(Catatan Kritis bagi
Anggota Legislatif Periode 2014 - 2018)
Disampaikan oleh
Mariance Pellokila
Widyaswara Badan
Diklat Propinsi NTT
Dalam
ruang publik, khususnya media elektronik seperti TV dan Facebook termasuk Media
Massa ditingkat Nasional maupun Lokal. Kita disajikan tontonan menarik para
elite politik tingkat nasional di ruang dewan yang terhormat, berbagai
trik-trik menarik dimainkan dimana masyarakat menjadi bingung “kualisi Merah
Putih VS kualisi Indonesia Hebat dengan Demokrat si Anak Kancil yang Nakal
mengambil posisi sebagai kualisi Penyeimbang”
luar biasa “ kaum awam seperti
kita-kita ini yang sock pintar politik dengan pongahnya membangun persepsi
dengan argumentasi kacangan mulai berdebat tanpa makna, karena kita rakyat
kebanyakan ini hanya jadi
penonton doang, tidak ada untungnya
sama sekali, itulah potret buram negeriku nan elok Indonesia ku, fenomena politik yang
terjadi pada aras Nasional maupun Lokal pada saat ini, menggelitik saya untuk
membagi pengalaman dengan teman-temanku yang saat ini menyandang predikat
sebagai “Anggota Dewan yang terhormat” tugas anda mengemban amanat rakyat
semakin berat karena rakyat yang anda wakili semakin sadar akan hak dan
kewajibannya jika anda hanya
“Datang, Duduk, Dengar, Diam dan Duit
atau berpredikat 5D maka anda telah mengecwakan dan menghianati kepercayaan
masyarakat yang telah memilih anda untuk duduk sebagai “Legislator”.
Dalam
rubrik ini, saya mnyumbangkan
sedikit pengetahuan yang ada,
kiranya berguna bagi teman-teman dalam menambah referensi ketika menjalankan
kewajibannya dalam menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
yang anda wakili dalam konteks menjalankan salah satu hak DRPD dibidang keuangan
dan administrasi khususnya dalam hal pengelolaan anggaran pembangunan baik
ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Bagi teman-teman
legislator telah 2 (dua) kali masa
jabatan pastinya sudah piawai dalam memahami dan mendalami substasni anggaran
berbasis kinerja yang terkristaslisasi dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) namun bagi teman-teman legislator yang baru memulai
kiprahnya sebagai anggaota DPRD tentunya membutuhkan waktu dan kemauan keras
untuk beradaptasi agar menjadi anggota DPRD yang kredibel dan handal dalam
mengemban amanat rakyat yang diwakilinya, baik melalui diklat fungsional
maupun seminar pengembangan kapasitas
anggota DPRD, semuanya itu tentu membutuhkan waktu. Namun kondisi lingkungan
kerja seorang legislator saat ini dibutuhkan kecepatan dalam bertindak, itulah
sebabnya saya terdorong untuk berbagi pengetahan dengan teman-teman anggota
DPRD yang baru khususnya di Provinsi
NTT.
Hampir 75% energi seorang legislator
bertumpu pada aras pembahasan dan pengesahan (penerbitan) Peraturan Daerah
tentang APBD (tingat I maupun II) tahun berjalan selama 5 (lima) tahun 2014
-2019, sebagai langkah awal teman-teman mulailah mengumpulkan pelbagai
refernasi yang berkaitan dengan kisi-kisi APBD antara lain Dokumen penunjang
yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah,
dan masih banyak referensi yang bisa dipakai sebagai rujukan, namun satu hal
yang pasti untuk kepentingan lokal (daerah Tingkat I dan II) buku wajib yang
harus dipegang seorang legislator adalah Peraturan Daerah (Perda) yang memuat
isi dan penjelasan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pelajari baik-baik isi dan muatannya karena
inti dari seluruh proses pertanggung jawaban politik pemerintah daerah melalui
Kepala Daerah (Tingkat I maupun II), sering dikenal dengan “master plan
pembangunan daerah lima tahunan sesuai dengan masa jabatan Kepala Daerah”, dalam dokumen tersebut terdapat kerangka
pikir kesisteman yang secara akademis dapat dipertanggung jawabkan. Secara
sederhana kita akan menemukan 4 (empat) variabel terikat yang saling
mempengaruhi yaitu “input – proses – out put dan outcome” dari setiap program
pembangunan dan kebijakan strategis yang dikembangkan setiap tahunnya dengan
target maupun sasaran yang terukur. Persoalan yang dijumpai baik pada aras pemerintahan
(ekesekutif) maupun legislatif (DPRD) tidak
konsistensi menjalankan komitmen
politik tertuang dalam Perda Lima
Tahunan (RPJMD) dengan APBD tahunan. Yang sering diperdebatkan dalam ruang
sidang DPRD yang terhormat ketika membahas RAPBD, lebih banyak yang bersifat
pragmatis dan parsial, dari pengalaman , ketika membahas RAPBD sebelum
disyahkan menjadi sebuah Perda APBD, karena didesak oleh
kepentingan-kepentingan tertentu pihak pemerintah (eksekutif) yang dimotori Tim
Pelaksana Anggaran Pemerintahan Daerah (TPAD) dengan ketua Sekretaris Daerah
(sekda) sering bermain diranah abu-abu, artinya bahwa usulan program kegiatan maupun
anggaran tendensi lebih terfokus pada filosofi “Program mengikuti Anggaran
bukan sebaliknya”, dan jika para legislator tidak fokus dan cerdas
(berpengalalamn) dalam mendalami substansi anggaran berbasis kinerja maka
setiap pengajuan anggaran (RAPBD) oleh pemerintah daerah pasti mulus-mulus saja.
Contoh
kasus yang dijadikan bahan pencerahan,
untuk ditelaah dan dianalisa bersama Dalam RPJMD Prop NTT 2013-2018 (Perda No.
1 tahun 2014), diketahui bahwa Misi Pertama
adalah Meningkatkan pelayanan pendidikan dalam rangka terwujudnya mutu
pendidikan, kepemudaan dan keolahragaan yang berdaya saing; jika kita merujuk pada substasni Anggaran
berbasis Kinerja konten dari Misi ini harus dapat diukur secara kuantitatif
sederhananya misalkan salah satu target/sasaran lima tahunan mutu pendidikan di
NTT seperti apa ? Bagi saya sasaranya harus terbaca secara kuantitatif dimulai dari tingkatan pendidikan TK, SD, SMP
dan SMU terhadap Angka Partisipasi Kasar
(APK) dan Angka Partisipasi Murni berapa ?. Bagaimana Rasio
Rombongan Belajar terhadap Prasarana maupun Sarana yang ada, bagaimana dengan rasio
Guru dan Murid pada setiap tingkatan berapa idealnya termasuk berapa anggaran
(investasi) yang dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di NTT sejak
2013-2018, selanjutkan diturunkan kedalam rencana program kegiatan tahunan
dengan target dan sasaran-sasaran tertentu yang telah ditentukan diawal disain
anggaran sektoral. Dalam konteks inilah
tidak ada kesesuain
arah kebijakan dan konsisten alokasi anggaran maupun sasaran kunci yang menjadi komitmen bersama antar Pemerintah dan
DPRD ketika mengesyahkan Perda No. 1 tahun 2014 (harus ada konsisten pada aras kebijakan
maupun sararan/target terukur antar dokumen mulai dari RPJMD – RKPD –KUA –
RAPBD – APBD - RKA). Sebagai bahan uji petik anda mulai mencoba konsistensi isi
APBD 2013 ke 2014 atau Kebijakan Program
Peningkatan Mutu Pendidikan di NTT, jika
ditemukan kondisi sebaliknya dari apa yang seharusnya dipedomani dalam filosofi
anggaran berbasis kinerja maka menjadi tugas seorang legislator untuk
mempertanyakan kenapa,
dan jika jawaban pemerintah bersifat diplomatis dan cenderung abu-abu maka
dapat disimpulkan bahwa “Pemerintah sedang berspekulasi dibalik ketidak pahaman
seorang legislator. Namun jika seorang legislator dengan pengetahuan yang cukup terkait pejabaran
Anggaran Berbasis Kinerja dalam tataran implemantatif yang terukur, maka nilai
tawar dimata eksekutif akan tinggi (dihormati dan disegani
oleh eksekutif sebagai eksekutor anggaran).
Diakhir pertemuan ini, saya ingin para
legislator di (Propinsi dan
Kabupaten/Kota) agar mempelajari metode
pengamatan program/kegiatan pembangunan yang sederhana melalui pendekatan SMART dimana
sebuah program/kegiatan pembangunan harus memenuhi aspek Spesifik (bersifat khusus dapat dinalar dan logis (fokus) tentang
target atau sasaran program yang ingin dicapai), Measurable (terukur secara kuantitatif maupun kualitatif (soal
waktu pelaksanaan, jumlah anggaran teralokasi, Tim Teknis yang menjalankan
kegiatan, dstnya); Achievable (program kegiatan dapat dijangkau/rasional tidak
ambisius), Relevant (setiap program
harus memiliki korelasi rasional dengan Misi, Tujuan dan Sasaran serta Arah
Kebijakan Pembangunan (RPJP – RPJMD – RKPD – KUA – PPAS – RAPBD – APBD – RKA) Time Releted (dibatasi waktu harus jelas berapa waktu efektif yang diperlukan
artinya bahwa setiap nomenklatur program pembangunan harus dibatasi waktu, hindari
program/kegiatan yang cenderung berulang (statis/cendrung bias dan menjadi tidak
efektif dan efisien). Jika metode sederhana ini sedikit dapat dikuasai seorang
legislator, maka predikat 5 D yang menjadi momok seorang legislator dapat
dihindari, selamat berkarya dan sukses dalam menjalankan amanah rakyat NTT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar