur pemerintah) akan nilai-nilai budaya kerja
itu sendiri yang selama ini seolah-olah hilang. Lewat refleksi ini, penulis
seyogyanya membantu untuk mengingat sembari merenungkan betapa pentingnya nilai-nilai
budaya kerja yang telah dirumuskan dengan begitu mendalam oleh Kementerian PAN.
Nilai-nilai tersebut antara lain : 1) Kepemimpinan dan Keteladanan, 2)
Wewenang dan Tanggungjawab, 3) Keadilan dan Keterbukaan, 4) Semangat
dan motivasi, 5) Keberanian dan Kearifan,6) Integritas
dan profesionalitas, 7) Penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, 8) Dedikasi dan loyalitas, 9) Keteguhan
dan Ketegaran, 10) Keikhlasan dan
Kejujuran, 11) Rasionalitas dan Kecerdasan emosi, 12) Kebersamaan
dan dinamika kelompok, 13) Ketepatan/keharmonisan
dan kecepatan, 14) Disiplin dan
keteraturan kerja, 15) Ketekunan dan Kesabaran, 16) Komitmen
dan Konsisten, dan 17) Kreativitas dan
Kepekaan.
Akhir dari permenungan ini, marilah kita bertanya
pada diri kita masing-masing seberapa besarkah kita memiliki rasa kesadaran tersebut? Minimal untuk tidak berbohong pada diri
kita sendiri dengan memahami hakikat hidup ini. karena dengan adanya refleksi
pada diri kita masing-masing penulis akan konsep kesadaran yang dimulai pada
peribadi masing-masing akan mampu memicu tumbuhnya kesadaran nasional sehingga
mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih maju tanpa dipenuhi oleh kebohongan
yang nyata-nyata akan diminta pertanggungjawaban kelak nantinya. Dalam hubungannya dengan perwujudan warna konsientisasi nilai budaya kerja sehari-hari, sangatlah penting setiap orang membangkitkan kesadaran untuk
meningkatkan produktifitas
berupa perilaku yang tercermin antara lain dalam sikap; kerja keras, ulet,
disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi,
kreasf, dinamis, konsekuen,
konsisten, responsif, mandiri dan semakin baik. Sadarilah bahwa terhadap pekerjaan apapun
haruslah memiliki sikap senang bekerja, ibarat berkreasi cari kepuasan dengan kesibukan sendiri dan terpaksa
bekerja demi kelangsungan hidup. Terhadap perilaku waktu bekerja,
hendaklah selalu rajin, berdedikasi, bertanggung
jawab, berhati-hati, teliti, cermat, berkemauan
keras, mempelajari tugas dan kewajibannya, dan suka membantu
sesama. Mudah-mudahan dengan bangkitnya kesadaran akan nilai-nilai budaya
kerja, apa yang menjadi cita-cita, mimpi dan harapan aparatur pemerintah dapat
tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar